Type Here to Get Search Results !

BOLEHKAH MENGIKUTI KATA HATI?


Oleh: Lia Herasusanti

"Jadilah diri sendiri, ikutilah kata hatimu", begitu kira-kira pesan yang sering kita dengar. Terkesan bijak tapi sebenernya berbahaya. Banyaknya mahasiswa yang bunuh diri akhir-akhir ini salah satu penyebabnya mungkin karena mengikuti kata hati.

Apakah kata hati salah? Yang namanya hati, biasanya lebih dipengaruhi perasaan/naluri. Secara fitrahnya, makhluk hidup memang diberi naluri oleh Allah. Naluri mengagungkan sesuatu, naluri berkasih sayang dan naluri mempertahankan diri.

Jika hanya sekedar mengikuti kata hati, manusia bisa mengagungkan apa saja. Saat uang dianggap sebagai penentu segalanya, ia bisa mengagungkan uang. Maka muncullah slogan 'lu punya duit, lu punya kuasa'. Dan berlomba-lomba lah orang mengumpulkan uang dengan cara apapun. Yang penting uang banyak dan bisa berkuasa.

Atau mengikuti kata hati dalam berkasih sayang. Ga peduli suami orang, asal suka, gas aja! Maka maraklah perselingkuhan. Atau mengikuti kata hati saat menghadapi masalah yang berat, menganggap bunuh diri bisa menjadi jalan pintas menyelesaikan masalah itu, maka itupun dilakukan.
Jika seperti itu, bukankah keliru mengikuti kata hati? Karena hal itu mengakibatkan dirinya jatuh pada kemaksiatan. Itulah sebabnya, bagi manusia, selain diberi naluri, Allah pun memberi kita akal.

Dengan akal inilah kita menemukan bahwa manusia hanya hamba yang harus tunduk pada Penciptanya. Sehingga saat Pencipta menurunkan aturanNya, sebagai makhluk kita harus menyesuaikan hati/naluri kita sesuai petunjuk Pencipta. Walaupun hati menginginkan memiliki uang sebanyak-banyaknya, namun jika cara perolehannya tidak sesuai dengan petunjukNya, maka harus menundukkan hati untuk menuruti apa yang ditentukan Pencipta. Meskipun cinta setengah mati, namun jika Pencipta melarang perbuatan mendekati zina, hati harus rela untuk menjauhinya. Demikian juga saat sakit hati, hati menginginkan bunuh diri, namun karena Allah melarangnya, maka sesakit apapun, sesulit apapun hidup, ia akan bertahan. Karena ia yakin Allah akan menolong hambaNya, ia yakin dengan Pencipta-nya.

Lalu bagaimana dengan hadits berikut?

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ قَلْبَكَ وَاسْتَفْتِ نَفْسَكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ
Wahai Wabishah, mintalah fatwa pada hatimu (3x), karena kebaikan adalah yang membuat tenang jiwa dan hatimu. Dan dosa adalah yang membuat bimbang hatimu dan goncang dadamu. Walaupun engkau meminta fatwa pada orang-orang dan mereka memberimu fatwa” (HR. Ahmad no.17545, Al Albani dalam Shahih At Targhib [1734] mengatakan: “hasan li ghairihi”).

Hadits ini berlaku bagi Wabishah dan orang-orang seperti Wabishah. Orang yang salih yang hatinya tak tenang saat melanggar aturan Allah. Sehingga yang dijadikan patokannya sebenarnya aturan Allah, bukan hatinya. Jika sesuai aturan Allah hatinya tenang, dan jika bertentangan dengan aturan Allah hatinya tak tenang.

Jadi kesimpulannya, bagi muslim pada umumnya, bukan mengikuti kata hati, tapi mengikuti kata Allah harus menjadi prioritas. Karena ia yakin, selama ia menuruti Pencipta nya, hatinya akan tenang. Ia akan mendapatkan ridho Nya, dan akan selamat dunia dan akhirat.

Al-Qur'an surat Az Zariyat ayat 51 menerangkan:

وَلَا تَجْعَلُوا مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ ۖ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ
Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.