
Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa masyarakat Indonesia terancam oleh penyakit infeksi seksual menular. Pasalnya, ada peningkatan pengidap sifilis di Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun 2024 tercatat 23.347 kasus sifilis. Angka ini menunjukkan tren peningkatan yang konsisten dalam beberapa tahun terakhir. Lonjakannya mencapai 70% sejak tahun 2018 hingga 2022.
Penyakit sifilis atau raja singa ini menular melalui hubungan seksual. Lonjakan angka penularan penyakit ini mencerminkan perilaku masyarakat Indonesia yang makin terbiasa dengan kebebasan seksual, baik sejenis maupun gay/lesbian. Mereka tidak kunjung sadar juga kalau zina mengundang bencana.
Memprihatinkan dan Mengerikan

Indonesia memang mayoritas penduduknya Muslim. Namun, masyarakatnya saat ini justru semakin menormalisasi perzinaan. Bahkan semakin menjamur di kalangan penduduk usia muda. Data BKKBN tahun 2024 menunjukkan 59% remaja perempuan dan 74% remaja laki-laki telah berhubungan seksual pada usia 15-19 tahun.
Akibatnya, jumlah anak muda yang bermasalah dengan kesehatan reproduksi semakin bertambah. Kehamilan di luar nikah pada remaja usia 15-19 tahun mencapai 36 per 1.000 remaja putri. Kasus aborsi mencapai 750 ribu hingga 1,5 juta setiap tahun. Jumlah anak muda yang terinfeksi penyakit menular seksual juga bertambah. Menurut laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, terdapat lebih dari 4.500 kasus IMS (infeksi menular seksual) yang diderita kelompok muda pada periode 2024.
Perilaku seksual menyimpang juga terus terjadi di tanah air. Pada bulan Juni lalu, aparat dua kali menggerebek pesta gay di kawasan Puncak Bogor. Dari puluhan peserta diketahui bahwa 30 orang pelaku reaktif HIV dan sifilis.
Data Kementerian Kesehatan RI hingga Maret 2025 menyebutkan 2.700 individu usia 15-18 tahun di Indonesia hidup dengan HIV. Temuan ini menunjukkan bahwa penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) juga terjadi di kalangan usia yang lebih muda. Pemicunya apalagi kalau bukan perzinaan dan prostitusi yang makin marak di masyarakat. Ditambah lagi anak muda yang melakukan penyimpangan seksual, seperti gay dan lesbian, makin bertambah.
Laporan-laporan seperti ini sebenarnya hanya puncak gunung es dari kasus sebenarnya di masyarakat. Artinya, data aslinya jauh lebih besar dari yang dilaporkan. Potensi penularannya juga sangat besar. Pasalnya, kondisi masyarakat Indonesia saat ini makin liberal dan hedonis. Perzinaan, termasuk dengan pelacur, lalu berlanjut hubungan intim dengan istri/suami, menjadikan penularannya semakin meluas.
Ironinya, perzinaan dan perilaku seksual menyimpang ini tidak kunjung dilarang. Ada pembelaan bahwa negara tidak boleh masuk ke ranah privat. Perzinaan dianggap bagian hak asasi setiap warga negara selama dilakukan secara konsensual (kesepakatan), sengaja dan tanpa paksaan (suka sama suka). Siapapun, termasuk negara, tidak bisa melarang kegiatan tersebut.
Bahkan dalam KUHP kasus perzinaan, kumpul kebo dan perilaku gay/lesbian dikategorikan sebagai delik aduan. Artinya, kasus-kasus ini tidak bisa dibawa ke meja hukum jika tanpa laporan/aduan dari pihak terkait, seperti keluarga. Jelas, negeri ini semakin dibawa ke arah budaya liberal yang sudah jelas kerusakannya.
Padahal dampak dari perzinaan dan perilaku seksual menyimpang ini tak bisa dibantah. Selain merusak pribadi pelakunya, juga merusak keluarga, termasuk anak-anak. Perzinaan juga meningkatkan penyebaran infeksi penyakit menular seksual. Rata-rata yang tertular penyakit menular seksual ini adalah penduduk usia produktif yang harusnya menjadi tulang punggung keluarga dan negara. Jika kondisi ini terus berlanjut maka harapan “Indonesia Emas” justru bisa berubah menjadi “Indonesia Cemas”.
Dosa Besar

Hanya Islam satu-satunya peradaban yang melarang total perzinaan. Hubungan di luar nikah, apalagi perilaku seksual menyimpang, adalah dosa besar. Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلً
Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk (TQS al-Isra’ [17]: 32).
Rasulullah ﷺ juga mengingatkan:
مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشِّرْكِ بِاللَّهِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ نُطْفَةٍ وَضَعَهَا رَجُلٌ فِي رَحِمٍ لَا تَحِلُّ لَهُ
Tidak ada dosa, setelah syirik, yang lebih besar daripada dosa seorang lelaki yang menumpahkan spermanya pada rahim yang tidak halal untuk dirinya (HR Ibnu Abi ad-Dunya).
Beliau juga tegas melarang liwâth (hubungan seks sesama jenis):
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ
Allah telah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth (liwâth/hubungan seks sesama jenis) (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).
Islam sudah memberikan jalan keluar terbaik untuk kehidupan manusia, yakni pernikahan. Dengan menikah, pergaulan pria-wanita menjadi halal. Menikah juga memberikan kehidupan yang menenangkan. Allah ﷻ berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan istri-istri kalian dari diri kalian sendiri agar kalian merasakan ketenteraman dengan mereka, lalu Dia menumbuhkan rasa cinta dan kasih-sayang di antara kalian. Sungguh pada yang demikian terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang mau berpikir (TQS ar-Rum [30]: 21).
Dalam pernikahan tercipta hubungan suami-istri yang sehat secara biologis. Dalam pernikahan terpelihara kehormatan manusia. Dalam pernikahan juga terjaga berbagai hal yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia seperti nasab/garis keturunan, perwalian, hukum waris, dsb.
Sebaliknya, perzinaan menjadi sebab penularan penyakit kelamin seksual. Perzinaan juga merusak tatanan keluarga dan kehidupan masyarakat. Banyak bayi lahir tanpa diketahui nasabnya. Banyak pula janin yang diaborsi. Banyak bayi dibunuh karena lahir dari perzinaan atau ditelantarkan. Perzinaan juga merusak hukum nasab, perwalian, waris, dsb. Aneh jika kemudian umat dan negara membiarkan hal ini terus berlangsung.
Solusi Islam

Peningkatan penularan penyakit menular seksual (PMS) adalah imbas dari sistem sekuler-liberal yang telah lama diterapkan di negeri ini. Sekulerisme menyingkirkan aturan-aturan agama, termasuk aturan yang mengharamkan perzinaan dan penyimpangan perilaku seksual. Liberalisme memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan, termasuk perzinaan dan penyimpangan perilaku seksual.
Karena itu tidak tepat jika yang ditangani hanya persoalan PMS. Sebabnya, akar persoalannya adalah sistem sekuler-liberal yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini harus dihapus dan digantikan dengan sistem Islam. Hanya Islam satu-satunya ideologi/sistem yang mampu memelihara kehormatan dan kehidupan manusia. Dalam sistem Islam, solusi atas persoalan di atas, antara lain:
Pertama, negara mendidik masyarakat agar menjadi pribadi-pribadi beriman dan bertakwa. Baik pria maupun wanita sama-sama wajib menjaga diri dengan sifat ‘iffah seperti ghaddul bashar (menjaga pandangan), menutup aurat dan menjaga diri dari dosa zina.
Kedua, negara mendorong para pemuda untuk menyegerakan pernikahan. Hanya saja, hari ini banyak pemuda kesulitan menikah, di antaranya karena tekanan ekonomi. Sayangnya, negara cenderung abai terhadap kebutuhan para pemuda untuk berumah tangga ini. Kesulitan ekonomi hari ini disebabkan oleh penerapan sistem ekonomi kapitalisme oleh negara. Sistem ini terbukti menciptakan kesenjangan ekonomi dan kemiskinan struktural. Akibatnya, banyak pemuda sulit mendapatkan nafkah yang layak untuk berumah tangga. Karena itu negara harus mengganti sistem ekonomi batil ini dengan sistem ekonomi Islam. Dengan itu akan tercipta ekonomi yang berkeadilan dan jaminan hidup bagi masyarakat.
Ketiga, untuk memelihara keluarga agar tetap harmonis, maka keluarga dan negara wajib mengedukasi para pemuda agar mempunyai bekal ilmu menuju pernikahan. Dengan itu pasangan suami-istri terhindar dari konflik dalam rumah tangga dan jauh dari perceraian.
Keempat, negara melarang berbagai aktivitas yang membuka peluang perzinaan seperti khalwat, ikhtilâth (campur-baur) yang terlarang antara pria dan wanita seperti di pesta-pesta, klab malam, serta berbagai hal yang menciptakan dorongan seksual semisal konten pornografi dan pornoaksi, dsb.
Kelima, negara menjatuhkan sanksi yang tegas sesuai syariah Islam atas pelaku perzinaan dan penyimpangan seksual semisal gay, lesbian, pedofil, dsb. Para pelaku zina yang masih lajang (ghayr muhshan) dihukum dengan 100 kali cambukan. Para pelaku zina yang telah menikah (muhshan) dihukum rajam hingga mati. Kaum gay dihukum mati. Dalam penerapan hukuman ini negara tidak perlu menunggu delik aduan dari pihak manapun. Selama ada pembuktian sesuai syariah Islam maka pengadilan dapat menjatuhkan sanksi tersebut. Adanya empat orang saksi pria yang menyaksikan perbuatan zina, atau adanya pengakuan dari pelaku, sudah cukup bagi negara untuk menjatuhkan sanksi tersebut.
Keenam, negara mengobati para penderita penyakit menular seksual seperti sifilis dan HIV/AIDS agar tidak menjadi wabah yang menular luas di tengah masyarakat. Para istri yang mengetahui suaminya mengidap penyakit berbahaya ini diberi hak oleh syariah Islam untuk mengajukan gugat cerai kepada suaminya.
Keseluruhan solusi tersebut tidak mungkin diterapkan dalam sistem sekuler-liberal seperti saat ini. Solusi tersebut hanya bisa diberlakukan dengan penerapan hukum-hukum Islam secara kâffah. Penerapan syariah Islam secara kâffah hanya mungkin dijalankan saat umat hidup dalam naungan Khilafah. Inilah kewajiban dan keniscayaan secara agama dan realita. Tanpa itu, mustahil persoalan ini dapat diselesaikan.
Hikmah:
Rasulullah ﷺ bersabda:
اِذَا ظَهَرَ الزّنَا وَ الرّبَا فِى قَرْيَةٍ فَقَدْ اَحَلُّوْا بِاَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
Jika zina dan riba sudah merajalela di suatu negeri, sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri. (HR Hakim).
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Kaffah Edisi 401