
Marak di masyarakat kabar kenakalan pelajar, terutama mereka yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Mereka disebut sebagai "anak-anak yang nakal, di rumahnya tidak mau sekolah, ingin jajan terus, balapan motor, dan melawan orang tuanya" (Tempo Online, 8 Mei 2025).
Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, telah mengirim 272 siswa sekolah menengah atas di Jawa Barat ke barak militer, tepatnya di Dapo Pendidikan Atletik Bela Negara Rindam III Siliwangi. Angka tersebut merupakan akumulasi dari kebijakan yang diberlakukan pertama kali pada 1 Mei 2025, dengan total anggaran mencapai 6 miliar rupiah (Tempo Online, 8 Mei 2025).
Perlakuan yang diberikan menggunakan pendidikan semi militer, penanaman semangat ketarunaan dan bela negara. Menurut Siska (Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Jabar), output atau hasil akhir dari metode pendidikan ini diharapkan siswa memiliki sifat kehati-hatian dan tanggung jawab, sehingga tidak lagi melakukan perilaku yang merugikan diri sendiri maupun masyarakat. "Tujuannya ingin membentuk kepribadian positif melalui penguatan integritas, disiplin, dan tanggung jawab," ujarnya (Tempo Online, 8 Mei 2025).
Mencermati solusi penanganan kenakalan pelajar dengan mengirim mereka mengikuti pendidikan semi militer di barak militer—dengan proses penanaman semangat ketarunaan dan bela negara demi mewujudkan tujuan akhir “siswa memiliki sifat kehati-hatian dan tanggung jawab, sehingga tidak lagi melakukan perilaku yang merugikan dirinya maupun masyarakat”—perlu dikaji ulang.
Mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Baginda Rasulullah Muhammad ﷺ dalam mendidik keluarga, sahabat, dan masyarakat Madinah, akan tampak pola pendidikan dan pembinaan yang khas dan berhasil mencetak mereka menjadi pusat awal peradaban yang layak dicontoh oleh generasi berikutnya. Berikut ini adalah tahapannya:
1. Pendidikan di Keluarga
Pola pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dalam mendidik keluarga telah sukses mewujudkan keluarga teladan bagi seluruh manusia, dan hal ini tidak terbantahkan. Beliau memberi perhatian penuh terhadap kebutuhan keluarga dan berperilaku sangat baik terhadap mereka. Dalam hadis disebutkan:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku." (HR. Tirmidzi)
Kebutuhan paling utama dalam membina keluarga adalah menanamkan kecintaan kepada Allah ﷻ. Tanamkan bahwa Allah itu nyata, Dia yang memberi kehidupan, menganugerahi anggota tubuh untuk hidup, dan sanggup memenuhi semua kebutuhan manusia. Maka, sangat pantas jika kita menghamba kepada Allah dan menjadikan-Nya sebagai pusat dalam kehidupan.
Artinya, jika Allah telah diyakini dalam diri seorang pelajar, maka konsekuensinya pelajar tersebut akan berusaha mewujudkan semua yang diperintahkan-Nya. Dampaknya, pelajar akan dengan gembira melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Lalu, yang sangat penting dalam pendidikan keluarga adalah menanamkan kecintaan kepada Rasulullah Muhammad ﷺ. Kecintaan ini harus diawali dari pemahaman bahwa manusia membutuhkan seorang rasul yang membimbing kepada kebenaran. Salah satu bukti kerasulan adalah mukjizat—hal luar biasa yang Allah berikan kepada para rasul.
Mukjizat terbesar Nabi Muhammad ﷺ adalah Al-Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 185 yang menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, juga sebagai penjelas dan pembeda antara yang hak dan batil.
Dengan demikian, pendidikan di keluarga hendaknya difokuskan pada menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Artinya, pelajar mencintai Al-Qur’an (kalam Allah) dan hadis Nabi (perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah ﷺ) dengan sepenuh hati. Dengan begitu, mereka akan terhindar dari kesengsaraan hidup di dunia dan akhirat. Allah memerintahkan agar orang yang beriman menjaga diri dan keluarganya dari api neraka, sebagaimana dalam QS. At-Tahrim: 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim: 6)
Inilah tugas penting yang harus diwujudkan oleh setiap orang yang beriman dalam keluarganya.
2. Rasulullah Mendidik dan Membina Sahabat
Sudah diketahui bahwa Rasulullah ﷺ mendidik para sahabat di rumah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam. Beliau membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, memahamkan isinya, lalu membimbing mereka untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ayat-ayat yang turun di Makkah sebelum hijrah ke Madinah kebanyakan berkaitan dengan aqidah, yaitu rukun iman: iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari kiamat, serta takdir baik dan buruk.
Semua orang bisa menyaksikan bagaimana karakter para sahabat Rasulullah—mereka adalah manusia terbaik sepanjang sejarah. Rasulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
"Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika kita melihat problem seperti anak-anak yang nakal, tidak mau sekolah, suka jajan, balapan motor, dan melawan orang tua, semua itu dapat diatasi dengan metode pendidikan dan pembinaan seperti yang dilakukan Rasulullah ﷺ.
Memang zaman berbeda, namun esensinya sama. Para sahabat sangat bersemangat menuntut ilmu di rumah Arqam. Mereka tidak menjadikan makanan atau kesenangan dunia sebagai tujuan utama, tetapi justru mengejar kecintaan Allah dan Rasul-Nya. Mereka juga sangat berbakti kepada orang tua. Allah ﷻ berfirman:
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku lah kembalimu." (QS. Luqman: 14)
Surat ini turun di Makkah, dan termasuk ayat-ayat yang fokus pada pembentukan pribadi individu yang kokoh aqidahnya.
3. Pendidikan oleh Negara
Jika solusi yang ditawarkan saat ini adalah pendidikan semi militer agar pelajar lebih disiplin dan bertanggung jawab, maka mari kita bandingkan dengan apa yang dilakukan Rasulullah ﷺ dalam membina individu dan masyarakat di Madinah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
"Jika seorang manusia wafat, terputus amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim)
Sebagai kepala negara di Madinah, Rasulullah ﷺ menetapkan kebijakan untuk membina individu yang mampu beramal jariyah, mengamalkan ilmunya, dan menjadi anak saleh yang berbakti kepada orang tua.
Caranya adalah dengan memastikan individu memiliki aqidah yang lurus, ibadah yang benar, pakaian yang sesuai syariat, serta mengonsumsi makanan dan minuman yang halal. Tujuannya adalah melahirkan individu muslim ideal.
Rasulullah ﷺ sebagai pemegang kekuasaan di Madinah menetapkan kebijakan pendidikan berdasarkan wahyu, dengan sistem sanksi bagi pelanggaran yang sesuai dengan Al-Qur’an.
Maka, jika kita ingin berhasil dalam dunia pendidikan, mencontoh model Rasulullah ﷺ adalah suatu keniscayaan. Pendidikan harus berjalan dari level keluarga, lembaga, hingga negara. Dan sistem pendidikan seperti ini hanya akan ada dalam sistem Khilafah—sistem Islam yang menjamin pendidikan merata, berkualitas, dan membentuk pribadi bertakwa.
Hanya dengan Khilafah, segala permasalahan mampu diselesaikan dengan penuh keberkahan.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Oleh: KusumaPendidik