Type Here to Get Search Results !

BENCANA EKOLOGIS: ANTARA WALHI DAN HTI?


Bencana ekologis, seperti banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia, disebut-sebut bukan semata-mata akibat cuaca ekstrem. Hal ini juga sebagaimana diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara, Rianda Purba, yang mengatakan bahwa bencana banjir tersebut juga merupakan dampak kerusakan hutan yang masif dan alih fungsi lahan.

Melansir CNN Indonesia, berdasarkan catatan WALHI, dalam 10 tahun terakhir, 2.000 hektare hutan di Sumut rusak.

Perusakan hutan di sana itu disebabkan dan dipicu oleh beberapa perusahaan. Jadi, kami menyangkal pernyataan dari Gubernur Sumatera Utara bahwa banjir tersebut disebabkan oleh cuaca ekstrem. Namun, pemicu utamanya bukanlah cuaca ekstrem, melainkan kerusakan hutan dan alih fungsi lahan dari hutan menjadi non-hutan,” ujar Rianda dalam konferensi pers, Senin (1/12/2025).

Pernyataan WALHI ini sejatinya menegaskan apa yang telah lama diperingatkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Sebelum status badan hukum perkumpulannya dicabut, untuk dibungkam oleh rezim pro atau pendukung ideologi kapitalisme-sekular (yang memisahkan aturan agama dari kehidupan) pada tahun 2017 lalu, HTI diketahui secara konsisten telah mengampanyekan bahaya liberalisasi sumber daya alam, termasuk perampasan hutan oleh korporasi.

Dalam berbagai forum, media, muktamar, hingga kajian-kajiannya, HTI sudah berkali-kali menekankan bahwa kerusakan ekologis di Indonesia bukanlah kesalahan teknis semata, tetapi merupakan konsekuensi langsung dari penerapan sistem kapitalisme-sekular di Indonesia yang bertumpu pada logika eksploitasi dan akumulasi modal tanpa batas.

HTI, juga diketahui publik, kerap kali menegaskan bahwa dalam perspektif syariat Islam, hutan merupakan milkiyah ‘ammah (milik umum) yang haram dikapitalisasi ataupun diserahkan kepada segelintir korporasi. Negara wajib mengelolanya secara langsung demi kemaslahatan rakyat, bukan memfasilitasi penguasaan privat yang hanya menguntungkan pemodal besar, berdasar hadis Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

الناس شركاء في ثلاثة الماء والكلا والنار
Manusia itu memiliki hak bersama (bersekutu) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.

Karena itu, apa yang kini diungkapkan WALHI bahwa perusahaan menjadi pemicu utama kerusakan hutan merupakan pernyataan yang sangat tepat sesuai dengan analisis HTI sejak dulu: negara telah membiarkan milik umum jatuh ke tangan korporasi.

Kini, ketika bencana banjir bandang dan krisis ekologis semakin sering terjadi, pandangan tersebut kian terbukti.

Nostalgia terhadap suara kritis HTI seakan bukanlah romantisme masa lalu, melainkan pengingat bahwa solusi ekologis tidak akan lahir dari tambal sulam kebijakan kapitalistik.

Solusi sejati hanya mungkin terwujud melalui penerapan syariat Islam secara kâffah oleh negara yang memastikan pengelolaan lingkungan bersandar pada amanah, bukan keuntungan.

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS. Ar-Rum: 41)

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

[] Muhar

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.