Type Here to Get Search Results !

REFLEKSI AKHIR TAHUN: HARAPAN HANYA PADA ISLAM


Tidak ada kaum yang paling rugi di dunia ini melainkan mereka yang tidak pernah melakukan perenungan atas perjalanan hidup yang telah lalu. Tanpa perenungan, tidak mungkin suatu kaum dapat memperbaiki kesalahan yang telah terjadi, sekaligus meneguhkan kebenaran yang telah diperjuangkan. Bisa jadi mereka akan berada terus dalam status quo. Merasa selalu benar, padahal sebenarnya berada dalam kemungkaran.

Karena itu menjelang lembaran akhir tahun 2023 M, menuju lembaran baru tahun 2024 M, refleksi atas perjalanan umat di negeri ini patut dilakukan. Segala kesalahan patut untuk diakui dan disesali. Jangan malah disangkal, apalagi dicari pembenarannya. Kemudian bersegera kembali ke jalan Allah ﷻ yang telah Dia jamin akan mengantarkan hamba-Nya menuju keberkahan hidup di dunia dan kebahagiaan abadi di akhirat.


Dua Tujuan Refleksi


Refleksi bagi kaum Muslim bukan sekadar merenung. Refleksi harus dibarengi dengan muhâsabah. Allah ﷻ telah memerintahkan setiap Muslim untuk melakukan introspeksi dan perbaikan amal. Yang menjadi patokan evaluasi diri tersebut adalah ajaran Islam, bukan yang lain. Allah ﷻ berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah dia perbuat untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti atas apa yang kalian kerjakan (TQS al-Hasyr [59]: 18).

‘Izzuddin bin Abdissalam rahimahulLâh mengatakan, “Para ulama telah bersepakat tentang kewajiban muhâsabah diri atas amal yang telah lalu dan amal yang akan dilakukan nantinya.

Introspeksi dan koreksi diri harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan teliti agar seorang Muslim meningkat menjadi orang yang bertakwa. Demikianlah nasihat Maimun bin Mahran rahimahulLâh, “Tidaklah seorang hamba menjadi bertakwa sampai dia melakukan muhâsabah atas dirinya lebih keras daripada seorang teman kerja yang pelit, yang membuat perhitungan dengan temannya.

Sekurang-kurangnya ada dua tujuan muhâsabah yaitu: menyadari kesalahan dan kekeliruan dalam amal perbuatan serta bersegera menuju ketaatan pada hukum Allah ﷻ.

Sebagai contoh, apa yang dilakukan Khalifah Utsman bin Affan ra saat ia membatalkan hukuman rajam bagi seorang wanita yang melahirkan dengan usia kehamilan enam bulan dan menolak tuduhan zina. Hal itu Khalifah lakukan setelah diingatkan oleh Ali bin Abi Thalib ra. akan kekeliruan pendapat yang beliau ambil, bahwa memang usia minimal melahirkan adalah setelah kehamilan enam bulan sebagaimana tercantum dalam QS al-Ahqaf ayat 15 dan QS al-Baqarah ayat 233.

Karena itu di antara ciri orang yang bertakwa adalah senang jika ditunjukkan kesalahan dan kekeliruannya. Dengan begitu dia bisa segera memperbaiki diri. Umar ra. pernah menyatakan, “Semoga Allah merahmati orang yang menunjuki kita kekurangan-kekurangan kita.


Rapor Merah Bangsa


Sepanjang tahun 2023, banyak persoalan bangsa yang tidak tuntas. Masalah malah makin bertambah. Di bidang sosial, misalnya, angka perceraian dan KDRT semakin meningkat. Komnas Perempuan melaporkan kekerasan terhadap perempuan sebanyak 17 kasus/hari. Ada kasus seorang istri tewas digorok oleh suaminya sendiri di depan anak-anak mereka. Padahal korban sudah pernah melapor kepada aparat keamanan. Namun, ia justru tidak mendapatkan perlindungan.

Rakyat juga terjerat kemiskinan dan utang, terutama pinjol (pinjaman online). Survey Populix pada tahun 2023 menyebutkan 65% warga terjerat pinjol. Tragisnya ada 25 kasus warga bunuh diri akibat tercekik pinjol. Awal bulan ini di Malang, Jawa Timur, satu keluarga terdiri dari suami, istri dan seorang anak perempuan melakukan bunuh diri bersama akibat jeratan utang.

Di bidang ekonomi, ternyata kekayaan alam negeri ini tidak menjamin rakyatnya sehat dan sejahtera. Masih banyak kasus kekurangan gizi dan stunting di tanah air. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebut ada 21 juta warga Indonesia yang kekurangan gizi dan 21,6 persen anak mengalami stunting. Lebih menyedihkan lagi, sejak Oktober hingga November lalu dilaporkan ada 23 orang di Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, meninggal dunia akibat kelaparan.

Kekayaan negeri ini juga hanya dinikmati oleh segelintir orang. Kesenjangan sosial semakin dalam dan lebar. Data BPS menunjukkan pada Maret 2023 gini ratio sebesar 0,388. Ada tiga orang Indonesia yang masuk jajaran 100 terkaya di dunia. Namun, jumlah orang miskin hampir 26 juta orang. Bank Dunia sejak sepuluh tahun lalu melaporkan sepuluh persen orang Indonesia terkaya menguasai sekitar 77% dari seluruh kekayaan di negeri ini. Satu persen di antara mereka menguasai separuh harta yang ada.

Lebih ironi lagi, Indonesia malah makin tercekik utang. Akhir tahun ini utang Pemerintah mencetak rekor terbesar sepanjang sejarah bangsa. Tembus Rp 8.041,01 triliun. Di sisi lain, pembangunan yang ada justru makin menghadirkan ketidakadilan bagi rakyat dan lebih berpihak kepada oligarki. Mantan Wapres Jusuf Kalla menilai program hilirisasi pertambangan hanya menguntungkan asing dan aseng. Pasalnya, pabrik pengolahan dan tambang nikel 90 persen dikuasai asing.

Di sektor batubara, para konglomerat tambang batubara dimanjakan Pemerintah dengan kebijakan royalti nol persen. Artinya, mereka tidak perlu membayar royalti kepada Pemerintah. Keputusan ini mempertegas keberpihakan Pemerintah kepada pengusaha besar pertambangan batubara. Di tengah naiknya harga batubara, mereka semakin kaya tanpa perlu membayar royalti kepada negara.

Anehnya, Pemerintah tetap ngotot dengan proyek prestisius yang tidak menguntungkan rakyat, seperti IKN dan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Pembangunan IKN akan menghabiskan dana 524,7 triliun. Ini setara dengan membangun 10 kota. Pembangunan KCJB menelan biaya total sekitar US$7,27 miliar atau setara dengan Rp 112 triliun. Ekonom Faisal Basri memperkirakan proyek KCJB baru bisa balik modal setelah 139 tahun! Padahal KCJB tidaklah dinikmati semua rakyat Indonesia.

Keadaan ini makin diperburuk dengan korupsi yang tidak mati-mati, dan melibatkan para pejabat tinggi. Ada dua menteri dan satu wakil menteri di pemerintahan Jokowi yang kembali terjerat kasus korupsi: Menkominfo Johnny G Plate, Mentan Sahrul Yasin Limpo dan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej. Berarti sudah enam menteri Jokowi tersandung kasus korupsi. Lebih tragis lagi, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri malah ditetapkan oleh Kepolisian sebagai tersangka korupsi dalam kasus pemerasan terhadap mantan Mentan Sahrul Yasin Limpo.

Di bidang politik dan pemerintahan, dugaan penyimpangan kekuasaan semakin menjadi-jadi. Pemerintah malah lestarikan politik dinasti. Mahkamah Konstitusi secara kontroversial mengubah batas usia capres-cawapres dalam UU Pemilu sehingga meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran, menjadi cawapres dalam Pilpres 2024. MK kala itu dipimpin oleh Anwar Usman yang merupakan adik ipar Presiden Jokowi.


Mencari Solusi


Sesungguhnya akar persoalan bangsa dan negara ini bukanlah semata karena faktor individu, yaitu pemimpin/pejabat yang tidak amanah dan tidak shiddiq. Tidak sedikit orang yang jujur dan benar justru tersingkir dari kekuasaan. Akar persoalan yang dihadapi umat adalah persoalan ideologis, yakni penerapan akidah sekularisme yang melahirkan sistem yang rusak, yakni kapitalisme dan demokrasi.

Tanda negeri ini sekuler adalah menuduh orang atau kelompok yang memperjuangkan Islam secara politik sebagai pengusung politik identitas. Mereka bahkan dilabeli sebagai kaum radikal. Muncul seruan kebencian terhadap syariah Islam dan kewajiban penegakan Khilafah. Bahkan penerapan syariah Islam dituduh sebagai ancaman bagi kehidupan bangsa. Padahal biang kerusakan hari ini adalah sekularisme dan kapitalisme-demokrasi.

Sekularisme menghapuskan aturan halal-haram. Semua diukur dengan kepentingan dan kemanfaatan. Itulah sebabnya belum ada pelarangan dan sanksi bagi kaum LGBT, seks di luar nikah boleh dengan alasan consent, dsb.

Sistem kapitalisme dan demokrasi membuka pintu lebar bagi kaum kapitalis untuk melobi eksekutif dan legislatif agar dibuat peraturan yang menguntungkan mereka, seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba dan UU Omnibus Law Kesehatan. Atinya, aturan dibuat bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan oligarki. Demokrasi yang katanya menjamin kedaulatan di tangan rakyat adalah mitos dan isapan jempol belaka. Pantas jika kerusakan demi kerusakan terus terjadi. Demikian seperti difirmankan Allah ﷻ:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS ar-Rum [30]: 41).

Wahai kaum Muslim! Sadarilah, selama kita tidak melepaskan diri dari sistem rusak ini, maka upaya keluar dari persoalan bangsa seperti orang yang berputar-putar dalam lingkaran tanpa jalan keluar. Tidak ada solusi yang bisa menyelamatkan umat dan negeri ini melainkan dengan menjadikan Islam sebagai akidah umat dan menjalankan syariah Islam secara kâffah di bawah naungan Khilafah Islamiyah.


Hikmah:

Imam Malik bin Anas rahimahulLâh berkata:

لَنْ يُصْلِحَ آخِرَ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا
Tidak akan bisa memperbaiki kondisi umat akhir zaman ini kecuali apa yang telah memperbaiki kondisi generasi awalnya. (Imam at-Tirmidzi, Adhwâ’ al-Bayân [Mukhtashar asy-Syamâ-il Muhammadiyyah], 2/282).

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Kaffah Edisi 325

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.