
Keadilan adalah pilar utama dalam kehidupan bernegara. Namun, di negeri ini, sistem peradilan yang berakar dari hukum sekuler justru menjadi sumber kerusakan dan kegaduhan. Kasus terbaru yang memicu polemik adalah keputusan Presiden yang memberikan abolisi kepada Thomas Lembong. Publik menilai, Tom Lembong memang layak dibebaskan dari segala dakwaan karena ia adalah korban kriminalisasi hukum. Namun, pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto banyak dipertanyakan. Publik menilai langkah ini bukan hanya sarat kepentingan politik, tetapi juga mencederai rasa keadilan dan merusak sistem hukum itu sendiri.
Presiden dalam sistem sekuler memang memiliki kewenangan memberikan amnesti, abolisi, bahkan remisi; termasuk kepada para koruptor. Kewenangan absolut ini menempatkan Presiden di atas pengadilan. Jelas, ini membuka celah intervensi politik dan menciptakan ketidakadilan struktural.
Di sisi lain, hukum di negeri ini acapkali tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Terhadap rakyat kecil, dengan kasus yang ecek-ecek, hukum begitu tegas. Sebaliknya, terhadap kelompok elit, terutama para koruptor, dengan kasus korupsi puluhan bahkan ratusan triliun rupiah, hukum demikian lembek. Kasus korupsi di PT Pertamina bernilai ratusan triliun rupiah, misalnya, sampai saat ini tidak jelas juntrungannya. Belum ada satu pun yang dijadikan tersangka. Bahkan kasusnya seperti diabaikan begitu saja. Belum lagi kasus-kasus korupsi besar lainnya. Akibatnya, rakyat semakin kehilangan kepercayaan terhadap hukum saat ini, yang nyata-nyata dipenuhi dengan ketidakadilan.
Inilah buah dari sistem hukum sekuler, yang bersandar pada akal manusia dan kepentingan elit, bukan pada wahyu Ilahi.
Sistem Peradilan Islam: Sumber Keadilan Sejati

Islam memiliki sistem peradilan yang kokoh, adil dan terbebas dari intervensi politik. Sistem ini dibangun di atas iman dan takwa. Sistem ini bersumber dari wahyu Allah ﷻ, bukan dari hawa nafsu dan kepentingan manusia. Allah ﷻ berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
Hak memutuskan hukum itu hanya ada pada Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dialah Pemberi keputusan terbaik (QS. al-An’am [6]: 57).
Karena itulah Allah ﷻ tegas menyatakan bahwa siap saja yang tidak memutuskan perkara apapun berdasarkan hukum-hukum-Nya, pada dasarnya dia telah melakukan kezaliman. Demikian sebagaimana firman-Nya:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ
Siapa saja yang tidak memutuskan perkara menurut wahyu yang telah Allah turunkan maka mereka itulah para pelaku kezaliman (QS. al-Maidah [5]: 45).
Karena itulah, menurut Imam al-Mawardi, di dalam sistem peradilan Islam, orang kafir tidak boleh ditunjuk sebagai hakim untuk mengadili kaum Muslim, bahkan untuk mengadili orang kafir sekalipun. Sebabnya, orang kafir pasti memutuskan hukum bukan berdasarkan hukum Allah ﷻ (Lihat: Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 110).
Hukum Islam tidak tunduk pada tekanan kekuasaan atau opini publik. Tidak ada ruang untuk kompromi dalam hukum Allah ﷻ. Setiap keputusan pengadilan bersifat final, bahkan seorang Khalifah tidak berhak membatalkan keputusan hukum dari seorang qâdhi (hakim). Sebagaimana dinyatakan oleh Imam al-Māwardi bahwa jika qâdhi telah memutuskan suatu perkara maka tidak halal bagi Imam (Khalifah) membatalkan keputusannya (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 99)
Selain itu, dalam peradilan Islam, sistem pembuktian harus presisi dan obyektif. Sebabnya, selain saksi, bukti sangat menentukan. Tidak ada ruang untuk manipulasi alat bukti seperti di pengadilan sekuler. Nabi ﷺ bersabda:
لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ، ادَّعَى نَاسٌ دِمَاءَ رِجَالٍ وَأَمْوَالَهُمْ
Andai manusia diberi (hak) hanya atas dasar klaim mereka, niscaya akan ada orang yang mengklaim darah dan harta orang lain (HR Ibnu Majah).
Karena itu, sabda beliau:
الْبَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِي وَالْيَمِينُ عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ
Menghadirkan bukti adalah kewajiban atas pihak yang menuduh, sementara sumpah adalah keharusan bagi pihak tertuduh (HR at-Tirmidzi).
Demikianlah. Sistem pembuktian dalam Islam memastikan: tidak ada orang yang dizalimi, tidak ada vonis tanpa dasar dan tidak ada yang kebal hukum.
Dalam peradilan Islam, putusan qâdhi (hakim) dalam sistem Islam bersifat mengikat dan tidak dapat dibatalkan, kecuali adanya kesalahan prosedural atau bukti baru; atau jika belakangan terbukti putusan hakim tersebut bertentangan dengan nas-nas al-Quran dan as-Sunnah mutawatir, atau hadis-hadis shahih, atau Ijmak Sahabat dan Qiyas Syar’i (Dr. Mustafa al-Khan dll, Al-Fiqh al-Manhaji ‘alâ Madzhab al-Imâm asy-Syâfi’i, 8/172). Sebabnya, kata Imam an-Nawawi:
وَاِنَّ الرُّجُوْعُ إِلَى الْحَقِّ أَوْلَى مِنَ التَّمَادِي فِي الّبَاطِلِ
Sesungguhnya kembali pada kebenaran lebih utama daripada tetap bersikukuh dalam kebatilan (An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab, 20/138).
Namun, jika keputusan hakim sudah benar dan sudah sesuai dengan kaidah-kaidah ijtihad syar’i, maka keputusannya tidak bisa dibatalkan oleh siapapun, bahkan oleh Khalifah sekalipun. Dalam hal ini Imam an-Nawawi menegaskan bahwa jika seorang hakim telah memutuskan perkara maka keputusan tersebut tidak boleh dibatalkan oleh seorang pun kecuali jika tampak adanya cacat dalam keputusan itu (An-Nawawi, Al-Majmû ‘ Syarḥ al-Muhadzdzab, 20/285).
Karena itu dalam sistem peradilan Islam tidak dikenal sistem banding, kasasi, atau intervensi penguasa melalui abolisi dan amnesti. Ini adalah mekanisme penting untuk menjaga independensi dan kredibilitas pengadilan.
Kisah Nyata Keadilan dalam Peradilan Islam

Dalam Al-Kâmil fî at-Târîkh karya Ibn al-Atsir (3/98), dikisahkan bahwa Imam Ali ra., yang saat itu berkedudukan sebagai khalifah, pernah mengadukan seorang kafir dzimmi kepada Qadhi Syuraih ra. Beliau mengklaim baju besi milik beliau yang ternyata ada pada orang kafir tersebut. Qadhi Syuraih bertanya kepada Imam Ali ra., “Apa bukti Anda?” Imam Ali ra. menjawab, “Baju itu milikku. Aku tidak menjualnya dan tidak memberikannya kepada orang lain.”
Imam Ali ra. lalu menghadirkan salah satu putranya untuk memberikan kesaksian di hadapan hakim. Namun, Qadhi Syuraih menolak kesaksiannya. Lalu Qadhi Syuraih memutuskan baju itu milik orang kafir tersebut. Imam Ali ra. pun menerima keputusan tersebut dengan lapang dada. Imam Ali ra. tidak menggunakan kedudukannya sebagai khalifah untuk membatalkan putusan. Ketika orang kafir tersebut menyaksikan sendiri keadilan yang luar biasa, dia akhirnya masuk Islam.
Kisah lainnya, dalam Târîkh Dimasyq karya Ibn ‘Asakir (44/156), disebutkan bahwa Sahabat Salman al-Farisi ra. pernah berkata kepada Khalifah Umar ra., “Kami tidak suka Anda mengambil jubah itu sebelum Anda menjelaskan dari mana Anda mendapatkan jubah tersebut.” Khalifah Umar ra. menjawab, “Aku tahu engkau tidak menyukai ini. Sesungguhnya aku mempunyai seorang budak. Dialah yang memberi aku jubah ini.”
Demikianlah. Khalifah Umar ra. tunduk pada pengawasan rakyat dalam urusan harta negara. Beliau tidak marah saat dikritisi oleh rakyatnya. Ini adalah prinsip keadilan yang tak terbantahkan.
Kisah lainnya, dalam Musannaf Ibn Abi Shaybah (5/539) disebutkan bahwa Khalifah Umar ra. memotong tangan pencuri pada saat ekonomi masyarakat dalam keadaan normal, tetapi beliau tidak memotong tangan pencuri pada masa paceklik (krisis ekonomi). Ini menunjukkan pertimbangan kondisi darurat sosial dalam penerapan hudûd, bukan sekadar formalitas hukum.
Kisah lainnya lagi, dalam Futûh al-Buldân karya al-Baladzuri (hlm. 422) disebutkan bahwa penduduk Samarkand pernah menulis surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dalam surat itu disebutkan bahwa pasukan Qutaibah tiba-tiba memasuki dan menyerang negeri mereka tanpa peringatan atau seruan (untuk masuk Islam) lebih dulu. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun segera menulis surat kepada qâdhi agar segera mengadlili perkara ini. Qadhi akhirnya mengeluarkan keputusan agar pasukan kaum Muslim segera keluar dari Samarkand. Keputusan ini ditaati oleh pasukan Islam. Penduduk Samarkand sangat kagum pada keadilan Islam ini. Karena itu banyak di antara mereka kemudian masuk Islam.
Kisah lainnya, dalam Al-Bidâyah wa an-Nihâyah karya Ibn Katsir (10/275) disebutkan bahwa Khalifah Harun ar-Rasyid biasa mengangkat para qâdhi (hakim) yang adil dan tidak segan-segan mencopot para pejabat yang zalim.
Keadilan Tidak Akan Terwujud Tanpa Islam

Jelas, keadilan sejati tidak akan pernah lahir dari sistem sekuler yang menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan. Selama hukum tunduk pada hawa nafsu dan kepentingan manusia dan bukan tundak pada wahyu Allah ﷻ, selama itu pula ketidakadilan dan kezaliman akan terus merajalela.
Islam hadir membawa sistem peradilan yang adil, tegas dan tidak tebang pilih. Di dalam sistem Khilafah Islamiyah, tidak ada seorang pun yang kebal hukum, termasuk Khalifah sekalipun. Tidak ada satu pun keputusan pengadilan yang bisa dibatalkan, termasuk oleh penguasa, hanya karena tekanan politik.
Karena itu saatnya umat kembali pada sistem Islam secara kâffah. Tidak lain dengan menerapkan seluruh sistem Islam, termasuk sistem peradilan Islam, dalam institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islam. Hanya dengan itu, keadilan sejati akan benar-benar hadir di tengah-tengah umat manusia.
Hikmah:
Allah ﷻ berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِ ۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَئَانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْ ۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰ ۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah kalian! Karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh, Allah Mahatahu atas apa saja yang kalian kerjakan. (QS. al-Maidah [5]: Ayat 8).
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Kaffah Edisi 405
UPDATE PALESTINAJANGAN LUPAKAN GENOSIDA PALESTINAAnak anak Gaza Ditembak Tepat Jantungnya
- "Saya yakin itu penembak jitu karena hanya satu tembakan yang mengenai jantungnya," kata seorang ayah yang kehilangan anaknya di Gaza. BBC mewawancarai puluhan dokter dan perawat yang menceritakan kejadian serupa.
- "Sebuah peluru benar-benar bersarang di otak anak tiga tahun," ujar seorang dokter.
Di Tengah Kelaparan Gaza, Israel Cegat 22.000 Truk Bantuan Masuk
- Kantor Media Pemerintah di Gaza mengonfirmasi bahwa Israel sengaja menghalangi lebih dari 22.000 truk bantuan kemanusiaan memasuki wilayah tersebut.
Dibunuh Saat Menunggu Bantuan Makanan
- Sedikitnya tiga warga Palestina tewas dan beberapa lainnya terluka saat menunggu bantuan makanan di utara Rafah, Gaza, menurut laporan rekan-rekan kami di Al Jazeera Arabic.
Berikut terjemahan lengkapnya dalam bahasa Indonesia:
- "Kelelahan fisik ini begitu mendalam."
- Dewan Pengungsi Denmark (DRC) menyatakan bahwa 70% warga Palestina di Gaza menderita "kelemahan ekstrem akibat kelaparan" yang membuat mereka kesulitan untuk mendapatkan bantuan.
Sumber : Al-Jazeera, BBC, dllTOTAL KORBAN
- Korban tewas total: > 60.000 jiwa
- Meninggal akibat kelaparan: ~180 jiwa (termasuk ~93 anak)
- Korban meninggal saat cari bantuan: > 1.000 orang sejak Mei 2025
- Rumah sakit rusak/hancur: ~94% (hanya 16–19 beroperasi parsial)
- Serangan terhadap fasilitas medis: ~670–700 hingga Januari 2025
- Tenaga kesehatan tewas: > 1.000 orang; ambulans rusak > 144 unit
- Cedera parah: ~22.500 orang hingga September 2024
- Pengungsi internal: ~1,9–2 juta orang (~90% dari ~2,1–2,2 juta total)
- Hunian rusak/hancur: ~60% unit
- Sekolah/universitas rusak: > 300 fasilitas (puluhan total hancur)
- Masjid dihancurkan: > 200 masjid total
- Masjid rusak sebagian: > 140 masjid
- Kamp pengungsi diserang Al‑Shati: >90.000 pengungsi, beberapa masjid hancur