Type Here to Get Search Results !

PUJIAN


Oleh: Rita Mutiara

"Orang yang paling aku sukai adalah orang yang menunjukkan kekuranganku." (As-Suyuthi, 2007M/1328 H: 138)

Inilah perkataan yang diungkapkan umar bin khattab, seorang pemimpin yang tidak terlena sanjungan malah dia lebih suka menerima kritikan. Pemimpin yang seharusnya menjadi panutan. Ia melaksanakan ajaran Rasulullah ﷺ, tidak suka pada bawahan yang kerap memuji untuk cari muka. Sosok para sahabat Nabi yang seharusnya menjadi patokan karena mereka disebutkan oleh Rasululloh ﷺ sebagai ahli surga.

Bagaimana sebenarnya Al-Qur'an menerangkan tentang pujian? Al-Qur'an dan As-sunnah merinci tentang pujian yang pada dasarnya semua pujian tersebut akan kembali kepada Allah ﷻ. Oleh karena itu dianjurkan untuk sering mengucap puji dan syukur kepada Allah ﷻ.

Berikut 4 macam pujian dalam Islam:

Pertama, Pujian Allah  terhadap diri-Nya (Qodim ala qodim)
اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ
Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha: 14).

Kedua, Pujian Allah  bagi makhluk-Nya (Qodim ala hadits)
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Artinya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar di atas akhlak yang agung.” (QS Al-Qolam: 4).

Ketiga, Pujian makhluk kepada Allah  (Hadits ala qodim)
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
Artinya: “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,” (QS Al-Fatihah: 2).

Keempat, Pujian makhluk kepada makhluk lainnya (Hadits ala hadits)
جَزَا كَ الله
Artinya: “Semoga Allah Membalasmu…

Rasulullah ﷺ mengajarkan memuji manusia, ketika diberi kebaikan dengan ucapan jazakallah khair (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan). Pujian ini semata-mata dimaksudkan untuk mendoakan.

Al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan, ketika manusia mengucapkan alhamdulillah, berarti ia memuji Allah ﷻ. Lafadz hamdu merupakan pujian yang dilontarkan atas perbuatan baik yang keluar dari pelakunya tanpa paksaan. Alhamdulillah adalah ungkapan rasa syukur.

Seorang hamba yang merasa diberi nikmat dan keberuntungan oleh Allah ﷻ.

Bila orang tidak pernah memuji Allah ﷻ, maka Ia adalah orang yang tidak bersyukur kepada Allah ﷻ padahal manusia telah diberikan Allah ﷻ segala kenikmatan dalam hidup. Manusia tidak boleh merasa dirinya pantas untuk dipuji. Justru seharusnya seluruh makhluk memuji Allah ﷻ karena hanya Dialah yang pantas dipuji.

Adakalanya pujian membuat orang lupa diri, padahal sebenarnya belum tentu apa yang ada pada diri kita sesuai dengan persangkaan oleh banyak orang.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّ رَجُلًا ذُكِرَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَثْنَى عَلَيْهِ رَجُلٌ خَيْرًا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” وَيْحَكَ، قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ – يَقُولُهُ مِرَارًا – إِنْ كَانَ أَحَدُكُمْ مَادِحًا لاَ مَحَالَةَ فَلْيَقُلْ: أَحْسِبُ كَذَا وَكَذَا، إِنْ كَانَ يُرَى أَنَّهُ كَذَلِكَ، وَحَسِيبُهُ اللَّهُ، وَلاَ يُزَكِّي عَلَى اللَّهِ أَحَدًا”
“Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari bapaknya: Ada seseorang berada di dekat Nabi shalallahu’alaihi wa sallam. Lalu ada orang lain yang memuji-muji orang tersebut, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celaka engkau! Engkau telah menebas leher kawanmu.” – Nabi mengulang kata tersebut berulang kali – Jika kamu mau memuji, dan itu harus memuji, maka katakan, “Aku sangka (aku kira) dia demikian dan demikian” jika dia menyangka kawannya memang seperti itu, “dan yang mengetahui pasti adalah Allah, dan aku tidak mau memastikan (keadaan) seseorang di sisi Allah.” (HR. Bukhari no. 6061 dan Muslim no. 3000)

Dalam hadits tersebut, Rasulullah ﷺ menjelasan, ujub dapat disebabkan pujian yang berlebihan. Jika pada saat seseorang memuji orang lain di hadapannya, dan menyebabkan orang yang dipuji tersebut merasa bangga dengan amalannya, maka hal ini dimakruhkan. Adapun pujian kepada seseorang yang orangnya tidak ada di tempat itu, maka hal tersebut adalah sanjungan yang baik.

Ada beberapa hadis yang membolehkan dan ada pula hadis yang melarang. Para ulama berkata, "cara mengakomodasi beberapa hadis tersebut dalam praktiknya adalah bila orang yang dipuji sempurna keimanannya, keyakinannya bagus, dan pengetahuannya sempurna, sekira-kira tidak ada fitnah dan lalai bila dipuji dan hatinya juga tidak goyah, maka memuji tidak haram dan tidak pula makruh. Kalau dikhawatirkan hal seperti itu akan terjadi, sangat dimakruhkan memujinya."

Imam An Nawawi menyatakan memuji merupakan perbuatan yang tidak dilarang, namun selama tidak mendatangkan mudharat. Contohnya, orang yang kita puji tidak berubah menjadi riya ataupun imannya tidak tergoyahkan.

Tetapi apabila yang terjadi sebaliknya, maka kita tidak dianjurkan memuji orang bersangkutan

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.