
Miris mendengar tragedi seorang ibu di Kabupaten Bandung baru-baru ini. Ia bunuh diri. Sebelumnya, ia meracuni dulu dua anaknya agar bisa mati bersama. Tindakan tragis itu dilatarbelakangi oleh depresi akibat tekanan kemiskinan dan kondisi rumah tangga. Peristiwa ini menambah panjang daftar tindakan bunuh diri yang menyeret anak sebagai korban.
Sebelumnya, akibat kemiskinan juga, seorang anak di Kabupaten Sukabumi meninggal setelah tubuhnya dipenuhi ratusan cacing gelang. Sang ibu adalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Ayahnya menderita TBC. Ironisnya, mereka selalu kesulitan berobat karena tidak memiliki Kartu Keluarga (KK) dan BPJS Kesehatan.
Bunuh Diri Meningkat

Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri) melaporkan jumlah kasus bunuh diri terus meningkat setiap tahun. Kenaikannya mencapai 60% dalam lima tahun terakhir. Polri mencatat pada tahun 2022 jumlah bunuh diri adalah 887 jiwa. Angka itu naik pada tahun 2023 hingga mencapai 1.288 kasus. Pada 2024, tercatat 1.023 kasus bunuh diri. Pada tahun 2025 sampai bulan Mei telah terjadi 600 kasus bunuh diri.
Diduga kuat angka sebenarnya lebih besar lagi. Pasalnya, banyak kasus yang tidak dilaporkan (underreporting). Berdasarkan data dari Indonesian Association for Suicide Prevention (INASP), tingkat underreporting diperkirakan mencapai 300%. Jauh di atas rata-rata dunia yang berkisar antara 0–50%.
Faktor penyebab bunuh diri memang beragam. Jerat kemiskinan adalah salah satu faktor kuat yang melatarbelakangi orang putus asa sehingga nekat bunuh diri. Kemelaratan, menurut Komnas Perempuan, juga rata-rata menjadi pemicu filisida maternal, pembunuhan anak oleh ibu. Tidak tega melihat anak menderita kemiskinan, sang ibu memilih jalan mengakhiri hidup anaknya.
Wajib Dihindari

Bunuh diri adalah perbuatan terlarang. Allah ﷻ mengingatkan:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian (QS. an-Nisa’ [4]: 29).
Rasulullah ﷺ juga memperingatkan kaum Muslim bahwa bunuh diri akan menyengsarakan pelakunya pada Hari Akhir. Sabda beliau:
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ فِي الدُّنْيَا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Siapa saja yang melakukan bunuh diri dengan sesuatu, ia akan diazab dengan sesuatu itu pada Hari Kiamat (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah ﷺ juga mengingatkan orangtua agar jangan membunuh anak-anak mereka hanya karena takut anak-anak akan menyusahkan mereka atau menderita karena ketiadaan rezeki. Diriwayatkan:
وَعَنْ اِبْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَيُّ اَلذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: – أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا، وَهُوَ خَلَقَكَ. قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ
Dari Ibnu Mas’ud ra. berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, ”Dosa apakah yang paling besar?” Beliau menjawab, ”Engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dialah yang menciptakan dirimu.” Aku bertanya lagi, ”Kemudian apa?” Beliau menjawab, ”Engkau membunuh anakmu karena takut ia makan bersama dirimu.” (Muttafaq ‘alayh).
Petunjuk Nabi ﷺ

Semua peringatan tentang besarnya dosa bunuh diri, baik yang berasal dari al-Quran maupun Sunnah Nabi ﷺ, adalah tanda betapa besar cinta Allah ﷻ dan Rasul-Nya kepada umat ini. Rasulullah ﷺ menginginkan umat ini tidak terjatuh dalam azab-Nya. Karena itu beliau ingin menyelamatkan kita dari perbuatan tercela itu.
Baginda Nabi ﷺ diutus oleh Allah ﷻ dengan membawa ajaran Islam yang akan memberikan kehidupan yang tenteram dan sejahtera lahir maupun batin bagi umat manusia. Pertama: Beliau membangun masyarakat dan negara di atas akidah Islam yang kokoh. Dari sini terpancar keyakinan hidup yang kokoh akan rezeki, lahir sikap tawakal dan optimisme dalam hidup. Sabda beliau:
لَا تَيْئَسَا مِنْ الرِّزْقِ مَا تَهَزَّزَتْ رُءُوسُكُمَا فَإِنَّ الْإِنْسَانَ تَلِدُهُ أُمُّهُ أَحْمَرَ لَيْسَ عَلَيْهِ قِشْرٌ ثُمَّ يَرْزُقُهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
Janganlah kalian berputus asa dari rezeki Allah selama kepala kalian masih bergerak. Sesungguhnya manusia itu dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merah, tidak memiliki apapun, lalu Allah 'Azza wa Jalla memberi dia rezeki (HR. Ibnu Majah).
Dalam masyarakat seperti di Indonesia saat ini, akidah Islam tidak lagi menjadi dasar kehidupan. Maka tercabutlah mafhum keyakinan akan rezeki dan tawakal kepada Allah ﷻ. Kehidupan pun mudah rapuh lalu hancur saat mendapatkan ujian kesempitan rezeki. Bahkan sering orang takut tentang keadaan masa depan, padahal itu belum terjadi dan sama sekali tidak ia ketahui kepastiannya.
Kedua: Baginda Nabi ﷺ mengajari umatnya kesabaran dalam menghadapi kesulitan hidup. Beliau kerap mengganjal lambungnya dengan batu untuk menahan lapar. Beliau juga sering berpuasa saat tahu istri-istri beliau tidak punya makanan di rumah. Makanan beliau adalah khasyin, gandum yang kasar dan keras. Beliau dorong makanan itu ke kerongkongan dengan meminum air.
Ketiga: Rasulullah ﷺ mengingatkan kaum lelaki untuk bekerja bersungguh-sungguh sebagai tulang punggung keluarga. Tidak malas. Apalagi meminta-minta kepada orang lain. Sabda beliau:
لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ، فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ الحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ، فَيَبِيعَهَا، فَيَكُفَّ اللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ
Sungguh, seandainya salah seorang dari kalian mengambil seutas tali, kemudian kembali dengan memikul seikat kayu bakar di atas punggungnya, lalu dia menjual kayu itu sehingga dengan itu Allah menjaga wajah (kehormatan)-nya, hal itu lebih baik bagi dirinya daripada dia meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi atau menolaknya (HR. al-Bukhari).
Keempat: Rasulullah ﷺ memberikan keteladanan dan tuntunan kepada umatnya untuk menjadi tetangga yang baik dengan cara saling memperhatikan dan saling memberi. Beliau bersabda:
يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
Wahai para wanita Muslimah, janganlah antar tetangga satu sama lain saling meremehkan walaupun hanya dengan memberi kuku kambing (HR. al-Bukhari).
"Firsinu syatin" adalah bagian kecil dari kuku kambing. Ini menunjukkan sesuatu yang mungkin sepele atau tidak berharga, tetapi bisa menjadi kebaikan saat dibagikan kepada tetangga. Dalam riwayat lain Nabi ﷺ meminta para Muslimah untuk memperbanyak kuah makanan agar bisa dibagi pada tetangga.
Baginda Nabi ﷺ pun amat marah kepada Muslim yang membiarkan tetangganya kelaparan, padahal ia bisa membantu tetangganya tersebut. Sikap tidak terpuji tersebut bahkan disebut bukan ciri seorang Mukmin.
ما آمَنَ بي مَن باتَ شَبْعانَ، وجارُهُ جائِعٌ إلى جَنْبِهِ، وهو يَعْلَمُ بِهِ
Tidak beriman kepada diriku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia mengetahuinya (HR. ath-Thabrani).
Peran Negara
Sebagai kepala negara, Rasulullah ﷺ juga panutan dalam mengurus umat. Beliau menetapkan bahwa rakyat tidak akan bisa hidup sejahtera dan tenteram tanpa peran negara. Pemimpin negara wajib mengatur urusan umat dan menjamin kehidupan mereka. Sabda beliau:
فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
Pemimpin manusia (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan bertanggung jawab atas mereka (Muttafaq ’alayh).
Sebab itu, beliau tidak pernah menunda-nunda untuk memberikan pelayanan kepada umat. Rasulullah ﷺ juga mengingatkan para pejabat negara agar senantiasa membantu urusan rakyatnya dan tidak mengabaikan mereka. Sabda beliau:
مَا مِنْ إِمَامٍ يُغْلِقُ بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ وَالْخَلَّةِ وَالْمَسْكَنَةِ إِلَّا أَغْلَقَ اللَّهُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ دُونَ خَلَّتِهِ وَحَاجَتِهِ وَمَسْكَنَتِهِ
Tidak seorang pun pemimpin yang menutup pintunya untuk orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinannya (HR. at-Tirmidzi).
Khatimah
Wahai kaum Muslim! Musibah kemiskinan, kesengsaraan hidup serta gelombang keputusasaan hari ini adalah akibat Islam dicampakkan dari kehidupan. Sekularisme dan Kapitalisme justru dijadikan asas dan aturan kehidupan.
Sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan, menyebabkan manusia melupakan kekuasaan Allah ﷻ, meragukan rezeki-Nya, enggan bertawakal kepada-Nya, dan malah bersandar pada manusia yang lemah. Jadilah manusia begitu rapuh seperti sarang laba-laba.
Kapitalisme menciptakan kesenjangan sosial yang dalam, eksploitasi sesama manusia, mendorong perilaku individualisme, kompetisi dalam kehidupan, dan menghapuskan adab saling tolong-menolong.
Kapitalisme juga menjadikan negara hanya berpihak kepada oligarki yang menyokong kekuasaan. Rakyat hanyalah obyek pajak yang terus diburu hartanya. Sebaliknya, kehidupan rakyat dibiarkan dengan prinsip survival of the fittest. Bertarung sendiri jika ingin bertahan hidup. Adapun para pejabat dan wakil rakyat justru mendapatkan fasilitas kemewahan.
Wahai kaum Muslim! Penderitaan ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan pergantian figur kepemimpinan. Penderitaan ini hanya bisa dituntaskan dengan penerapan syariah Islam secara kâffah dalam naungan Khilafah. Inilah tuntunan Baginda Nabi ﷺ dan dilaksanakan oleh para khalifah sepeninggal beliau. Khilafah Islam yang menerapkan syariah Islam secara kâffah akan menjadikan umat hidup sejahtera dan tenteram lahir maupun batin.
Hikmah:
Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافى فِي جَسَدِهِ، آمِنًا فِي سِرْبِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
Siapa saja di antara kalian saat pagi merasakan sehat jasmaninya, menemukan rasa aman pada dirinya, dan memiliki makanan pokok hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia ini telah diberikan kepada dirinya (HR. at-Tirmizi dan Ibnu Majah)
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Kaffah Edisi 410