Type Here to Get Search Results !

ISRA’ MI’RAJ, BUKTI KEAGUNGAN ALLAH ﷻ


Oleh: Honriani nst

Bisa dikatakan hampir setiap muslim di negeri ini mengetahui kisah Isra’ Mi’raj, karena setiap tahun ada acara peringatan Isra’ Mi’raj di negeri ini. Sejak kecil umat Islam sudah disuguhkan kisah Isra’ Mi’raj ini, melalui ustad yang dipanggil pada acara peringatan Isra’ Mi’raj itu. Hanya saja, jarang kisah utuh yang disajikan. Biasanya hal yang disampaikan oleh ustad dalam kisah Isra’ Mi’raj itu adalah turunnya perintah shalat lima kali sehari kepada umat Islam. Akhirnya, hal yang tertanam di benak kaum muslim adalah bahwa Isra’ Mi’raj itu sebuah peristiwa diturunkannya perintah shalat kepada kaum muslim, dan sikap Abu Bakar As Siddiq terhadap peristiwa tersebut.

Padahal jika ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis tentang Isra’ Mi’raj serta peristiwa yang terjadi menjelang Isra’ Mi’raj dan setelah Isra’ Mi’raj diperhatikan lagi, sungguh sangat banyak pelajaran yang diperoleh dari Isra’ Mi’raj ini.

Ternyata Isra’ Mi’raj bukan hanya sekedar berbicara tentang perintah shalat lima kali sehari. Menurut Penulis ada beberapa ibrah yang diperoleh dari kisah Isra’ Mi’raj, yaitu:

Pertama, dari kisah Isra’ Mi’raj adalah ujian keimanan kepada Nabi ﷺ. Para ulama, sering mengaitkan kisah Isra’ Mi’raj dengan tingkat keimanan muslim kepada kenabian Muhammad ﷺ. Saat Rasulullah ﷺ menyampaikan kisah Isra’ Mi’raj yang dialaminya, maka banyak orang yang tidak mempercayainya, karena memang apa yang dialami oleh Nabi Muhammad ﷺ, tidak mungkin terjadi secara logika. Karena perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa pada saat itu akan memakan waktu selama kurang lebih satu bulan, sementara nabi Muhammad ﷺ melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj hanya beberapa jam. Orang yang langsung mempercayai kisah Isra’ Mi’raj itu adalah sahabat nabi, Abu Bakar. Karena kepercayaan Abu Bakar inilah, Abu Bakar diberi gelar As Siddiq (yang membenarkan) oleh Rasulullah ﷺ.

Dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa setelah peristiwa Isra Miraj, kaum musyrik datang menemui Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Mereka mengatakan, “Lihatlah apa yang telah diucapkan temanmu (Muhammad ﷺ)!” Abu Bakar berkata, “Apa yang beliau ucapkan?” Kaum musyrik berkata, “Dia mengklaim telah pergi ke Baitul Maqdis, kemudian dinaikkan ke langit, dan peristiwa tersebut hanya berlangsung satu malam.” Abu Bakar berkata, “Jika memang demikian yang beliau ucapkan, maka sungguh berita tersebut benar sesuai yang beliau ucapkan karena beliau adalah orang yang jujur.” Kaum musyrik kembali bertanya, “Mengapa demikian?” Abu Bakar menjawab, “Aku membenarkan beliau seandainya berita tersebut lebih dari yang kalian kabarkan. Aku membenarkan berita langit yang turun kepada beliau, bagaimana mungkin aku tidak membenarkan beliau tentang perjalanan ke Baitul Maqdis ini?” (Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, hadits nomor 4407, dari Aisyah ra). Sungguh pernyataan Abu Bakar Assiddiq menggambaarkan keimanan yang utuh kepada Nabi Muhammad ﷺ, tidak ada keraguan sedikit pun.

Kedua, bahwa umat Islam akan menjadi pemimpin seluruh umat manusia. Hal ini karena pada saat Rasulullah ﷺ tiba di Baitul Maqdis, para Nabi sudah berkumpul di sana menyambut Nabi Muhammad ﷺ, kemudian Nabi ﷺ dan para nabi ini melaksanakan shalat dengan diimami oleh Rasulullah ﷺ.

Ketiga, pengakuan nabi Musa a.s bahwa umat Islam merupakan umat yang paling baik diantara semua umat. Hal ini dinyatakan oleh Nabi Musa a.s saat Nabi Muhammad ﷺ bertemu dengan nabi Musa di langit ke tujuh. Saat itu nabi Musa menangis, menyadari bahwa ternyata masih ada umat yang lebih mulia daripada umatnya.

Keempat, semangat mendakwahkan Islam. Pasca Isra’ Mi’raj, nabi Muhammad ﷺ dan sahabat makin semangat mengajak umat manusia masuk Islam, dan sahabat pun makin siap berkorban demi Islam. Tidak lama setelah Isra’ Mi’raj, Allah ﷻ memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk hijrah ke Madinah. Para sahabat menyambut gembira perintah itu walaupun mereka akan meninggalkan semua harta bendanya di kota kelahiran mereka, Makkah. Lantas bagaimana dengan umat Islam saat ini?

Kisah Isra’ Mi’raj ini disampaikan Allah ﷻ dalam surat Al-Isra’ ayat 1:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1)
Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda, (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (TQS Al-Isra’: 1)

Kisah yang lebih lengkap terdapat dalam beberapa hadis shahih, diantaranya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Abdullah Al-Bukhari. Imam al Bukhari mengatakan… dari Syarik ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sahabat Anas ibnu Malik menceritakan malam hari yang ketika itu Rasulullah ﷺ mengalami Isra dari Masjid Ka'bah (Masjidil Haram). Disebutkan bahwa ada tiga orang datang kepadanya sebelum ia menerima wahyu, saat itu ia (Nabi ﷺ) sedang tidur di Masjidil Haram. Orang pertama dari ketiga orang itu berkata, "Yang manakah dia itu?" Orang yang pertengahan menjawab, "Orang yang paling pertengahan dari mereka. Dialah orang yang paling baik." Orang yang terakhir berkata, "Ambillah yang paling baik dari mereka." Hanya itulah yang terjadi malam tersebut. Nabi ﷺ tidak melihat mereka, hingga mereka datang kepadanya di malam lainnya menurut penglihatan hatinya; sedangkan matanya tertidur, tetapi hatinya tidak tidur. Demikianlah halnya para nabi, mata mereka tidur, tetapi hati mereka tidak tidur. Mereka tidak mengajak beliau bicara, melainkan langsung membawanya, lalu membaringkannya di dekat sumur zamzam, yang selanjutnya urusannya ditangani oleh Malaikat Jibril yang ada bersama mereka. Kemudian Jibril membelah bagian antara tenggorokan sampai bagian ulu hatinya, lalu ia mencuci isi dada dan perutnya dengan memakai air zamzam. Ia lakukan hal ini dengan tangannya sendiri sehingga bersihlah bagian dari tubuh Nabi ﷺ. Kemudian Jibril membawa sebuah piala emas yang di dalamnya terdapat sebuah wadah kecil terbuat dari emas, wadah itu berisikan iman dan hikmah. Lalu Jibril menyisihkannya ke dalam dada dan kerongkongannya serta menutupkan bedahannya. Setelah itu Jibril membawanya naik ke langit pertama. Jibril mengetuk salah satu pintu langit pertama, maka malaikat penghuni langit pertama bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Orang yang bersamaku adalah Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah ia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab "Ya." Mereka berkata, "Selamat datang untuknya." Semua penduduk langit pertama menyambut gembira kedatangannya. Para penduduk langit tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh Allah di bumi hingga Allah sendiri yang memberitahukan kepada mereka. Nabi ﷺ bersua dengan Adam di langit yang pertama, dan Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Ini adalah bapakmu Adam." Maka Nabi ﷺ mengucapkan salam kepada Adam, dan Adam menjawab salamnya seraya berkata, "Selamat datang, wahai anakku, sebaik-baik anak adalah engkau." Di langit pertama itu Nabi ﷺ tiba-tiba melihat ada dua buah sungai yang mengalir. Maka ia bertanya, "Hai Jibril, apakah nama kedua sungai ini?" jibril menjawab, "Kedua sungai ini adalah Nil dan Eufrat, yakni sumber keduanya." Jibril membawanya pergi ke sekitar langit itu. Tiba-tiba Nabi ﷺ melihat sungai lain. Yang di atasnya terdapat sebuah gedung dari mutiara dan zabarjad. Maka Nabi ﷺ menyentuhkan tangannya ke sungai itu, ternyata baunya sangat wangi seperti minyak kesturi. Lalu ia bertanya, "Hai Jibril, sungai apakah ini?" Jibril menjawab, "Ini adalah Sungai Kausar yang disimpan oleh Tuhanmu buat kamu." Jibril membawanya naik ke langit yang kedua, maka para malaikat (penjaga langit kedua) mengatakan kepadanya pertanyaan yang sama seperti pertanyaan yang dilontarkan oleh penjaga langit pertama, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Selamat atas kedatangannya." Kemudian Jibril membawanya naik ke langit yang ketiga, dan para penjaganya mengatakan kepadanya pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh malaikat penjaga langit yang kedua. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keempat. Para penjaganya pun melontarkan pertanyaan yang sama seperti pertanyaan sebelumnya. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang kelima, dan para penjaganya melontarkan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan para malaikat penjaga langit yang sebelumnya. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keenam. Para penjaganya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan para malaikat sebelumnya. Kemudian Jibril membawanya lagi ke langit yang ketujuh, dan para penjaganya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh penjaga langit sebelumnya. Pada tiap-tiap lapis langit terdapat nabi-nabi yang nama masing-masingnya disebutkan oleh Jibril. Perawi hadis berkata bahwa ia ingat nama-nama mereka, antara lain: Nabi Idris di langit yang kedua, Nabi Harun di langit yang keempat, dan nabi lainnya di langit yang kelima; perawi tidak ingat lagi namanya. Nabi Ibrahim di langit yang keenam, dan Nabi Musa di langit yang ketujuh berkat keutamaan yang dimilikinya, yaitu pernah diajak berbicara langsung oleh Allah ﷻ. Musa berkata "Wahai Tuhanku, saya tidak menduga bahwa Engkau akan mengangkat seseorang lebih tinggi di atasku." Kemudian Jibril membawanya naik di atas itu sampai ke tingkatan yang tiada seorang pun mengetahuinya kecuali hanya Allah ﷻ, hingga sampailah Nabi ﷺ di Sidratul Muntaha dan berada dekat dengan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung. Maka ia makin bertambah dekat, sehingga jadilah ia (Nabi ﷺ) dekat dengan-Nya. Sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi. Maka Allah memberikan wahyu kepadanya, antara lain ialah, "Aku wajibkan lima puluh kali salat setiap siang dan malam hari atas umatmu." Kemudian Jibril membawanya turun sampai ke tempat Musa berada, lalu Musa menahannya dan berkata, "Hai Muhammad, apakah yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu untukmu?" Nabi ﷺ menjawab, "Tuhanku telah memerintahkan kepadaku salat lima puluh kali setiap siang dan malam hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjalkannya, sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buatmu dan buat umatmu." Nabi ﷺ menoleh kepada Jibril, seakan-akan beliau meminta saran darinya mengenai hal tersebut. Dan Jibril menjawab, "Baiklah jika kamu menghendakinya." Maka Jibril membawanya lagi naik kepada Tuhan Yang Mahaperka-sa lagi Mahasuci, lalu Nabi ﷺ memohon kepada Allah ﷻ yang berada di tempat-Nya, "Wahai Tuhanku berikanlah keringanan buat kami, karena sesungguhnya umatku tidak akan mampu memikulnya." Maka Allah memberikan keringanan sepuluh salat kepadanya. Nabi ﷺ kembali kepada Musa dan Musa menahannya. Maka Musa terus menerus membolak-balikannya dari dia ke Tuhannya, hingga jadilah salat lima waktu. Setelah ditetapkan salat lima waktu, Musa menahannya kembali dan berkata, "Hai Muhammad, demi Allah, sesungguhnya aku telah membujuk Bani Israil: 'umatku' untuk mengerjakan yang lebih sedikit dari lima waktu, tetapi mereka kelelahan, akhirnya mereka meninggalkannya. Umatmu lebih lemah, tubuh, hati, badan, penglihatan, dan pendengarannya; maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintakanlah keringanan kepada-Nya buatmu." Setiap kali mendapat saran dari Nabi Musa, Nabi ﷺ selalu menoleh kepada Jibril untuk meminta pendapatnya, dan Malaikat Jibril dengan senang hati menerimanya, akhirnya pada kali yang kelima Jibril membawanya naik dan ia berkata, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya umatku adalah orang-orang yang lemah, tubuh, hati, pendengaran, penglihatan, dan jasad mereka, maka berilah keringanan lagi buat kami." Maka Tuhan Yang Mahaperkasa, Mahasuci, lagi Mahatinggi berfirman, "Hai Muhammad." Nabi ﷺ menjawab, "Labbaikawasa'daika (saya penuhi seruan-Mu dengan penuh kebahagiaan)." Allah berfirman, "Sesungguhnya keputusan yang ada pada-Ku ini tidak dapat diubah lagi, persis seperti apa yang telah Aku tetapkan atas dirimu di dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuz). Maka setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan. Dan kewajiban salat itu telah tercatat lima puluh kali di dalam Ummul Kitab, sedangkan bagimu tetap lima kali." Nabi ﷺ kembali kepada Musa dan Musa berkata "Apakah yang telah engkau lakukan?" Nabi ﷺ menjawab, "Allah telah memberikan keringanan bagi kami, Dia telah memberikan kepada kami setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan yang semisal." Musa berkata, "Sesungguhnya, demi Allah, saya telah membujuk Bani Israil untuk mengerjakan yang lebih ringan dari itu, tetapi mereka meninggalkannya. Maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan buat dirimu juga." Rasulullah ﷺ bersabda, "Hai Musa, sesungguhnya 'demi Allah' saya malu kepada Tuhanku, karena terlalu sering bolak-balik kepada-Nya." Musa berkata, "Kalau begitu, turunlah engkau dengan menyebut nama Allah." Perawi melanjutkan kisahnya, "Lalu Nabi ﷺ terbangun, dan dia berada di Masjidil Haram." (Imam Bukhari dalam kitabut tauhid, bagian dari kitab sahihnya)

Sebagai penutup, Jika kita mempercayai kisah Isra’ Mi’raj, maka semestinya juga kita mempercayai keunggulan metode dakwah Rasulllah ﷺ. Jika kita mempercayai metode dakwah Rasulullah ﷺ, tentu kita mendakwahkan Islam akan sesuai dengan metode dakwah Rasulullah ﷺ. Jika kita mempercayai Kisah Isra’ Mi’raj, tentu juga kita akan mempercayai semua janji Allah ﷻ. Jika kita mempercayai janji Allah ﷻ, tentu kita akan mempercayai bahwa Khilafah Islamiyyah tegak di tangan orang-orang yang memperjuangkannya sesuai dengan metode dakwah rasulullah ﷺ. Khilafah Islamiyyah tidak akan tegak melalui jalan demokrasi.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.