Type Here to Get Search Results !

CARA ISLAM MEMBASMI MAFIA PERADILAN


Mantan Menko Pulhukam Mahfud MD pernah menyatakan bahwa korupsi saat ini telah meluas ke berbagai sektor, termasuk peradilan, yang ia sebut “jorok” karena praktik jual-beli putusan. Ini mencerminkan kerusakan moral dan sistemik di lembaga peradilan. “Sekarang kasus korupsi yang dibawa ke pengadilan itu menjadi korupsi baru,” ujar Mahfud sebagaimana dikutip dari kanal Youtube-nya (Kompas.com, 20/4/2025).

Menurut laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang diterbitkan pada 16 April 2025, sebanyak 29 hakim terjerat kasus suap dan gratifikasi dari tahun 2011 hingga 2024, dengan total nilai suap mencapai Rp 107,9 miliar. Kasus terbaru melibatkan empat hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka diduga menerima suap Rp 60 miliar untuk memuluskan vonis bebas bagi tiga korporasi besar di sektor kelapa sawit. ICW menegaskan bahwa praktik ini menunjukkan adanya “mafia peradilan” yang semakin menguat. “Praktik jual-beli vonis untuk merekayasa putusan berada pada kondisi kronis,” tulis ICW (Kompas.com, 20/4/2025).

Karena itu, saking geramnya dengan para hakim yang korup, mantan Ketua MK Jimly Ashiddiqie menegaskan. “Di Twitter saya itu bilang. Pantas hakim ini dihukum mati. Matinya sampai tiga kali bila perlu,” tuturnya (Kompas.com, 17/4/2025).


Solusi Pragmatis


Di tengah maraknya kasus korupsi yang melibatkan para hakim, Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa kesempatan mengutarakan keinginannya untuk menaikkan kesejahteraan para hakim. Tujuannya supaya mereka bisa bertindak jujur dan tidak tergiur melakukan korupsi. Menaikkan gaji hakim sejatinya juga merupakan janji kampanye Prabowo saat masa kampanye Pilpres 2024. Prabowo, yang saat itu menjadi capres nomor urut 2, menyebut gaji yang tinggi sangat berkorelasi dengan tingkat kejujuran. Ini bisa menjadi solusi mengatasi tingginya praktik korupsi di Indonesia. Dengan penghasilan yang mencukupi, menurut keyakinan Prabowo, ASN dan pejabat di negeri ini enggan melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) (Kompas.com, 15/4/2025).

Di sisi lain, terkait dorongan berbagai pihak agar dilakukan perampasan aset para koruptor, Prabowo menyatakan bahwa hal itu harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menyengsarakan keluarga pelaku, seperti anak dan istri yang tidak terlibat. Ia berpendapat bahwa aset pejabat yang terlibat korupsi, yang dia miliki sebelum menjabat, tidak seharusnya disita. Namun, ICW menilai sikap ini salah sasaran. Pasalnya, keluarga koruptor sering terlibat atau menikmati hasil korupsi. ICW mencatat bahwa dari 2015 hingga 2023, 44% tersangka korupsi melibatkan anggota keluarga.


Kedudukan Hakim dalam Islam


Islam memuliakan profesi hakim (al-qâdhi). Namun demikian, Islam juga memperingatkan dengan keras bahayanya hakim jika menyimpang.

Dalam Islam hakim berkewajiban untuk selalu mengadili manusia hanya dengan hukum-hukum Allah ﷻ. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ yang menyatakan:

وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ
Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan (TQS al-Maidah [5]: 49).

Dengan bersandarkan pada hukum Allah ﷻ, para hakim diperintahkan untuk memutuskan hukum di tengah-tengah manusia secara adil. Demikian sebagaimana firman-Nya:

وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْل
Jika kalian menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kalian menetapkan hukum itu dengan adil (TQS an-Nisa’ [4]: 58).

Sebaliknya, para hakim haram menetapkan keputusan hukum secara zalim. Pertanyaannya: Kapan seorang hakim bisa disebut zalim? Tidak lain saat dia tidak memutuskan hukum dengan hukum-hukum Allah ﷻ. Hal ini berlaku juga bagi penguasa yang tidak berhukum dengan hukum-hukum-Nya. Demikian sebagaimana yang Allah ﷻ tegaskan:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Siapa saja yang tidak memutuskan hukum dengan wahyu yang telah Allah turunkan maka mereka itulah kaum yang zalim (TQS al-Maidah [5]: 45).

Karena itu dalam sistem peradilan sekuler saat ini, yang tidak mengacu pada hukum-hukum Allah ﷻ (Hukum Islam), semua hakim termasuk para penguasanya berpotensi melakukan kezaliman. Kata Syaikh asy-Sya’rawi, ini menunjukkan betapa urgennya berhukum dengan hukum Allah (Asy-Sya’rawi, Tafsîr asy-Sya’râwi, hlm. 115).

Bagi para hakim yang melakukan kezaliman tentu ada ancaman di akhirat. Rasulullah ﷺ bersabda:

الْقُضَاةُ ثَلاَثَةٌ وَاحِدٌ فِى الْجَنَّةِ وَاثْنَانِ فِى النَّارِ. فَأَمَّا الَّذِى فِى الْجَنَّةِ فَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ، وَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَجَارَ فِى الْحُكْمِ فَهُوَ فِى النَّارِ، وَرَجُلٌ قَضَى لِلنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِى النَّارِ
Para hakim itu ada tiga golongan: satu di surga dan dua di neraka: (1) Hakim yang berada di surga adalah yang mengetahui kebenaran dan dia memutuskan hukum dengan adil; (2) Hakim yang mengetahui kebenaran, tetapi dia mencederai hukum (memutuskan hukum secara zalim), maka dia di neraka; (3) Hakim yang memutuskan hukum di tengah-tengah manusia atas dasar kebodohan, maka dia pun di neraka (HR Abu Dawud).


Membasmi Mafia Peradilan


Islam menawarkan solusi untuk membasmi mafia hukum atau mafia peradilan secara menyeluruh. Bukan solusi pragmatis dan jangka pendek, sekadar menaikkan gaji para hakim, misalnya. Islam menawarkan solusi melalui pendekatan personal maupun sistemik dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah.

Pertama: Solusi personal. Tidak lain dengan mengangkat para hakim yang beriman dan bertakwa kepada Allah ﷻ. Menurut Imam an-Nawawi dalam Al-Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab (20/126), hakim tidak boleh dari kalangan orang kafir atau fasiq (pelaku maksiat). Hakim yang beriman dan bertakwa tentu hanya takut kepada Allah ﷻ. Sama sekali tidak takut kepada manusia meskipun dia penguasa, orang kaya, oligarki atau orang yang punya pengaruh. Ia pun akan memiliki sikap wara’ (takut berbuat dosa). Dengan itu ia tak mudah disuap atau korupsi, misalnya. Dia pun akan berusaha keras untuk memutuskan hukum dengan adil. Sebabnya, ia akan selalu mengingat firman Allah ﷻ:

فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ . عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Demi Tuhanmu. Sungguh Kami pasti akan menanyai mereka semua (di akhirat) tentang apa saja yang dulu pernah mereka lakukan (TQS al-Hijr: 92–93).

Hakim yang beriman dan bertakwa juga akan selalu mengingat sabda Rasulullah ﷺ:

مَنِ اسْتَقْضَى فَكَأَنَّمَا ذَبَحَ بِغَيْرِ سِكِّينٍ
Siapa saja yang diangkat menjadi hakim maka ia seperti disembelih tanpa pisau (Al-Mawardi, Al-Hâwî al-Kabîr, 16/18).

Karena itulah Fudhail bin ‘Iyadh menegaskan:

يَنْبَغِي لِلقَاضِي أَنْ يَكُوْنَ يَوْمَا فِي الْقَضَاءِ وَ يَوْمًا فِي الْبُكَاءِ عَلَى نَفْسِهِ
Hendaknya seorang hakim itu pada suatu hari memutuskan hukum dan pada hari yang lain menangisi dirinya sendiri (Adz-Dzahabi, Al-Kabâ’ir, 1/129).

Selain itu, menurut Syaikh Abu Bakar Muhammad bin Khalafh adh-Dhabi al-Baghdadi dalam Akhbâr al-Qudhât (1/78):

إِنَّ الْقَاضِيَ يَحْتَاجُ أَنْ يَكُوْنَ فِيْهِ أَرْبَعُ خِصَالٍ، فَإِنْ أَخْطَأَتْهُ وَاحِدَةٌ كَانَتْ وَصْماً: أَنْ يَكُوْنَ وَرِعاً، وَأَنْ يَكُوْنَ عَالماً، وَأَنْ يَكُوْنَ فَهْماً، وَأَنْ يَكُوْنَ سَؤُوْلاً عَمَّا لاَ يَعْلَمُ
Sesungguhnya hakim itu membutuhkan empat sifat dalam dirinya. Jika satu saja sifat itu luput dari dirinya maka dia cacat: (1) wara’; (2) berilmu; (3) paham; (4) selalu bertanya atas apa yang tidak dia ketahui.
Syaikh Musthafa Khin, Syaikh Musthafa al-Bugha dan Syaikh Ali asy-Syarbaji dalam Kitab Al-Fiqh al-Manhaji ‘alâ Madzhab al-Imâm asy-Syâfii (8/154) juga menyatakan bahwa seorang hakim itu wajib memiliki pemikiran yang lurus (pemikiran islami; bukan sekuler, misalnya, pen.), cerdas serta jauh dari syahwat dan kelalaian.

Kedua: Solusi Sistemik. Islam mendorong pengawasan ketat terhadap hakim untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Jangan sampai, misalnya, mereka terlibat dalam suap-menyuap. Rasulullah ﷺ tegas menyatakan:

لَعَنَ اللهُ الراَشِي وَالْمُرْتَشِي وَالرَائِشَ بَيْنَهُمَا
Allah telah melaknat pemberi suap, penerima suap dan perantara di antara keduanya (HR Ibn Majah).

Karena itulah, saat menjadi khalifah, Umar bin al-Khaththab ra. biasa memeriksa harta para pejabat (termasuk hakim) sebelum dan sesudah menjabat untuk memastikan tidak ada penyelewengan. Jika ada kelebihan harta pada mereka secara tidak wajar (ilegal), Khalifah Umar tidak segan-segan untuk menyita harta tidak sah tersebut.

Karena itulah Islam mendukung perampasan aset hasil korupsi untuk mengembalikan hak-hak rakyat. Ini sejalan dengan firman yang secara tegas melarang siapapun memperoleh harta secara batil. Allah ﷻ berfirman:

وَ لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَ أَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil. Jangan pula kalian membawa harta itu kepada hakim agar kalian dapat memakan sebagian harta orang lain dengan dosa, padahal kalian mengetahui (TQS al-Baqarah [2]: 188).

Namun demikian, dalam sistem pemerintahan sekuler saat ini, semua solusi personal maupun sistemik di atas dipastikan akan gagal. Sebabnya, solusi tersebut membutuhkan sistem pemerintahan yang seiring dan sejalan. Tidak lain adalah sistem pemerintahan Islam. Sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan yang didasarkan pada aqidah Islam dan memberlakukan hanya syariah Islam. Itulah sistem pemerintahan Khilafah. Hanya dalam sistem Khilafahlah sistem peradilan Islam bisa ditegakkan. Hanya dengan itu pula mafia hukum dan peradilan bisa dilibas secara tuntas.


Hikmah:

إنَّ الْعَدْلَ مِيزَانُ اللَّهِ الَّذِي وَضَعَهُ لِلْخَلْقِ وَنَصَبَهُ لِلْحَقِّ، فَلَا تُخَالِفْهُ فِي مِيزَانِهِ، وَلَا تُعَارِضْهُ فِي سُلْطَانِهِ
Sesungguhnya keadilan adalah timbangan Allah yang Dia letakkan untuk makhluk-Nya dan yang Dia angkat untuk mendukung kebenaran. Karena itu janganlah kalian menyelisihi timbangan (keadilan)-Nya dan jangan menentang kekuasaan-Nya. (Al-Mawardi, Adab ad-Dunyâ’ wa ad-Dîn, 1/170).

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Kaffah edisi 390

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.