Type Here to Get Search Results !

DEMI PENA


Oleh: Desi

ن ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
"Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan," (QS. Al-Qalam: 1).

Surat ini turun di Mekkah pada awal kenabian. Sebagian ulama berpendapat bahwa surat Al-Qalam ini surat kedua yang turun setelah surat Al-Alaq namun sebagian yang lain berpendapat jika surat Al-Muzammil urutan yang kedua dan Al-Qalam setelahnya. Jika berbicara Al-Qalam atau pena maka akan mengingatkan ayat yang pertama turun dari surat Al-Alaq yaitu Iqra atau bacalah. Dimana pena dan baca itu berkaitan erat dengan dunia belajar mengajar. Ini sangat menarik seolah Allah mengisyaratkan agar kaum muslimin menjadi umat yang terdidik.

Pada awal ayat ini berbunyi nuun kemudian disusul dengan sumpah demi pena. Oleh sebagian ulama tanda nuun ini dilambangkan sebagai bak tinta atau kolam tinta. Dimana kita tahu jika akan menulis pasti membutuhkan tinta dengan kata lain tinta sebagai pasangan pena. Penafsiran ini dihubungkan dengan surat Al-Kahfi ayat 109:

قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).

Ada sebuah pernyataan dari Imam Al-Ghazali yang sangat memotivasi "Kalau engkau bukan anak raja, bukan pula anak seorang ulama besar, maka jadilah penulis". Siapapun punya peluang untuk menjadi penulis dengan catatan ada kemauan untuk belajar. Mungkin menulis opini Islam bisa menjadi pilihan kita. Dimana dalam penulisan opini Islam, isi tulisannya bersumber pada Al-Qur'an dan Al-Hadits. Tentunya dengan niat karena Allah membuat tulisan yang bertujuan untuk berdakwah mencerahkan umat.

Bagi pemula tentu merasa bingung harus memulai dari mana karena menulis yang bertujuan untuk berdakwah tidak sekedar menulis yang renyah dibaca namun tidak ada informasi yang mencerahkan bagi pembaca. Beberapa persiapan yang bisa dipelajari untuk menulis bisa dimulai dengan melihat fakta disekitar kita. Bangun kepekaan terhadap isu-isu yang terjadi kemudian gali analisa dari sudut pandang kita, lalu hadirkan solusi dari permasalahan tersebut, tentunya solusi yang dihadirkan adalah solusi dari Islam.

Untuk mendukung keterampilan menulis, maka seorang penulis harus rajin membaca untuk menambah ilmu pengetahuan. Mengikuti kelas-kelas menulis dan bergabung dengan komunitas para penulis juga menjadi kebutuhan penting yang harus diperhatikan. Demi menambah tsaqofah dan memperluas wawasan keilmuan maka rutinlah mengikuti kajian intensif bersama guru. Namun harus diingat bahwa mencari ilmu juga sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Jadi bukan sekedar sarana pendukung dalam penulisan semata.

Maka jika ilmu telah tersampaikan, ikatlah ilmu itu melalui tinta dengan kata lain catatlah setiap poin-poin penting yang disampaikan oleh guru untuk kemudian dibaca dan dipelajari kembali. Hal ini sangat membantu agar ilmu itu tetap menancap dalam hati dan pikiran kita karena manusia memiliki ingatan dan memori yang terbatas.

Menulis bisa menjadi kebiasaan jika kita bersedia meluangkan waktu setiap harinya. Dengan terus mengulang maka secara otomatis akan terbiasa. Meskipun kebiasaan itu telah terbentuk, kita harus terus belajar agar tulisan kita semakin berbobot.

Mengingat bahwa segala apa yang kita perbuat akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah ﷻ, maka dalam setiap huruf yang kita rangkai menjadi kata yang indah dalam sebuah kalimat yang membentuk tulisan panjang, disitu ada hisab pula yang menanti kita, maka tuangkanlah tulisan yang bisa menjadi pemberat amal baik kita. Pilih bahasa sebaik mungkin namun tetap terarah agar pesan tersampaikan bagi para pembaca.

Luruskan niat hanya karena Allah dalam dakwah bil qalam. Libatkan Allah dalam setiap aktivitas termasuk ketika jari menari melukis jejak-jejak dakwah yang kelak akan kita tinggalkan. Terus berdoa semoga dari jejak-jejak yang kita tinggalkan bernilai amal jariyah yang pahalanya terus mengalir meskipun nyawa telah lepas dari badan.

Jika seluruh umat Islam sadar wajib dan pentingnya mencari ilmu sebagaimana perintah Iqra atau bacalah yang kemudian disandingkan dengan pena untuk menulis. Niscaya kegiatan belajar mengajar ilmu Islam akan hidup kembali menghiasi forum-forum kajian ilmu. Bisa saja sejarah kegemilangan pada masa Khilafah Bani Abbasiyah terutama ketika Harun Ar-Rasyid menjadi Kholifah terulang kembali. Dimana Islam menggenggam dunia dengan ilmu pengetahuan dan peradaban.

Islam identik dengan ilmu, Islam juga kaya dengan ilmuwan-ilmuwan yang berpengaruh di dunia dari Timur hingga Barat. Seperti Al-Farizi seorang yang ahli di bidang astronomi, Ibnu Sina seorang yang dijuluki Bapak Pengobatan Modern, Jabir bin Hayyan seorang ahli kimia, Al-Khawarizmi seorang ahli matematika penemu Aljabar, Ibnu Rusyd ahli filsafat, kedokteran, matematika dan ilmu hukum.

Mereka adalah ilmuwan Islam yang penemuannya masih menjadi sumber rujukan ilmu pengetahuan di masing-masing bidang sampai sekarang. Mereka telah meninggalkan jejak-jejak yang tertulis dalam karya mereka yang bermanfaat sampai hari ini. Mereka dedikasikan umur, tenaga, waktu juga biaya yang dibayar dengan harga yang melampaui batas usianya yaitu aliran pahala jariyah. Mari tanyakan pada diri masing-masing, jejak seperti apa yang akan kita tinggalkan di muka bumi ini?

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.