Type Here to Get Search Results !

HIJRAH: MOMENTUM MEWUJUDKAN IDENTITAS ISLAM KAFFAH


Tidak terasa saat ini kita memasuki Tahun Baru 1444 H. Masih seperti sebelumnya, pada Tahun Baru Hijrah ini ragam kerusakan makin merata terjadi di mana-mana. Krisis ekonomi membuat kehidupan di negeri ini makin terpuruk. Korupsi makin menjadi-jadi. Ragam penistaan terhadap Islam masih terjadi. Ketidakadilan hukum makin terang-terangan. Kerusakan moral para pemuda makin memuakkan.

Karena itu besar harapan dan keinginan umat agar momen Tahun Baru Hijrah ini dapat mengubah keadaan negeri ini menuju tatanan yang islami, yang diridhai Allah ﷻ.

Spirit Tahun Baru Hijrah diharapkan bisa merasuk pada segenap jiwa kaum Muslim di negeri ini, khususnya para pemudanya, agar mereka bangga dengan identitas keislamannya. Pasalnya, saat ini masih banyak anak-anak muda di negeri ini yang justru bangga dengan simbol-simbol kekufuran dan kemaksiatan.

Merebaknya pengaruh Citayam Fashion Week adalah bukti betapa rapuhnya persoalan moral para pemuda di negeri ini. Belum lagi moral sebagian pemimpin yang rusak dan khianat.


Perjuangan Suci Mendakwahkan Islam

Perjalanan Hijrah Nabi ﷺ bersama para Sahabat beliau dari Makkah ke Madinah disepakati sebagai awal penanggalan Kalender Hijrah atas usul Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Hal ini dicatat oleh Ibnu al-Jauziy dalam kitabnya, Al-Muntazham fî Târîkh al-Mulûk wa al-Umam (4/227).

Dengan menelaah Sirah Nabi ﷺ, siapapun akan paham bahwa Hijrah Nabi ﷺ dan para Sahabat adalah peristiwa besar. Hijrah bahkan menjadi tonggak tegaknya Islam di muka bumi. Melalui hijrah, Islam menjadi kekuatan besar yang menebarkan rahmat ke seluruh umat manusia.

Berbeda dengan sebelumnya, selama 13 tahun di Makkah, dakwah Islam menemui kesukaran bahkan jalan buntu. Caci-maki hingga penganiayaan dialami Rasulullah ﷺ dan para Sahabat. Hal ini yang sempat membuat Rasulullah ﷺ berduka hingga turun ayat yang menghibur beliau:

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ
Sungguh telah didustakan pula para rasul sebelum kamu. Lalu mereka bersabar atas pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Sungguh telah datang kepadamu sebagian dari berita para rasul itu (TQS al-An’am [6]: 34).

Imam Ibnu Katsir menerangkan: “Ayat ini merupakan hiburan bagi hati Nabi Muhammad ﷺ, ungkapan dukungan kepada beliau dalam menghadapi orang-orang yang mendustakan beliau dari kalangan kaum beliau, serta perintah kepada beliau agar bersabar sebagaimana sikap sabar ulul ‘azmi dari kalangan para rasul terdahulu. Ayat ini pun mengandung janji Allah kepada Nabi-Nya bahwa Dia akan menolong dirinya sebagaimana Dia telah menolong para rasul terdahulu, kemudian mereka memperoleh kemenangan.” (Tafsîr Ibnu Katsîr, 3/252).

Hijrah adalah pengorbanan. Selain harus menempuh perjalanan yang berat dengan jarak lebih dari 400 km, kaum Muslim menghadapi dua ujian dalam berhijrah. Pertama: Ujian keimanan. Mereka harus meninggalkan negeri asal mereka; meninggalkan harta benda, tempat tinggal bahkan keluarga mereka. Mereka berpindah ke negeri yang di sana tak ada sanak kerabat. Mereka pun tidak dijanjikan akan mendapat tempat tinggal baru atau mata pencaharian baru sebagai ganti harta yang mereka tinggalkan. Hanya bermodalkan keyakinan pertolongan Allah ﷻ mereka berhijrah. Allah ﷻ pun memberikan pujian dan pahala berlimpah kepada kaum Muhajirin.

وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ رِزْقًا حَسَنًا وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar akan Allah beri rezeki yang baik (surga). Sungguh Allah adalah Sebaik-baik Pemberi rezeki (TQS al-Hajj [22]: 58).

Kedua: Kaum Muslim yang berhijrah juga menghadapi ujian pengorbanan dan penentangan dari kaumnya. Zainab binti Rasulullah ﷺ, misalnya. Ia harus rela berpisah dengan suaminya, Abu al-Ash bin Rabi, yang masih musyrik dan menolak ikut berhijrah. Keluarga suaminya juga menghadang Zainab yang tengah hamil empat bulan hingga dirinya terjatuh dan mengalami keguguran. Setelah pulih dari lukanya, Zainab kembali berangkat berhijrah meninggalkan suaminya.

Sahabat lain, Suhaib ar-Rumiy ra., sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Katsir (Tafsîr Ibnu Katsîr, 1/421), mengorbankan harta yang dia bawa dari rumahnya untuk diberikan kepada kaum musyrik yang menghadang dirinya di perjalanan ketimbang ia kembali ke Makkah. Setibanya di Madinah dan ia menceritakan peristiwa yang ia alami, termasuk harta yang ia berikan kepada para penghadangnya, Rasulullah ﷺ memuji dirinya, “Beruntunglah perdagangan Suhaib!” Dua kali pujian itu diulang Nabi ﷺ Kemudian turunlah firman Allah ﷻ:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
Di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari ridha Allah. Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya (TQS al-Baqarah [2]: 207).


Ikhtiar Melanjutkan Dakwah

Hijrah Nabi ﷺ ke Madinah bukanlah karena beliau ingin menghindar dari kesulitan demi kesulitan yang menghadang dakwah beliau selama di Makkah. Hijrah juga bukan karena Rasulullah ﷺ sudah tidak bisa bersabar lagi menghadapi rintangan dakwah. Namun, beliau menyadari bahwa masyarakat Makkah berpikiran dangkal, bebal dan berkubang dalam kesesatan. Karena itu beliau melihat bahwa dakwah harus dialihkan dari kondisi masyarakat semacam ini ke kondisi masyarakat yang kondusif dan siap menerima Islam.

Allah ﷻ lalu memberikan pertolongan dengan kedatangan orang-orang suku Aus dan Khazraj dari Yatsrib (Madinah). Dua kabilah ini terkenal dengan kekuatan mereka karena terbiasa berperang. Negeri mereka pun memiliki posisi geostrategis yang luar biasa. Terletak di jalur perdagangan antara Makkah dan Syam. Hal ini mencemaskan orang-orang Quraisy seandainya Rasulullah ﷺ berkuasa di Madinah.

Madinah juga memiliki lahan yang lebih subur ketimbang Makkah karena terletak di antara dua tanah vulkanik; al-Wabarah di Barat, Waqim di Timur, Uhud dan Sil’u di Utara, serta Gunung Ir di Barat Daya. Selain memberikan kesuburan, posisi Madinah yang demikian secara militer membuat wilayah ini sulit untuk diterobos dan diserbu musuh.

Ini disadari oleh kaum musyrik Quraisy. Mereka mencemaskan Islam menjadi kekuatan besar yang bisa mengalahkan mereka. Karena itu mereka berusaha keras menghadang hijrah kaum Muslim, khususnya Rasulullah ﷺ Namun, dengan izin Allah, beliau dapat menerobos kepungan orang-orang kafir Quraisy dan lolos dari kejaran mereka hingga beliau tiba di Madinah.

Setiba di Madinah, Rasulullah ﷺ melakukan sejumlah langkah untuk membangun kekuatan dalam wujud Negara Islam pertama di dunia yang kokoh. Pertama: Rasulullah ﷺ berhasil menyatukan suku Aus dan Khazraj yang bermusuhan. Beliau juga mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar.

Kedua: Rasulullah ﷺ mengikat seluruh pihak di Madinah dan sekitarnya, seperti kaum musyrik dan Yahudi, dengan Piagam Madinah. Tujuannya, antara lain, agar eksistensi Negara Islam yang dibangun tidak digoyahkan oleh siapapun. Semua terikat dengan Piagam Madinah untuk saling menjaga dan melindungi. Mereka tidak boleh bersekutu dengan musuh untuk menyerang satu sama lain. Semua pihak setuju untuk tunduk pada hukum-hukum Islam (Lihat: Piagam Madinah, Klausul no. 45).

Ketiga: Rasulullah ﷺ menyusun struktur pemerintahan Islam di Madinah dan menjalankan syariah Islam secara kâffah di sana. Abu Bakar dan Umar bin al-Khattab ra. diangkat sebagai mu’âwin atau pembantu beliau dalam pemerintahan. Nabi ﷺ bersabda:

وَزِيرَايَ مِن السَّمَاء جِبْرِيل وَ مِيكَائِيل وَ مِن أَهْلِ الأَرْضِ أَبُو بَكر وَ عُمَر
Pembantuku dari langit adalah Jibril dan Mikail, sementara pembantuku dari penduduk bumi adalah Abu Bakar dan Umar (HR al-Hakim dan Tirmidzi).

Rasulullah ﷺ mengangkat Qais bin Saad sebagai pimpinan Kepolisian sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari. Beliau juga mengangkat sejumlah Sahabat sebagai komandan pasukan untuk ekspedisi militer jihad fi sabilillah.

Dakwah Islam dan jihad fi sabilillah pun dilakukan oleh Rasulullah ﷺ selama hidup di Madinah. Beliau antara lain memimpin Penaklukan Makkah pada tanggal 17 Ramadhan 8 H dengan mengerahkan 10 ribu tentara kaum Muslim. Saat Rasulullah ﷺ wafat, seluruh Jazirah Arab telah masuk ke dalam kekuasaan kaum Muslim (Negara Islam). Ekspansi Islam ini diteruskan oleh al-Khulafa ar-Rasyidun, lalu oleh para khalifah berikutnya.

Wahai kaum Muslim! Peristiwa Hijrah telah memberikan keteladanan dan pelajaran penting. Betapa perubahan masyarakat menuju tatanan yang penuh rahmat dan keadilan tidak mungkin terjadi tanpa Islam. Umat ini harus bangga dengan keislaman mereka sebagaimana para Sahabat Nabi ﷺ. Dulu mereka rela berjuang mati-matian demi mempertahankan identitas keislaman mereka sebagai seorang Muslim. Kaum Muslim generasi awal telah mencontohkan bahwa kemenangan dan perubahan besar itu hanya bisa karena pengorbanan yang besar di jalan Allah. Semoga kita bisa mengikuti jejak mereka. Aamiin.


Hikmah:

Allah ﷻ berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu dan yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (TQS at-Taubah [9]: 100).

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Kaffah Edisi 253

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.