Type Here to Get Search Results !

MEMBEBASKAN PALESTINA, MENGAKHIRI PENGKHIANATAN PARA PENGUASA


Gaza masih terus dirundung duka. Penduduknya masih terus diancam genosida. Mereka makin lemah tak berdaya. Per 15–16 Juni 2025, korban tewas di Gaza akibat genosida Zionis Yahudi telah mencapai sekitar 55.362 jiwa, dengan lebih dari 128.741 orang terluka sejak Oktober 2023. Sebagian besar korban adalah perempuan, anak-anak dan warga sipil tak berdosa. Lebih dari 92% rumah serta infrastruktur publik hancur-lebur dan rata dengan tanah.


Wajib Bersatu Membebaskan Palestina


Allah ﷻ berfirman:

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ
Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian (TQS al-Baqarah [2]: 190).

Berdasarkan ayat di atas, jihad fi sabilillah adalah fardu ‘ain saat negeri kaum Muslim diserang atau dijajah, seperti Gaza dan Palestina hari ini. Para Sahabat Nabi ﷺ telah berijmak atas kewajiban kaum Muslim secara bersama-sama untuk memerangi dan mengusir musuh-musuh mereka yang menyerang dan menjajah negeri mereka.

Para ulama pun menegaskan demikian. Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi (620 H), misalnya, menyatakan bahwa jika kaum kafir menduduki suatu negeri kaum Muslim maka wajib atas penduduk negeri itu untuk memerangi kaum kafir tersebut. Jika mereka tidak mampu maka kewajiban itu meluas kepada kaum Muslim yang ada di negeri sekitarnya (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 9/228).

Imam an-Nawawi (676 H) juga menyatakan bahwa jika kaum kafir menguasai sebagian negeri kaum Muslim maka wajib atas seluruh kaum Muslim untuk mengorbankan jiwa demi membebaskan negeri mereka itu (An-Nawawi, Ar-Rawdhah, 10/216).

Imam al-Mawardī (450 H) pun menyatakan bahwa termasuk kewajiban dari kepemimpinan (Khilafah) adalah menjaga benteng umat, membela kehormatan kaum Muslim dan berjihad melawan musuh (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 27).


Kendala ‘Ashabiyah


Namun demikian, di tengah tragedi kemanusiaan yang mengguncang Bumi Palestina, Dunia Islam kembali diuji: adakah rasa satu tubuh dalam jiwa umat ini? Ataukah benih-benih ‘ashabiyah (fanatisme kesukuan/kebangsaan dan nation-state [negara-bangsa]) telah begitu mengakar hingga derita saudara seiman diabaikan hanya karena mereka dianggap "bukan bagian dari bangsa atau negara kita"? Pertanyaan ini mengiris nurani. Apalagi ketika kita menyaksikan sikap dingin para penguasa negeri-negeri Arab yang berbatasan langsung dengan Gaza, seperti Mesir, dalam menghadapi pembantaian terhadap rakyat Palestina.
Fakta ini memperlihatkan betapa buruknya dampak ‘ashabiyah (fanatisme kesukuan/kebangsaan dan nation-state [negara-bangsa]). Padahal Islam memandang ‘ashabiyah sebagai penyakit bawaan yang diwariskan dari era jahiliah. Ini karena ‘ashabiyah bukan sekadar cinta kepada suku/bangsa sendiri. Lebih dari itu, ‘ashabiyah adalah fanatisme buta yang menutup mata dari kebenaran dan keadilan.

Islam mengecam keras segala bentuk fanatisme ‘ashabiyah (kebangsaan/kesukuan). Nabi Muhammad ﷺ tegas menyatakan:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى الْعَصَبِيَّةِ، وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى الْعَصَبِيَّةِ، وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى الْعَصَبِيَّةِ
Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerukan ‘ashabiyah. Bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena ‘ashabiyah. Bukan termasuk golongan kami orang yang mati di atas ‘ashabiyah (HR Abu Dawud).

Bahkan Rasulullah ﷺ menggambarkan orang yang terjerat ‘ashabiyah sebagai orang yang menghidupkan kembali semangat jahiliah:

دَعُوهَا فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ
Tinggalkanlah ‘ashabiyah itu karena sungguh ‘ashabiyah itu bau busuk (menjijikkan)! (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dalam konteks modern, ‘ashabiyah menjelma dalam bentuk paham nasionalisme dan sistem nation-state (negara-bangsa). Nasionalisme dan nation-state menuntut loyalitas penuh hanya pada bangsa, tanah air dan negaranya saja. Bahkan loyalitas tersebut di atas ikatan Aqidah Islam.

Karena itu Islam datang untuk menghapus ‘ashabiyah dan mengganti ikatan ini dengan ikatan Aqidah Islam sebagai dasar satu-satunya persatuan dan loyalitas umat. Sebabnya, ‘ashabiyah jelas bertentangan dengan firman Allah ﷻ yang memerintahkan kaum Muslim untuk bersatu atas dasar iman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara (TQS al-Hujurat [49]: 10).

Apalagi Allah ﷻ pun telah menegaskan bahwa kaum Muslim adalah satu umat:

إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
Sungguh umat kalian ini adalah umat yang satu... (TQS al-Anbiya’ [21]: 92).

Namun sayang, saat sistem nation-state (negara-bangsa) ditegakkan di atas reruntuhan Khilafah Islamiyah pada 1924, umat Islam terpecah ke dalam lebih dari 50 negara. Batas-batas buatan penjajah ini (seperti Perjanjian Sykes-Picot) menjadikan umat saling terpisah secara politis dan emosional. Derita Palestina, Suriah, Rohingya, Kashmir, Uyghur, dan lainnya kini dipandang sebagai "urusan dalam negeri" masing-masing negara. ‘Ashabiyah dan batas-batas negara menjadikan umat (terutama para penguasa mereka) kehilangan rasa tanggung jawab terhadap saudara mereka. Padahal menolong Muslim yang tertindas adalah kewajiban:

وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ
Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama maka kalian wajib menolong mereka (TQS al-Anfal [8]: 72).


Para Penguasa Culas


Tragedi kemanusiaan di Gaza dan seluruh Palestina bukan hanya menyisakan darah dan air mata, tetapi juga menyingkap tabir kemunafikan, pengkhianatan dan keculasan para penguasa negeri-negeri Muslim, khususnya para penguasa Arab. Di tengah suara ratapan dan jeritan rakyat Palestina yang dibantai dengan senjata buatan Amerika dan uang pajak Barat, sebagian besar pemimpin Muslim dan Arab justru bungkam dan menghindar. Bahkan sebagian mereka menghalangi upaya umat Islam yang ingin membela saudara mereka di tanah suci al-Quds. Mereka ini secara tidak langsung bersekutu dengan penjajah Zionis Yahudi dengan menghalangi pembelaan terhadap rakyat Palestina.

Rezim-rezim culas di negeri-negeri Muslim, terutama di kawasan Arab, telah menjadi bagian dari masalah. Alih-alih menjadi perisai bagi umat, mereka justru menjadi tembok penghalang pembebasan Palestina. Negara-negara seperti Mesir, Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan yang lainnya bahkan menormalisasi hubungan dengan Israel. Mereka lalu bersikap netral di tengah genosida brutal. Khususnya Mesir, rezimnya menutup pintu Rafah. Padahal Rafah adalah satu-satunya gerbang dari Gaza ke luar dunia Arab. Ketika rakyat Mesir dan Dunia Islam ingin membantu, rezim Mesir justru menangkapi para demonstran, melabeli mereka dengan tuduhan "teroris", dan memadamkan semangat jihad umat demi membela saudara-saudara mereka.

Islam secara tegas mengecam para penguasa yang zalim, culas dan khianat ini. Mereka sama sekali enggan menolong kaum Muslim yang terzalimi. Mereka ini hakikatnya adalah para pengkhianat besar. Mereka berada di bawah ancaman laknat dan azab Allah ﷻ:

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ
Janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zalim, lalu kalian nanti akan disentuh api neraka (TQS Hud [11]: 113).

Nabi ﷺ juga tegas menyatakan:

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ، فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ
Sungguh jika manusia melihat seorang zalim, lalu mereka tidak mencegah tangannya, Allah nyaris akan menimpakan azab-Nya kepada mereka semuanya (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Artinya, membiarkan kezaliman tanpa usaha menolak atau menghalangi kezaliman tersebut akan mengundang azab yang menimpa semua orang. Karena itulah Ibn Hajar al-Haitami dalam Az-Zawâjir ‘an Iqtirâf al-Kabâ’ir menyebut bahwa termasuk dosa besar adalah diamnya para penguasa dari kewajiban menolong orang yang terzalimi.

Bagaimana tidak? Di Palestina, kaum Muslim (termasuk anak-anak dan wanita) dibom, dijatuhi rudal, dilaparkan dan dibantai. Namun, para penguasa negeri Muslim (yang sebenarnya bisa menggerakkan kekuatan militer untuk membebaskan Palestina) memilih duduk nyaman. Mereka hanya membuat pernyataan kosong atau bahkan menyalahkan pejuang Palestina.

Apalagi penguasa yang bukan hanya pasif, tetapi juga menghalangi bantuan dan pembelaan terhadap Palestina, seperti menutup perbatasan Rafah, menangkap para aktivis pro-Palestina, atau membatasi penggalangan dana dan logistik jihad. Mereka sejatinya telah bersekutu secara tidak langsung dengan penjajah Zionis.

Dalam Islam, sikap mereka termasuk dalam pengkhianatan besar terhadap umat. Dalam hal ini Rasulullah ﷺ telah mengingatkan:

مَنْ أُذِلَّ عِنْدَهُ مُؤْمِنٌ وَلَمْ يَنْصُرْهُ، وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَى أَنْ يَنْصُرَهُ، أَذَلَّهُ اللَّهُ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Siapa saja yang menyaksikan seorang Mukmin dihinakan di hadapannya, sementara dia mampu menolong Mukmin tersebut, tetapi dia tidak menolong dirinya, maka Allah akan menghinakan dia di hadapan seluruh makhluk-Nya pada Hari Kiamat (HR al-Hakim dan ath-Thabarani).

Umat Islam harus sadar bahwa para penguasa Muslim saat ini tidak menjalankan fungsinya sebagai junnah (perisai) umat sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Sungguh Imam (Khalifah) adalah perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengan dirinya (HR Muslim).

Karena itu solusi hakiki bukan sekadar mengutuk para penguasa khianat dan culas ini, tetapi mengganti sistem kufur nation-state yang melahirkan mereka, dan menegakkan kembali Khilafah ‘alâ minhâj an-nubuwwah. Khilafahlah yang akan mengonsolidasikan seluruh kekuatan dalam satu kepemimpinan yang benar-benar akan membela agama dan umat, khususnya saudara-saudara kita di Palestina yang sudah lama tertindas.


Hikmah:

Allah ﷻ berfirman:

وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا
Apa alasan kalian tidak berperang di jalan Allah dan membela orang-orang yang tertindas dari kalangan laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berdoa, “Duhai Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang penduduknya zalim, dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.” (TQS an-Nisa’ [4]: 75).

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Kaffah Edisi 398

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.