Type Here to Get Search Results !

MURTAD DAN KONSEKUENSINYA


Setidaknya ada tiga isu keagamaan yang mencuat di Tanah Air baru-baru ini. Pertama: Viral berita tentang Sukmawati, seorang tokoh nasional sekaligus putri Proklamator RI Soekarno, yang secara terbuka menyatakan niatnya untuk berpindah agama (murtad) dari Islam ke Hindu. Tepat Selasa kemarin dia telah resmi memeluk agama Hindu (Detik.com, 26/10/2021).

Kedua: Tidak lama berselang, muncul lagi kasus penistaan terhadap Islam. Kali ini viral video seorang artis kontroversial, Nikita Mirzani, yang oleh sejumlah pihak diduga melecehkan bacaan shalat. Tentu, ini bukan kasus pertama. Penistaan terhadap Islam sudah sering terjadi. Termasuk pernah dilakukan oleh Sukmawati sebelum murtad (keluar) dari Islam. Dia pernah mengklaim konde lebih baik dari cadar/jilbab. Dia juga menganggap suara kidung lebih indah dari suara azan. Saat yang lain dia pun pernah membandingkan Soekarno dengan Nabi Muhammad ﷺ. (Tempo.co, 17/11/2019).

Ketiga: Muncul lagi pernyataan kontroversial dari Ade Armando. Kali ini dia menyatakan bahwa dirinya memang beragama Islam. Namun, dia dengan tegas menolak syariah Islam. Alasannya, kata dia, “Saya tidak percaya umat Islam harus menjalankan syariah Islam.” Dia mengungkapkan sikap beragamanya itu dalam video berjudul, “Mengapa Saya tidak Percaya pada Syariah”, yang tayang di Cokro TV, Senin, 25 Oktober 2021 (Democrazy.id, 26/10/2021).

Pertanyaannya: Mengapa saat ini orang begitu mudah murtad dari Islam? Mengapa pula sering terjadi kasus penistaan terhadap Islam seperti melecehkan al-Quran, Nabi Muhammad ﷺ, syariah Islam, jilbab, jihad, khilafah dll? Mengapa juga masih ada Muslim yang menolak syariah Islam? Bukankah tindakan melecehkan Islam dan menolak syariah Islam pun bisa menjadikan pelakunya murtad dari Islam?


Pangkalnya Sekularisme


Sekularisme yang diterapkan di negeri ini tentu berperan besar dalam melahirkan orang-orang yang murtad dari Islam, juga dalam melahirkan orang-orang yang sering melecehkan Islam dan menolak syariah Islam.

Sekularisme adalah akidah (keyakinan dasar) yang memisahkan agama dari kehidupan. Sekularisme menjadi dasar ideologi Kapitalisme. Kapitalisme melahirkan antara lain sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi dikenal sejumlah kebebasan yang dijamin oleh undang-undang. Di antaranya kebebasan beragama, kebebasan berpendapat/beropini dan kebebasan berperilaku.

Dalam konteks kebebasan beragama, misalnya, setiap orang memang dibiarkan memeluk agama dan keyakinan apapun. Mereka juga dibebaskan untuk gonta-ganti agama. Hari ini Islam, besok Hindu, lusa Budha, dst. Tidak ada masalah dalam sistem demokrasi.

Begitu pun dalam konteks kebebasan berpendapat/beropini dan berperilaku. Setiap orang dibebaskan untuk berpendapat/beropini dan berperilaku meski itu menistakan Islam, al-Quran, Nabi Muhammad ﷺ dan syariah Islam. Juga tidak ada persoalan dalam sistem demokrasi.

Karena itu dalam sistem sekuler saat ini wajar jika ada Muslim yang begitu mudah murtad dari Islam. Banyak pula Muslim yang melakukan tindakan pelecehan terhadap Islam atau terang-terangan menolak syariah Islam. Padahal tindakan demikian pun bisa membuat pelakunya murtad dari Islam.


Konsekuensi Murtad


Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ
Wahai orang-orang yang beriman, siapa saja di antara kalian yang murtad (keluar) dari agama kalian, pasti Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan mereka pun mencintai Dia. Mereka bersikap lemah-lembut kepada kaum Mukmin dan bersikap keras terhadap kaum kafir (TQS al-Maidah [5]: 54).

Menurut Imam Ibnu Katsir rahimahulLâh, melalui ayat ini Allah SWT menginformasikan tentang kekuasaan-Nya yang agung, bahwa siapa saja yang berpaling dari upaya menolong agama-Nya dan menegakkan syariah-Nya, maka sesungguhnya Allah SWT pasti akan mengadakan penggantinya dengan orang yang lebih baik. Mereka lebih sungguh-sungguh dalam melindungi (agama-Nya) dan lebih lurus jalannya. Menurut beliau pula, mengutip Imam al-Hasan al-Bashri, ayat ini digunakan berkaitan dengan orang-orang yang murtad (keluar) dari Islam pada masa Khalifah Abu Bakar ra. (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 3/135).

Terkait ayat di atas, menurut Imam ath-Thabari rahimahulLâh, sesungguhnya kaum yang murtad tersebut, yakni setelah Nabi Muhammad ﷺ wafat, mengatakan, “Terkait shalat, maka kami akan tetap shalat. Adapun terkait zakat, maka demi Allah, kami tidak akan menyerahkan harta-harta kami.” Mendengar itu, Khalifah Abu Bakar ra. berkata, “Demi Allah, aku tidak akan memisahkan perkara yang telah Allah satukan (shalat dan zakat, red.). Demi Allah, andai mereka menolak untuk menyerahkan kepadaku zakat unta dan kambing yang telah Allah dan Rasul-Nya wajibkan (atas mereka), aku pasti akan memerangi mereka karena penolakan mereka itu” (Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, 21/431).

Berdasarkan penjelasan Imam ath-Thabari tersebut, orang-orang yang menolak salah satu syariah Islam (di antaranya zakat) diperlakukan sama dengan orang-orang yang murtad. Mereka sama-sama dibunuh/diperangi.

Berkaitan dengan orang yang murtad, Imam Syafi’i di dalam kitabnya, Al-Umm, menjelaskan bahwa seseorang yang berpindah dari kesyirikan menuju keimanan, lalu dia berpindah lagi dari keimanan menuju kesyirikan, maka jika orang itu sudah dewasa baik laki-laki maupun perempuan, dia diminta bertobat. Jika dia bertobat maka tobatnya itu diterima. Sebaliknya, jika dia enggan bertobat, maka dia harus dihukum mati (Asy-Syafi’i, Al-Umm, 6/168).

Pendapat Imam Syafi’i ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad ﷺ:

لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئِ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: كُفْرٌ بَعْدَ إِيْمَانٍ وَزِنًا بَعْدَ إِحْصَانٍ وَقَتْلُ نَفْسٍ بِغَيْرِ نَفْسٍ
Tidak halal (menumpahkan) darah seorang Muslim kecuali karena salah satu di antara tiga sebab: kufur setelah beriman; zina setelah beristri; membunuh seseorang bukan karena orang tersebut melakukan pembunuhan (HR al-Bukhari dan Muslim).

Hukuman mati atas orang murtad juga ditegaskan di dalam sabda Nabi Muhammad ﷺ:

مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
Siapa saja yang mengganti agamanya (murtad dari Islam, red.), bunuhlah dia! (HR al-Bukhari dan an-Nasa’i).

Jelas, hukuman mati atas orang murtad, 100% berdasarkan keputusan Nabi ﷺ Keputusan beliau tentu berasal dari wahyu Allah ﷻ Karena itu hukuman ini bukan hasil pemikiran manusia. Apalagi dikaitkan dengan latar belakang politik kaum Muslim. Namun demikian, hukuman mati atas orang murtad harus dilakukan oleh penguasa kaum Muslim (Imam/Khalifah) dengan beberapa ketentuan antara lain: Pertama, penetapan hukuman mati atas orang murtad hanya bisa diputuskan oleh pengadilan syariah. Kedua, harus ada penundaan hukuman jika pelaku murtad ada harapan untuk kembali ke pangkuan Islam. Imam ats-Tsauri berpendapat, “Ditunda hukumannya jika ada harapan pelaku murtad mau bertobat.” (Ibnu Taimiyah, Ash-Sharim al-Maslul, hlm. 328). Ketiga, selama penundaan hukuman, pelaku murtad didakwahi dengan hikmah dan nasihat yang baik, diajak dialog/debat supaya ia mau bertobat dan kembali ke pangkuan Islam.


Makna ‘Tidak Ada Paksaan dalam Beragama


Sebagian kalangan ada yang berpendapat bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Karena itu siapapun bebas memeluk agama apapun. Termasuk untuk berpindah-pindah agama. Mereka lalu berdalil dengan ayat:

لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ
Tidak ada paksaan dalam beragama (TQS al-Baqarah [2]: 256).

Menurut Imam al-Alusi, ayat di atas bermakna, “Janganlah kalian memaksa (manusia) untuk masuk Islam.” (Al-Alusi, Rûh al-Ma’âni, 2/322).

Dengan demikian memang siapapun tidak boleh dipaksa untuk memeluk agama Islam. Namun, saat mereka sudah menjadi Muslim, mereka haram untuk murtad (keluar) dari Islam. Jika mereka murtad, sebagaimana penjelasan di atas, mereka wajib dihukum mati, kecuali jika mereka mau segera bertobat dan kembali ke pangkuan Islam.


Konsekuensi Menolak Syariah


Sebagaimana haram murtad (keluar) dari Islam, maka haram pula menolak syariah Islam, baik secara keseluruhan maupun sebagiannya. Allah SWT telah mencela dengan keras sikap demikian:

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
Apakah kalian mengimani sebagian al-Kitab dan mengingkari sebagian lainnya? Tidak ada balasan bagi orang yang bertindak demikian kecuali kehinaan dalam kehidupan dunia dan pada Hari Kiamat kelak dia akan dilemparkan ke dalam azab yang sangat keras (TQS al-Baqarah [2]: 85).

Karena itu, sebagaimana kepada orang murtad diberlakukan hukuman mati, demikian pula kepada penolak syariah. Mereka diperangi. Demikianlah sebagaimana pernah dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq terhadap orang-orang murtad dan para penolak zakat.

Kebijakan yang ditempuh Khalifah Abu Bakar ra. dalam menghukum secara tegas orang murtad dan para penolak zakat sekaligus menjadi bukti bahwa penguasa Muslim wajib menjaga akidah umat. Jangan sampai banyaknya orang murtad dan para penolak syariah menular ke masyarakat secara luas. Ini tentu tidak boleh terjadi.

Sayangnya, saat ini kita tidak bisa banyak berharap kepada para penguasa Muslim dalam membentengi akidah umat. Pasalnya, mereka sendiri adalah penjaga sistem sekuler. Mereka tidak akan peduli jika akidah umat rusak, bahkan lenyap sekalipun.

Alhasil, saatnya umat mencabut sekularisme dan segala turunannya. Lalu tegakkan sistem Islam!


Hikmah:

Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Siapa saja yang mencari agama selain Islam tidak akan pernah agama itu diterima (oleh Allah) dari dirinya dan di Akhirat nanti dia termasuk kaum yang merugi. (TQS Ali Imran [3]: 85). []

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Kaffah Edisi 216

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.