Type Here to Get Search Results !

NEGARA WAJIB MELAYANI RAKYATNYA


Dugaan mark up proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) Whoosh mulai diungkap. Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan proyek KCJB mengalami mark up hingga tiga kali lipat.

Itu harus diperiksa. Uangnya lari ke mana. Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar AS, tetapi di Cina sendiri hitungannya 17–18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” ujar Mahfud dalam video yang diunggah di kanal YouTube Mahfud MD Official, dikutip Jumat (17/10/2025).

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan juga menyebut kuatnya dugaan korupsi dalam pengadaan KCJB yang bisa mencapai 40–50 persen. Ia pun mendesak KPK untuk segera mengusut hal ini.

Sementara itu, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, yang terlibat dalam pembangunan proyek KCJB selaku Menko Perekonomian, akhirnya mengakui proyek itu memang bermasalah. Ia mengatakan “barang” itu sudah busuk sejak awal. Masalahnya, jika sejak awal tahu itu busuk, mengapa dilanjutkan?


Sarat Keganjilan


Proyek KCJB ini memang janggal sejak awal. Harganya jelas amat mahal karena diduga di-mark up. Apalagi jika dibandingkan dengan Arab Saudi, yang akhir-akhir ini dikabarkan akan membangun proyek kereta cepat Riyadh–Jeddah sepanjang 1.500 km dengan biaya sekitar Rp116 triliun. Bandingkan dengan rute Whoosh yang hanya 140 km, tetapi menelan biaya Rp120 triliun.

Hal ganjil lainnya, Pemerintah Indonesia lebih memilih proposal dari Cina ketimbang Jepang. Padahal, Pemerintah Jepang sempat mengajukan proposal pembangunan kereta cepat dengan biaya yang jauh lebih rendah. Jepang pun menawarkan bunga 20 kali lebih rendah ketimbang Cina: Jepang menawarkan bunga 0,1 persen per tahun, sedangkan Cina menawarkan 2 persen per tahun. Khusus utang untuk cost overrun, bunga yang ditetapkan CDB bahkan lebih tinggi, yakni 3,4 persen per tahun.

Akibat mahalnya biaya proyek tersebut, kini PT KAI mengeluhkan kerugian yang dialami. Total utang proyek KCJB saat ini telah mencapai USD 7,2 miliar atau setara Rp116 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 75 persen berasal dari pinjaman CDB dengan bunga berkisar 3,5–4 persen. Beban bunganya saja mencapai sekitar Rp2 triliun per tahun.

Ironisnya, target penumpang KCJB ini belum tercapai. Dari target 30 ribu penumpang per hari, tingkat okupansi Whoosh hanya di atas 50 persen atau sekitar 60–70 persen pada hari kerja. Jumlah itu masih belum mencapai target yang diharapkan. Tentu ini menambah beban pembayaran utang serta menambah kerugian bagi negara.


Demi Melayani Rakyat?


Di tengah gencarnya dugaan korupsi proyek KCJB, mantan Presiden Joko Widodo membela diri. Ia menyatakan proyek tersebut dirancang sebagai solusi jangka panjang atas kemacetan kronis di kawasan metropolitan. Jadi, katanya, KCJB bukan demi mengejar keuntungan finansial, tetapi demi “investasi sosial”.

Padahal, faktanya, hanya sedikit rakyat yang dapat menggunakan KCJB karena tarifnya mahal. Di sisi lain, pada akhirnya seluruh rakyatlah yang harus menanggung utang ratusan triliun rupiah dan bunganya hingga Rp2 triliun per tahun akibat proyek KCJB ini. Lagi pula, jika memang tujuannya untuk melayani kebutuhan transportasi rakyat, mengapa pemerintah tidak memperbanyak transportasi massal yang murah dan berkualitas?

Faktanya pula, pada waktu itu pemerintahan Jokowi menyatakan bahwa KCJB ini murni B to B (business to business), tanpa melibatkan APBN. Artinya, proyek Whoosh ini adalah murni bisnis antara BUMN dan perusahaan asing dari Cina, yakni China Development Bank. Celakanya, pihak swasta asing itulah yang pasti untung, sementara kita buntung, terutama karena pembayaran utang beserta bunganya kini dibebankan kepada APBN.


Wajib Melayani Rakyat


Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), melayani kebutuhan rakyat adalah salah satu kewajiban penguasa (khalifah). Rasulullah ﷺ bersabda:

فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
Amir (penguasa) yang mengurus banyak orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.” (Muttafaq ‘alayh)

Dalam Syarh Sunan Abî Dâwûd disebutkan:


Hadis ini dicantumkan dalam bab ini dengan judul Bab Tentang Kewajiban Imam (Penguasa) atas Rakyatnya. Maksudnya adalah kewajiban seorang pemimpin atau penguasa atas rakyat yang ia pimpin, yakni hak-hak yang harus ia tunaikan kepada mereka. Tujuannya adalah agar sang pemimpin melakukan hal-hal yang membawa kemaslahatan dan mendatangkan kebaikan bagi rakyatnya, menolak bahaya dari mereka, serta menegakkan urusan agama dan dunia mereka…” (Abdul Muhsin bin Hamad bin Abdul Muhsin, Syarh Sunan Abî Dâwûd, 3/345, Maktabah Syamilah).

Pelayanan terhadap rakyat mencakup jaminan pemenuhan kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, dan papan (perumahan). Negara wajib menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya agar mereka dapat mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidupnya, dari kebutuhan asasiyah (primer) hingga kamaliyah (sekunder–tersier). Negara juga harus memastikan pemenuhan kebutuhan tersebut bagi warga yang tidak mampu.

Negara berkewajiban pula memenuhi layanan pendidikan, kesehatan, keamanan, serta sarana-sarana umum yang dibutuhkan rakyat, termasuk membangun jalan raya dan sarana transportasi publik.


Prinsip Pelayanan Publik dalam Islam


Ada beberapa karakter layanan publik yang harus disediakan negara sesuai ketentuan syariah Islam:
  • Egaliter — Pelayanan publik berlaku tanpa membedakan agama atau status sosial. Siapa pun yang menjadi warga negara berhak mendapatkan pelayanan dari negara.
  • Nonkomersial — Negara melayani rakyat bukan untuk mencari keuntungan. Pelayanan seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, dan infrastruktur diberikan cuma-cuma. Negara haram mengomersialkan pelayanan publik seperti jalan tol, kesehatan, atau pendidikan.
  • Bersifat riil dan dibutuhkan rakyat — Proyek infrastruktur harus bermanfaat langsung bagi masyarakat, bukan sekadar pencitraan. Banyak proyek di era pemerintahan Jokowi, seperti pembangunan IKN, bandara Kertajati, dan KCJB, justru tidak memberi manfaat signifikan bagi rakyat dan malah membebani keuangan negara.
  • Sumber pembiayaan halal — Pembiayaan pelayanan publik harus berasal dari sumber syariah, seperti keuntungan pengelolaan kepemilikan umum (tambang, hutan, energi). Negara haram mengambil pinjaman ribawi seperti dalam kasus KCJB.

Mantan Menkopolhukam Mahfud MD pernah menyatakan, jika korupsi di sektor pertambangan bisa diberantas, setiap rakyat Indonesia bisa mendapat jatah Rp20 juta per bulan dari negara. Artinya, kekayaan alam Indonesia sebenarnya cukup untuk menyejahterakan rakyat tanpa utang ribawi.


Berantas Korupsi!


Islam mewajibkan para penyelenggara negara menegakkan kejujuran dan amanah dalam melayani rakyat. Aparat dan pejabat negara haram mengambil keuntungan pribadi atau kelompoknya. Allah SWT berfirman:

وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۚ
Siapa saja yang berbuat curang dalam suatu urusan, maka pada Hari Kiamat ia akan datang membawa kecurangannya itu.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 161)

Nabi ﷺ juga bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
Tidaklah mati seorang hamba yang Allah minta untuk mengurus rakyat, sedangkan dia dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Faktanya, banyak proyek pembangunan di Indonesia menjadi bancakan pejabat. Menurut mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, mark up yang dilakukan BUMN pada proyek infrastruktur mencapai 30 persen. Korupsi ini sering dilakukan untuk keuntungan pribadi maupun kepentingan politik, sebuah konsekuensi dari sistem demokrasi yang mahal ongkosnya.

Jelas, sistem politik demokrasi telah menciptakan kerusakan, melahirkan pejabat korup, dan menyengsarakan rakyat. Maka, mengapa umat tak kunjung sadar dan kembali pada sistem kehidupan yang diatur oleh syariah Islam yang dijamin kemuliaannya oleh Allah ﷻ?


Hikmah:

Rasulullah ﷺ bersabda:

لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرْفَعُ لَهُ بِقَدْرِ غَدْرِهِ، أَلَا وَلَا غَادِرَ أَعْظَمُ غَدْرًا مِنْ أَمِيرِ عَامَّةٍ
Pada Hari Kiamat, setiap pengkhianat akan membawa bendera yang dikibarkan tinggi sesuai kadar pengkhianatannya. Ketahuilah, tidak ada pengkhianat yang lebih besar daripada seorang penguasa yang mengkhianati rakyatnya.” (HR. Muslim)

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Kaffah Edisi 417

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.