
Kekerasan seksual dalam keluarga adalah kejahatan yang sering kali tersembunyi di balik dinding rumah tangga. Ironisnya, tempat yang seharusnya menjadi ruang paling aman justru menjadi lokasi terjadinya kekerasan yang paling sunyi: kekerasan seksual dalam lingkungan keluarga. Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2023, terdapat 289.111 kasus kekerasan terhadap perempuan, dan lebih dari 2.000 di antaranya adalah kekerasan seksual. Di Provinsi Gorontalo sendiri, pada tahun 2023, tercatat 313 korban dari 296 kasus kekerasan seksual, banyak di antaranya terjadi di lingkungan keluarga. Data ini hanyalah puncak gunung es. Banyak korban memilih diam karena takut, malu, atau tekanan dari lingkungan terdekat. Fenomena ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak masih jauh dari kata memadai.
Dalam sejarah peradaban Islam, terdapat pendekatan yang sistematis bukan sekadar responsif terhadap masalah kekerasan seksual. Pendekatan tersebut tidak hanya fokus pada menghukum pelaku, tetapi juga membentuk sistem sosial yang mencegah terjadinya kejahatan sejak awal. Konsep ini pernah diterapkan di masa peradaban Islam terdahulu, di mana negara hadir aktif sebagai pelindung kehormatan rakyat.
Tiga prinsip utama yang dapat diambil pelajaran dari sistem tersebut antara lain: hukum yang adil harus mampu memberikan rasa aman bagi korban dan memberi efek jera bagi pelaku. Dalam pendekatan Islam yang pernah diterapkan dalam sejarah, kekerasan seksual dipandang sebagai kejahatan serius yang ditangani dengan hukuman yang jelas dan tegas, tidak berbelit-belit atau lunak karena relasi kekeluargaan.
Pendidikan dalam keluarga dan masyarakat diarahkan untuk membangun ketakwaan, bukan sekadar prestasi akademik. Individu diajarkan menjaga pandangan, menghormati lawan jenis, dan menumbuhkan kesadaran bahwa tubuh dan kehormatan seseorang adalah hal yang sakral.
Dalam sistem sosial yang sehat, interaksi antara laki-laki dan perempuan diatur secara bijak untuk mencegah pelanggaran kehormatan. Kebebasan yang tidak terkontrol dalam konsumsi media, pergaulan bebas, dan budaya permisif justru memperbesar potensi kekerasan seksual.
Sistem terdahulu yang bersandar pada nilai-nilai Islam mengajarkan bahwa perlindungan sejati tidak cukup dengan hukum, tetapi harus disertai dengan pembentukan karakter dan masyarakat yang peduli. Kekerasan seksual dalam keluarga bukan hanya tragedi individual, tetapi juga kegagalan sistemik. Kita butuh solusi yang menyeluruh, yang tidak hanya bersifat reaktif, tetapi membangun dari akar: hukum, pendidikan, dan lingkungan sosial.
Sudah saatnya kita menoleh pada warisan peradaban yang pernah berhasil menciptakan masyarakat yang aman dan bermartabat. Kita bisa belajar dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh sistem Islam dalam sejarah—dengan pendekatan yang menyeluruh, adil, dan berpihak kepada yang lemah.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Oleh: Yusuf Datau