Type Here to Get Search Results !

TENTANG RASA


Oleh: Atik Setyawati

Kita perlu menyikapi berbagai rasa yang ada. Apakah itu rasa bahagia, sedih, nikmat, sengsara, dan sebagainya. Namanya juga kehidupan, pasti silih berganti mengalami rasa. Ya, karena kita masih punya perasaan. Coba bagaimana kalau mati rasa? Naudzubillah.

Berarti dapat merasakan bahagia atau sedih itu adalah kenikmatan. Benar, tidak? Kita dapat merasakan arti bahagia setelah melewati rasa duka.

Masalahnya adalah, kapan kita layak bahagia, kapan kita layak bersedih alias berduka. Pastinya bahagia yang dirasakan dapat senantiasa berkumpul dengan keluarga, dengan rekan seperjuangan. Berduka jika ada yang sakit, meninggal dunia, dan terkena musibah.

Sejatinya bahagia dan duka itu adalah olahan rasa dan perasaan. Sebagai insan yang beriman, makna bahagia ialah ketika Allah ﷻ meridai setiap aktivitas yang kita lakukan. Dari mana kita mengetahui bahwa Allah meridai? Tentu dari terlaksananya aktivitas kewajiban, tercegahnya kemungkaran. Hati kita akan tenang ketika kita telah melaksanakan kewajiban. Contoh, jika kita sudah berkomitmen terhadap sebuah aktivitas pastinya aktivitas itu menjadi fardhu 'ain bagi kita. Jika telah terlaksana maka lega dan bahagia rasanya. Tak usah jauh-jauh, jika komitmen menulis one post everyday, kalau sudah posting tentu bahagia rasanya. Beda kalau belum tertunaikan.

Sedih, jika ada kelalaian terhadap sebuah aktivitas. Tentunya, berusaha untuk menggantinya dan segera melaksanakannya. Hal sedih, boleh-boleh saja bersedih yang terpenting adalah tidak berlebihan dan meratap. Selain itu, kita sedih melihat banyaknya permasalahan umat dan generasi hari ini. Sedih jika tidak dapat berkontribusi terhadap perbaikan dan kebangkitan umat. Tentunya, berupaya sekuat tenaga lepas dari kesedihan dengan segera melakukan aktivitas yang dapat menghibur diri. Segera move on dan bergerak kembali. Tetap merapat dalam barisan dan ambil bagian.

Rasakanlah bahwa dapat merasakan kesedihan itu adalah sebuah kebahagiaan pula. Nikmat lho, bisa menangis. Mengapa? Karena ada juga orang yang tidak bisa menangis. Tapi, menangis yang wajar saja. Tertawa dan bahagia sewajarnya saja. Tetap berpedoman pada syariat, tentunya.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.