
Genosida yang masih berlangsung hingga kini di Gaza bukanlah sekadar tragedi kemanusiaan yang paling memilukan. Ia adalah bukti telanjang betapa lemahnya Dunia Islam saat ini. Padahal secara jumlah, umat Islam mencapai lebih dari 1,8 miliar jiwa.
Hampir setiap hari, selama lebih dari 20 bulan, kita menyaksikan langsung tragedi yang menyayat hati di Palestina. Rakyat dibombardir siang dan malam. Anak-anak dibantai. Rumah sakit dihancurkan. Masjid-masjid dibumihanguskan. Blokade total diberlakukan. Namun, yang lebih menyayat hati, tidak satu pun para penguasa negeri Muslim yang benar-benar turun tangan secara nyata dan tegas untuk menghentikan kejahatan tersebut. Yang terdengar hanyalah kutukan, seruan diplomatik kosong, konferensi darurat yang tak menghasilkan apa-apa, serta penyaluran bantuan kemanusiaan yang tidak pernah mampu menghentikan rudal dan bom.
Ini adalah simbol paling nyata dari keterpecahbelahan Dunia Islam, sekaligus bukti paling kasatmata dari kegagalan nasionalisme dan sistem nation-state (negara-bangsa) yang telah dipaksakan ke negeri-negeri Muslim pasca Perjanjian Sykes-Picot 1916.
Perjanjian Sykes-Picot 1916 adalah kesepakatan rahasia di antara negara-negara penjajah saat itu, yaitu antara Inggris (diwakili Mark Sykes) dan Prancis (diwakili François Georges-Picot), dengan persetujuan Rusia, dengan latar belakang Perang Dunia I (1914–1918). Tujuan dari Perjanjian Sykes-Picot tidak lain adalah membagi-bagi wilayah Kekhilafahan Utsmaniyah setelah dipastikan kalah dalam perang. Motif utamanya adalah: Pertama, untuk menghancurkan Khilafah Utsmaniyah. Sebabnya, negara-negara Eropa memandang Khilafah sebagai penghalang ambisi kolonial mereka di Timur Tengah dan Dunia Islam. Khilafahlah yang selama ratusan tahun mampu menyatukan Dunia Islam. Bahkan pada masa kemundurannya, yakni pada masa-masa terakhir kekuasaan Utsmaniyah, Khilafah juga masih memiliki pengaruh spiritual dan politik global di tengah-tengah kaum Muslim.
Kedua, menguasai wilayah-wilayah strategis dan sumber daya di Dunia Islam. Beberapa kawasan yang saat itu merupakan bagian dari wilayah Khilafah seperti Suriah, Palestina, Irak dan Jazirah Arab memiliki posisi penting dalam jalur perdagangan dan akses laut. Penemuan cadangan minyak mulai memperkuat kepentingan ekonomi Inggris di Mesopotamia (Irak).
Ketiga, mencegah kekuatan Islam bersatu kembali. Dengan membagi-bagi wilayah Muslim menjadi negara-negara kecil di bawah kendali asing, Inggris dan Prancis berharap umat Islam tidak lagi bisa bersatu dalam satu negara besar bernama Khilafah.
Dampak Jangka Panjang

Perjanjian Sykes-Picot tentu berdampak panjang bagi umat Islam, di antaranya: Pertama, menciptakan disintegrasi Dunia Islam. Khilafah Utsmaniyah akhirnya runtuh tahun 1924. Wilayahnya dipecah-belah menjadi lebih dari 50 negara-negara bangsa (nation-states) seperti Irak, Suriah, Yordania, Arab Saudi, dll. Batas-batas politik bernama nation-state (negara-bangsa) yang tak pernah dikenal oleh umat Islam sebelumnya itu tiba-tiba berubah menjadi "sakral" yang bahkan mampu menumpulkan solidaritas sesama Muslim. Akibatnya, saat Muslim Palestina dibantai, misalnya, mereka dibiarkan berjuang sendiri untuk membela diri. Mesir bahkan menutup Rafah. Yordania hanya menggelar demo. Turki hanya menyuarakan kecaman. Negara-negara Arab lainnya sibuk menjaga hubungan dengan AS dan Israel. Masing-masing rezim tersebut hanya menjaga eksistensi negaranya sendiri. Setiap negara Muslim merasa terpisah dan asing satu sama lain.
Kedua, memicu konflik dan krisis berkelanjutan. Batas-batas negara buatan sering mengabaikan realitas etnis, suku dan mazhab sehingga menimbulkan konflik internal berkepanjangan (contoh: Suriah, Irak, Libanon). Ditambah lagi dengan Palestina yang dijadikan titik api permanen setelah wilayahnya dijanjikan kepada Yahudi (Deklarasi Balfour 1917).
Ketiga, melahirkan hegemoni Barat atas Dunia Islam. Wilayah-wilayah Islam dijajah langsung atau secara tidak langsung oleh Barat. Sistem politik, ekonomi dan pendidikan yang diterapkan pun disekulerkan dan menjauh dari syariah Islam.
Alhasil, Perjanjian Sykes-Picot adalah puncak konspirasi kolonial Barat untuk menghancurkan kekuatan dan persatuan umat Islam, memecah-belah wilayah Khilafah serta menguasai kekayaan negeri-negeri Muslim dengan menciptakan negara-negara boneka yang loyal kepada kafir Barat penjajah.
Urgensi Penegakan Kembali Khilafah

Setidaknya ada dua alasan mengapa penegakan kembali Khilafah sangat urgen bagi umat Islam dan bagi dunia saat ini.
1. Alasan Syar’i.
Umat Islam itu satu umat. Mereka bersaudara. Demikian sebagaimana firman-Nya:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ ۚ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara. Karena itu perbaikilah hubungan di antara kedua saudara kalian itu dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapatkan rahmat (QS. al‑Ḥujurat [49]: 10).
Imam al‑Qurthubi menyatakan bahwa ayat di atas adalah dasar persaudaraan universal dan larangan keras atas kaum Muslim untuk terlibat dalam perselisihan di antara sesama mereka (Lihat: Al-Qurthubi, Al‑Jâmi‘ li Ahkâm al‑Qur'ân, 8/350).
Allah ﷻ telah memerintahkan kaum Muslim untuk bersatu. Tidak berpecah-belah. Demikian sebagaimana firman-Nya:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
Berpegang teguhlah kalian semua pada tali (agama) Allah dan jangan berpecah-belah… (QS. Ali Imran [3]: 103).
Allah ﷻ pun berfirman:
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
Taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya serta jangan saling berbantah-bantahan sehingga nanti kalian menjadi lemah dan kekuatan kalian hilang (QS. al-Anfal [8]: 46).
Allah ﷻ juga menyatakan bahwa siapa saja yang tidak memutuskan perkara menurut wahyu yang telah Dia turunkan, mereka itu adalah kaum kafir, zalim dan fasik (QS al-Maidah [5]: 44, 45 dan 47). Ini menunjukkan kewajiban menerapkan hukum-hukum Allah ﷻ dalam kehidupan, yang hanya mungkin ditegakkan secara menyeluruh melalui institusi Negara Islam (Khilafah). Karena itulah para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah telah berijmak (bersepakat) atas kewajiban menegakkan Khilafah ini. Imam al-Mawardi (w. 450 H), misalnya, dalam Al-Ahkâm As-Sulthâniyah, menyatakan: "Imamah (Khilafah) ditegakkan untuk menggantikan Kenabian dalam menjaga agama dan mengatur urusan dunia. Wajib atas umat Islam untuk mengangkat seorang imam (khalifah) yang menegakkan agama dan memimpin dunia dengan keadilan."
Imam Ibn Hazm (w. 456 H), dalam Al-Fashl fî al-Milal wa al-Ahwa wa an-Nihal, juga menyatakan: "Seluruh Ahlus Sunnah, seluruh Murjiah, seluruh Syiah dan seluruh Khawarij sepakat bahwa wajib atas umat Islam mengangkat seorang imam (khalifah)." (Lihat juga: Imam al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur'ân (1/259-266).
Di dalam as-Sunnah, Rasulullah ﷺ juga banyak menekankan persaudaraan umat Islam. Beliau, antara lain, bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضاً
Orang Mukmin dengan Mukmin lain bagaikan bangunan. Masing‑masing saling menguatkan satu sama lain (HR al‑Bukhari dan Muslim).
Beliau juga banyak menekankan persatuan umat Islam. Bahkan persatuan umat Islam itu wajib di bawah kepemimpinan seorang khalifah. Beliau tegas bersabda:
إِذَا بُوْيِعَ خَلِيْفَتَيْنِ فَاقْتُلُوْا أَخِرَ مِنْهُمَا
Jika dibaiat dua khalifah maka bunuhlah yang terakhir di antara keduanya (HR Ahmad dan at-Tirmdizi).
Ini menunjukkan bahwa Khilafah hanya boleh satu. Tidak boleh ada dua pemimpin tertinggi di Dunia Islam.
Beliau pun bersabda:
مَنْ مَاتَ لَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa saja yang mati dalam keadaan di pundaknya tidak ada baiat (kepada Khalifah), maka ia mati dalam keadaan jahiliyah (berdosa) (HR Muslim).
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa hadis ini menunjukkan kewajiban adanya seorang khalifah yang dibaiat oleh umat untuk memimpin mereka.
Kewajiban menegakkan Khilafah juga didasarkan pada Ijmak Sahabat. Setelah Rasulullah saw. wafat, para Sahabat tidak menguburkan jenazah beliau sebelum membaiat Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah. Ini menunjukkan bahwa pengangkatan khalifah adalah kewajiban yang sangat urgen, bahkan mendahului pengurusan jenazah Nabi saw.
2. Alasan Rasional dan Faktual
Pertama, hanya Khilafah yang bakal mampu menyatukan dan mempersaudarakan kaum umat Islam sedunia secara hakiki melampaui batas-batas negara, etnik/ras, suku-bangsa, bahasa, dll. Khilafah akan menghapus garis-garis batas negara palsu buatan kafir Barat penjajah, yakni nation-state (negara-bangsa). Dengan begitu tidak akan ada lagi penghalang yang menghalangi seorang Muslim dari Mesir untuk membela saudaranya di Palestina. Tidak akan ada lagi penjagaan ketat di perbatasan antara negeri-negeri Muslim yang seharusnya bersatu.
Kedua, hanya Khilafah yang bakal mampu menggerakkan kekuatan nyata umat Islam. Khilafah akan memiliki militer gabungan seluruh Dunia Islam, sumber daya alam yang melimpah, serta otoritas syar’i untuk memutuskan jihad dalam rangka membela kaum Muslim di manapun, khususnya Palestina saat ini.
Ketiga, Khilafah akan melepaskan Dunia Islam dari ketergantungan pada kekuatan asing seperti PBB, AS, Rusia, Cina dan Uni Eropa yang semuanya adalah entitas kafir penjajah yang tidak pernah berpihak pada Islam dan kepada kaum Muslim.
Khatimah
Kita yakin bahwa dengan izin Allah ﷻ serta kesungguhan dakwah dan perjuangan, Khilafah Islam akan kembali memimpin dunia dengan keadilan, kemuliaan dan kesejahteraan hakiki. Khilafah juga akan menciptakan persatuan dan persaudaraan hakiki sesama Muslim. sekaligus akan mengembalikan kekuatan umat yang telah lama hilang.
Kita pun yakin, menegakkan Khilafah Islam (sebuah sistem pemerintahan Islam global) bukanlah mimpi atau utopia, melainkan kewajiban syar’i dan keniscayaan sejarah yang pernah ada dan insya Allah akan kembali tegak.
Hikmah:
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ دَعَا دَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ فَإِنَّهُ مِنْ جِثِّيِ جَهَنَّمِ
Siapa saja yang menyerukan seruan jahiliah (‘ashabiyah) maka ia termasuk penghuni neraka. (HR at-Tirmidzi).
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Kaffah Edisi 400