Type Here to Get Search Results !

JANGAN TEGAKKAN TIANG SAAT PONDASI BELUM MENGERAS


Oleh: Miliani Ahmad

Manusia terlahir dengan memiliki naluri. Naluri beragama (tadayyun), naluri melestarikan keturunan (nau') dan naluri mempertahankan diri (baqo'). Normalnya pasti ada dengan tingkat frekuensi naluri yang berbeda-beda.

Ada yang memiliki frekuensi tinggi dalam hal beragama. Sehingga saat dijelaskan dan dipahamkan, secara cepat mau serta mampu untuk menerima. Begitupula sebaliknya.

Dalam hal baqo' jika frekuensi yang dimiliki tinggi bisa jadi ke'aku'annya juga akan sangat tinggi. Sangat sulit menerima kebenaran, susah untuk dinasihati dan cenderung mengikuti kehendaknya sendiri. Tapi ada juga yang berkebalikan.

Sementara frekuensi nau' yang tidak terkontrol bisa menjerumuskan manusia pada syahwat yang tidak berkesudahan.

Mencermati hal demikian, tentunya dalam proses menjalankan dakwah kita dituntut untuk mengetahui kecenderungan naluri dari mad'u yang kita bina. Pengetahuan ini akan sangat menentukan proses keberhasilan dalam pembentukan syakhsiyyah mereka.

Jika tadayyunnya tinggi, akan sangat memungkinkan prosesnya berjalan dengan mudah. Dipahamkan dengan proses keimanan saja mereka bisa menerima bahkan langsung mengaplikasikannya. Tidak rumit dan tidak bertele-tele. Mereka akan sami'na wa atho'na karena hal tersebut merupakan kebenaran yang bersumber dari sang mudabbir.

Jika pun ditemukan kendala semisal mereka lalai dalam melaksanakan syariat, cukup diingatkan dengan lembut maka segera mereka akan sadar. Intinya naluri beragama yang kuat mendorong mereka cepat untuk taat.

Permasalahannya kita kadang bertemu di naluri baqo' yang sulit ditunjuki dengan cahaya Islam. Di sinilah titik di mana kita kerap menjumpai penolakan umat dalam menerima syariat. Saat ditunjukkan mestinya hukum Allah ﷻ begini, dengan mudah mereka akan berdalih "Alangkah menyusahkannya syariat".

Alih-alih saat penjelasan mereka akan menerima, justru banyak bagian di antara mereka yang akan menghindar bahkan mundur dengan teratur. Pada akhirnya kita jadi bertanya, apakah kita yang salah dalam menyampaikan dakwah ataukah umat yang terlalu tinggi baqo'nya?

Kadang di saat yang demikian, kita yang mengaku diri sebagai pengemban dakwah rasanya sangat perlu introspeksi diri. Bisa jadi yang kita sampaikan selama ini langsung melompat tanpa kita sadari. Kita kerap lupa bahwa mendidik umat ibarat mendidik anak. Berulang dan perlu berulang. Saat keyakinannya lemah maka idraknya pun lemah. Akan sangat klop jika dibarengi dengan ketinggian baqo' yang belum terbina selama ini.

Maka memahami pondasi pemahaman mereka terhadap keimanan (akidahnya) mutlak perlu untuk diketahui. Jika pondasi keimanannya lemah, perkuatlah terlebih dahulu meskipun kita mulai merasa lelah. Bisa berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Namun saat keimanannya makin mantap, hukum syarak apa pun akan mereka terima dengan lapang dada. Karena sejatinya, baqo' umat hanya bisa ditundukkan dengan terus menancapkan tadayyun secara berkesinambungan.

Tentunya penancapan ini juga harus dibarengi dengan sikap yang lembut, perhatian dan juga kasih sayang. Harus diyakini bahwa pengemban dakwah adalah ibu bagi umat. Merekalah yang harus mencurahkan perhatian sekaligus fokusnya dalam meriayah.

Namanya ibu, dirinya tidak akan membiarkan anaknya sendirian dalam kebutaan terhadap syariat. Merekalah yang harus mendampingi, membina, mengasihi, memberi solusi sekaligus menjadi sahabat yang dinantikan. Jika keseluruhan hal tersebut bisa bersinergi maka bisa dikatakan semuanya akan mampu meluluhkan ke'aku'an yang ada pada diri umat.

Pondasi keimanan umat akan tertancap dengan kuat. Mengeras dengan pengerasan yang maksimal. Dihantam tidak goyah, diterjang tidak jatuh. Maka jika pondasinya sudah mengeras, menegakkan tiang di atasnya akan semakin mudah. Tidak goyah, tidak rapuh dan tidak akan menghancurkan bangunan keimanan.

Namun jika hal tersebut belum dilakukan bisa dikatakan bahwa kita hanya mengaduk adonan pondasi lalu menuangkannya dengan tergesa-gesa. Saat belum mengering dan mengeras kita memaksa menegakkan tiang di atasnya.

Bisa dipastikan dalam hitungan waktu, mad'u kita akan goyah, rapuh keyakinannya bahkan ambruk meninggalkan perjuangan. Na'udzubillah min dzalik.

Maka sangat penting kita memastikan semua pondasi sudah mengeras dengan rutin mengontrol bangunan (mutabaah). Tentu juga harus dibarengi dengan doa.

Sejatinya, saat kita sudah berhasil menegakkan tiang, maka bangunan rumah pun siap tegak dengan segala kesempurnaannya.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.