Type Here to Get Search Results !

BENCANA SUMATERA: AKIBAT ULAH MANUSIA-MANUSIA RAKUS DAN KEBIJAKAN PRO-KAPITALIS


Sumatera menangis. Banjir besar melanda tiga provinsi di pulau tersebut: Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Diperkirakan, jumlah korban meninggal telah mencapai lebih dari 600 jiwa. Ratusan korban lainnya masih dalam pencarian. Banjir juga menenggelamkan sejumlah desa serta menghancurkan kawasan pemukiman dan berbagai infrastruktur di tiga provinsi tersebut.

Banjir bandang ini juga melanda sejumlah negara lain di Asia Tenggara; Thailand, Malaysia, Vietnam, Sri Lanka, dan Myanmar. Namun, sejauh ini Indonesia merupakan negara dengan korban jiwa terbanyak.


Iklim Ekstrem dan Perusakan Alam


Banjir besar ini memang disebabkan oleh hujan ekstrem. Pemicunya adalah siklon tropis Senyar dan Koto yang terjadi di Selat Malaka. Akibatnya, sejumlah kawasan terdampak curah hujan yang sangat tinggi. Menurut BMKG, siklon ini berlangsung pada tanggal 26 November selama 48 jam. BMKG menyebut kemunculan dua siklon tersebut sebagai kejadian “pertama dalam sejarah”. Siklon ini tumbuh di Selat Malaka, wilayah yang sebelumnya diyakini mustahil menjadi lokasi pembentukan siklon karena terlalu dekat dengan garis ekuator.

Akan tetapi, curah hujan ekstrem ini berubah menjadi bencana banjir. Pasalnya, di kawasan tersebut, jutaan area hutan (sebagai penahan curah hujan) sudah hilang. Banyak pihak menduga deforestasi atau pembalakan hutan yang masif menjadi penyebab utama bencana di tiga provinsi tersebut.

Berdasarkan data WALHI, selama periode 2016-2025, deforestasi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mencapai 1,4 juta hektar. Selain itu, banyak izin usaha yang diberikan oleh pemerintah untuk kegiatan pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Pegunungan Bukit Barisan, seperti sektor pertambangan, perkebunan sawit, dan proyek energi. WALHI mencatat ada lebih dari 600 perusahaan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang kegiatan eksploitasi SDA-nya memperparah kerapuhan infrastruktur ekologis.

Penebangan liar atau illegal logging di hutan-hutan Sumatera secara besar-besaran juga dicurigai menjadi penyebab deforestasi. Hanyutnya ribuan batang pohon yang terbawa banjir menjadi bukti kuat bahwa aksi pembalakan liar masih terjadi di kawasan Sumatera.


Mitigasi Bencana


Indonesia adalah negara yang memiliki curah hujan tinggi dan terletak di cincin bencana (ring of fire). Di sini terdapat rangkaian gunung berapi sepanjang 40.000 km dan situs aktif seismik yang membentang di Samudra Pasifik. Artinya, negeri ini mestinya sudah memiliki kemampuan mitigasi yang memadai, tentu demi melindungi rakyatnya, termasuk membekali penduduk dengan kemampuan untuk menghadapi bencana.

Sayangnya, musibah banjir yang menimpa Sumatera memperlihatkan ketidaksiapan negara dalam mitigasi bencana. Padahal, delapan hari sebelum bencana, BMKG sudah melaporkan bahwa akan terjadi hujan ekstrem dengan curah tinggi.

Saat bencana terjadi, tampak negara tidak berdaya melakukan mitigasi. Bahkan hingga hari ini, kejadian bencana di tiga provinsi di Sumatera masih belum dinyatakan sebagai bencana nasional. Apalagi, pada awal kejadian bencana, pihak BNPB menyatakan tragedi banjir itu hanya mencekam di media sosial.

Sampai tulisan ini dibuat, masih banyak daerah terisolir. Masih banyak mayat yang bergeletakan atau terkubur lumpur, longsoran, bangunan, dan gelondongan kayu. Karena kelaparan, sebagian warga terpaksa menjarah toko. Tim Basarnas mengungkapkan bahwa tim SAR gabungan yang telah bertugas selama tujuh hari nonstop dalam operasi tanggap darurat mulai mengalami kelelahan ekstrem.


Sabar dan Muhâsabah


Sebagai kaum Muslim, hati dan pikiran kita harus mengikuti tuntunan Islam dalam menyikapi musibah. Kita wajib meyakini bahwa semua musibah merupakan ketetapan Allah ﷻ. Demikian sebagaimana firman-Nya:

قُلْ لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلَٰنَا وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah Allah tetapkan bagi kami. Dialah Pelindung kami. Karena itu hanya kepada Allah hendaknya kaum Mukmin bertawakal.” (QS. at-Taubah [9]: 51).

Allah ﷻ memerintahkan setiap Muslim untuk bersabar dalam menghadapi setiap musibah dan memasrahkan semuanya kepada-Nya. Demikian sebagaimana firman-Nya:

الَّذِينَ إِذَآ أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(Mereka itu) adalah orang-orang yang, jika ditimpa musibah, mengucapkan, “Innâ lilLâhi wa innâ ilayhi râji‘ûn (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada Dia kami akan kembali).” Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya. Mereka itu pula yang mendapat petunjuk. (QS. al-Baqarah [2]: 156-157).

Tidak hanya bersabar, Islam juga meminta umatnya untuk senantiasa melakukan muhâsabah kala ditimpa musibah. Sebab, ada musibah yang datang sebagai akibat dari tindakan mungkar manusia. Allah ﷻ berfirman:

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh ulah manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. ar-Rum [30]: 41).

Bencana banjir yang melanda Sumatera datang sebagai akibat dari kebijakan yang merusak lingkungan, yakni deforestasi secara besar-besaran. Data GFW (Global Forest Watch) mengungkapkan sebanyak 10,5 juta hektare hutan di Indonesia hilang sepanjang 2002-2023. Padahal hutan primer tropis merupakan ekosistem yang paling kaya, stabil, dan bermanfaat untuk menahan curah hujan. Akan tetapi, kini area seluas itu paling terdampak akibat praktik ekspansi lahan serta tekanan aktivitas manusia.

Hancurnya hutan di tanah air disebabkan oleh kebijakan negara yang menyimpang dari tuntunan syariah Islam. Negara mengobral banyak kawasan tersebut kepada swasta baik untuk pertambangan, penebangan, dan pembukaan lahan perkebunan sawit. Dalam kasus banjir di Sumatera Utara, WALHI Sumatera Utara menyebut tujuh perusahaan berkontribusi pada bencana ekologis yang melanda kawasan Tapanuli, termasuk banjir dan longsor.

Negara juga lemah dalam mengawasi kegiatan penambangan ilegal dan pembalakan liar. KPK menemukan tambang ilegal dan penebangan liar tersebut bukan hanya dilakukan oleh swasta, tetapi juga dimiliki atau dibekingi oleh oknum aparat ataupun pejabat. KPK juga menemukan hubungan tambang ilegal dengan aliran dana Pemilu.

Maka dari itu, bencana yang hari ini menimpa penduduk Sumatera bukan semata-mata karena fenomena alam, tetapi merupakan buah kebijakan kapitalistik yang keji. Keputusan yang diambil hanya semata-mata demi keuntungan sembari mengabaikan dampak kerusakan alam dan bencana yang menimpa masyarakat. Inilah kemungkaran besar yang menciptakan kezaliman kepada rakyat.


Tambang dan Hutan Milik Umum


Dalam syariah Islam, kawasan tambang dan hutan adalah milik umum yang haram dikuasai oleh swasta. Rasulullah ﷺ bersabda:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, rumput, dan api (HR. Ibnu Majah).

Dalam hal ini, negara adalah pengelola pertambangan dan hutan. Seluruh hasil dan manfaat dari pertambangan dan hutan adalah milik rakyat, bukan menjadi hak milik pribadi ataupun korporasi.

Syariah Islam membolehkan pembukaan berbagai jenis tambang yang dikelola oleh negara, seperti minerba dan migas. Islam juga mengatur kebolehan pengelolaan hasil hutan untuk kemaslahatan rakyat, seperti memenuhi kebutuhan kertas, dan lain-lain. Namun, Islam juga mengharamkan dharar (bahaya) yang menimpa masyarakat. Oleh karena itu, penambangan dan penebangan hutan secara ugal-ugalan adalah tindakan haram yang sepatutnya dicegah. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ، مَنْ ضَارَّ ضَرَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللَّهُ عَلَيْهِ
Janganlah membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain. Siapa saja yang membahayakan orang lain, niscaya Allah akan menimpakan bahaya kepadanya. Siapa saja yang mempersulit orang lain, niscaya Allah akan mempersulit dirinya (HR. al-Baihaqi, al-Hakim, dan ad-Daruquthni).

Maka dari itu, kuncinya adalah keseriusan, ketelitian, dan sikap amanah dalam melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Dalam Islam, negara (Khilafah) akan melakukan pengelolaan sumber daya alam tersebut sesuai dengan tuntunan syariah Islam, atas dasar dorongan iman dan takwa, bukan berdasarkan kebijakan kapitalistik semata-mata demi mengeruk keuntungan.

Khilafah juga boleh melakukan pemindahan kawasan pemukiman jika dinilai penting demi keselamatan dan keamanan warga. Untuk itu, Khilafah akan memberikan lahan pemukiman yang layak serta membangun berbagai infrastruktur untuk penduduk. Khilafah juga bisa memberikan kompensasi yang sepadan kepada rakyat. Khilafah juga berkewajiban untuk melakukan gerakan reboisasi untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Semua ini adalah kewajiban yang harus dijalankan oleh Khalifah dan para pejabatnya. Rasulullah ﷺ bersabda:

فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
Amir (Khalifah) yang mengurus banyak orang adalah pemimpin dan akan ditanya tentang mereka (HR. al-Bukhari).


Penutup

Jelas, bencana besar kali ini seharusnya mendorong penguasa negeri ini untuk mengevaluasi seluruh kebijakan kapitalistiknya yang terbukti merugikan rakyat banyak. Bangsa ini sudah seharusnya mendesak penguasa agar meninggalkan segala kebijakan kapitalistik dan beralih pada kebijakan yang sesuai dengan tuntunan syariah Islam. Oleh karena itu, upaya penerapan syariah Islam oleh negara secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan adalah sebuah keniscayaan. Inilah yang juga dulu dipraktikkan sepanjang era Kekhilafahan Islam selama berabad-abad lamanya.


Hikmah:

Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab ra. berkata:

لَوْ مَاتَ جَمَلٌ فِي عَمَلِي ضِيَاعًا، خَشِيتُ أَنْ يَسْأَلَنِي اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنْهُ
Seandainya ada seekor unta mati di wilayah tugasku karena terlantar, aku khawatir Allah Yang Mahasuci dan Mahatinggi akan menanyai aku tentang hal itu. (Ibnu Hajar, Al-Mathaalib al-‘Aaliyyah, 15/700, Maktabah Syamilah).

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Kaffah Edisi 422

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.