Type Here to Get Search Results !

NEGARA WAJIB MENJAMIN LAYANAN KESEHATAN SELURUH RAKYAT


Isu mengenai jaminan kesehatan kembali mengemuka. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin baru-baru ini mewacanakan agar BPJS tidak lagi melayani pasien dari kalangan orang kaya. Mereka diarahkan untuk menggunakan asuransi swasta. Pasalnya, BPJS disebut sering mengalami defisit. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, BPJS hanya mencatat kondisi positif pada tahun 2016, 2019, 2020, 2021, dan 2022. Adapun pada tahun-tahun lainnya berada dalam kondisi minus.

Pernyataan ini menuai kritik karena bertolak belakang dengan prinsip dasar BPJS. BPJS adalah sistem jaminan kesehatan berbasis subsidi silang. Pada praktiknya, BPJS merupakan pungutan wajib negara kepada mayoritas warganya.


BPJS: Pungutan Zalim


Kritik semakin menguat. Pasalnya, BPJS memberlakukan pungutan yang bersifat memaksa. Warga negara yang tidak membayar iuran BPJS dikenai berbagai sanksi administratif, seperti kesulitan mengakses layanan publik tertentu. Skema BPJS seperti ini jelas zalim. Faktanya, BPJS sering menambah beban rakyat di tengah kondisi ekonomi yang kian berat. Sebagai bukti, hingga kini lebih dari 28 juta warga tercatat menunggak iuran BPJS. Angka ini menunjukkan bahwa banyak rakyat tidak sanggup membayar. Alih-alih meringankan beban masyarakat, mekanisme iuran justru memperparah kondisi ekonomi rumah tangga, terutama masyarakat berpenghasilan rendah.

Dari perspektif hukum Islam, asuransi konvensional, termasuk model BPJS, dipandang problematik. Pasalnya, di dalamnya terdapat unsur gharar (ketidakjelasan), maysîr (spekulasi), dan riba. Akadnya pun batil.

BPJS didasarkan pada sistem ekonomi kapitalis. BPJS terbukti menambah beban ekonomi rakyat sekaligus berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Padahal, kesehatan merupakan kebutuhan dasar rakyat dan hak yang harus dilayani oleh negara.

BPJS menjadi bentuk lepas tangan negara dalam penyediaan layanan kesehatan bagi warganya. Negara kapitalis modern sering memosisikan kesehatan sebagai komoditas ekonomi, bukan hak dasar rakyat. Akibatnya, jaminan atas layanan kesehatan diserahkan pada mekanisme pasar. Negara hanya berperan sebagai regulator atau penarik iuran belaka.


Islam Menjamin Layanan Kesehatan Rakyat


Paradigma dan skema BPJS ala kapitalisme ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar siyâsah syar’iyyah, yaitu kewajiban negara untuk mengurus semua urusan rakyat, termasuk menjamin kebutuhan dasar mereka. Dalam Islam, kepala negara (Khalifah) adalah pengurus rakyat. Ia haram mengabaikan, apalagi menzalimi, rakyatnya. Rasulullah ﷺ bersabda:

الْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Pemimpin orang banyak (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari).

Berdasarkan hadis ini, negara wajib menyediakan kebutuhan vital rakyat, termasuk fasilitas dan layanan kesehatan, tanpa membebani rakyat dengan pungutan yang memberatkan. Islam menjamin layanan kesehatan publik, seperti pengobatan, penyediaan obat-obatan, serta fasilitas umum yang berkaitan dengan kesehatan, seperti MCK di tempat umum, dan lain sebagainya.

Selain jaminan layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat, dalam sistem Islam negara juga akan mengedukasi masyarakat untuk hidup sehat dan mengonsumsi makanan bergizi. Hal ini sejalan dengan firman Allah ﷻ:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلۡأَرۡضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوٌّۭ مُّبِينٌ
Hai sekalian manusia, makanlah kalian dari apa saja yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh kalian yang nyata.” (TQS al-Baqarah [2]: 168)

Islam menempatkan kesehatan sebagai salah satu kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Dalam berbagai literatur fikih Islam, seperti Al-Kharaj karya Abu Yusuf atau Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah karya al-Mawardi, dijelaskan bahwa negara bertanggung jawab menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat.

Al-Mawardi menegaskan bahwa negara wajib menyediakan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, klinik, dan balai pengobatan; menyediakan obat-obatan dan peralatan medis; serta menyediakan sumber air bersih, pemandian umum, dan fasilitas sanitasi. Negara juga wajib memberikan edukasi kesehatan guna mencegah penyakit dan meningkatkan kualitas hidup.

Pada masa Rasulullah ﷺ, fasilitas kesehatan seperti Khimâ’ Rufaida (tenda pengobatan Rufaida al-Aslamiyyah) dibiayai oleh negara dan disediakan untuk umum. Pada masa Khilafah ar-Rasyidah dan Daulah ‘Abbasiyah, berdiri bimaristan (rumah sakit umum) yang memberikan layanan gratis, lengkap dengan obat-obatan, perawatan spesialis, hingga layanan kesehatan jiwa.

Pemeliharaan kesehatan oleh negara Islam didasarkan pada salah satu tujuan syariah, yakni menjaga jiwa manusia. Menjaga satu jiwa manusia, dalam pandangan Islam, seolah menjaga seluruh umat manusia. Karena itu, kesehatan seluruh rakyat harus dijamin oleh negara, bukan diperdagangkan atau diserahkan kepada mekanisme pasar dan industri asuransi.

Allah ﷻ berfirman:

وَمَنۡ أَحۡيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحۡيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًا
Siapa saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” (TQS al-Maidah [5]: 32)


Sumber Pembiayaan


Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), pembiayaan layanan kesehatan publik tidak dibebankan kepada rakyat secara langsung. Khilafah memiliki sumber pendapatan yang beragam. Pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang sejatinya milik umum, seperti minyak, gas, hutan, tambang, dan laut dapat menjadi sumber pembiayaan utama. Dengan demikian, layanan kesehatan bagi rakyat dapat digratiskan.

Sumber daya alam adalah milik rakyat yang wajib dikelola oleh negara. Hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat, termasuk pembiayaan kesehatan. Kekayaan strategis ini haram diserahkan kepada pihak swasta atau asing.

Nabi ﷺ bersabda:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِى ثَلَاثٍ: فِى ٱلْمَاءِ وَٱلْكَلَإِ وَٱلنَّارِ
Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api (HR Abu Dawud).

Selain SDA, sumber pembiayaan negara juga berasal dari fai’, kharaj, zakat sesuai ketentuan syariah, ‘usyur, jizyah, dan pos pemasukan lainnya. Dengan sumber keuangan yang stabil dan halal, negara mampu menyediakan layanan kesehatan gratis, berkualitas, dan merata.

Jika seluruh kekayaan alam Indonesia dikelola secara amanah oleh negara, hasilnya niscaya mampu membiayai berbagai layanan publik, termasuk kesehatan, tanpa membebani rakyat.

Swasta boleh mendirikan layanan kesehatan seperti klinik dan rumah sakit, namun tidak boleh menggantikan kewajiban utama negara. Negara tetap wajib menjadi penanggung jawab utama layanan kesehatan dasar.


Penutup

Dengan demikian, solusi hakiki bagi jaminan layanan kesehatan yang adil dan merata adalah dengan kembali pada sistem Islam. Dalam sejarah, Khilafah telah terbukti menghadirkan kesejahteraan dan layanan publik berkualitas selama berabad-abad. Dengan sistem inilah seluruh rakyat akan mendapatkan layanan kesehatan yang terjangkau, berkualitas, dan berkeadilan.

Saatnya negeri ini meninggalkan sistem kapitalisme yang terbukti menyengsarakan rakyat dan menegakkan sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariah secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.


Hikmah

إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُوا۟ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyerahkan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. an-Nisa’ [4]: 58)

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Kaffah Edisi 420

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.