Type Here to Get Search Results !

DRAMA PPKM SEMUA KEHILANGAN NURANI


Oleh: Ummu Jauza
(Member WAG Insan Media Taqwa Peduli Umat)

Markonah nglencer numpak sedan
Tuku Soto Babat dirubung Laler
Wong Ra Genah Akeh Nang Jaman Edan
Ngono iku akibat soko sistem sekuler

Pandemi varian delta yang berujung pada kebijakan PPKM dengan aneka ragamnya beserta perpanjangannya. Ternyata tidak hanya membuat risau masyarakat yang bergerak di sektor informal kalangan menengah bawah. Seperti pedagang kaki lima, warkop ataupun retail. Masyarakat kelas menengah atas pun dibuat risau akan kebijakan ini.

Hampir bisa dipastikan pendapatan akan berpengaruh. Terlebih tidak ada gaji bulanan yang diterima selayaknya pegawai kantoran dan pejabat. Beberapa diantaranya bahkan menyuarakan suara penderitaannya, karena mata pencaharian mereka terimbas kebijakan PPKM.

Diantaranya yang terjadi, penutupan salah satu pusat pembangunan adalah Pusat Grosir Cililitan (PGC), yang terletak di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur. Akibatnya, sejumlah orang yang menawarkan jasa servis ponsel terpaksa harus turun jalan untuk menjemput rezeki. Sambil berdiri, ia mengangkat sobekan karton bertulisan "Servis HP, Bisa Ditunggu" sambil berharap ada pengguna jalan yang lewat dan menyadari keberadaan mereka.

Aksi ini terpaksa mereka lakukan demi mengais nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi di tengah pandemi. (kompas.com)

PPKM Darurat yang sejatinya bertujuan untuk menekan potensi penularan COVID-19 membuat mereka kesulitan mencari nafkah. Bahkan, banyak di antara pedagang kecil yang nekat berjualan dan melanggar aturan PPKM Darurat hingga akhirnya harus menerima sanksi denda.

Namun, ternyata tidak melulu cerita tentang derita rakyat kecil yang mewarnai drama PPKM. Artis yang notabene hidupnya berkecukupan juga ada yang mengaku stress dengan perpanjangan PPKM, hingga melakukan protes berbikini di pinggir jalan. Link berita tidak saya sertakan ya, karena sudah viral.

Sejak awal, ketika pemerintah tidak mau menerapkan kebijakan Lockdown atau karantina wilayah yang sejatinya sudah diatur Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Dalam UU tersebut disebutkan, karantina kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Dalam pasal 1 ayat (10) berbunyi, "Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi".

Namun kebijakan ini tidak diambil oleh Pemerintah. Dan mengambil kebijakan lain yaitu PPKM Darurat dan sebelumnya PSBB.

Namun kebijakan PPKM Darurat ini dikritik oleh Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. Dia menilai pemerintah kerap menggunakan istilah-istilah lain dalam skema pembatasan masyarakat seperti PPKM Mikro Darurat, maupun sebelumnya PSBB. Pemerintah disebut tidak memilih opsi Karantina atau lockdown hanya karena untuk menghindari kewajiban memberikan bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat terdampak.

Asfin menilai, jika penggunaan istilah lain dari karantina atau lockdown, seperti dijadikan alat bagi pemerintah untuk menghindari tanggung jawab memenuhi hak-hak masyarakat.

"Pemerintah kan enggak pakai istilah UU Kekarantinaan untuk menghindar dari tanggung jawab. Tapi curangnya ketentuan pidananya dipakai, setidaknya untuk mengancam," kata Asfin saat dihubungi merdeka.com, Kamis (1/7). (Merdeka.com)


Lockdown Atau Karantina Wilayah Pada Masa Islam


Di zaman Rasululullah SAW pernah terjadi wabah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Kala itu, Rasulullah SAW memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat orang yang mengalami kusta atau lepra.

Dalam sebuah hadist, Rasullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

‏ لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِينَ
Artinya: "Jangan kamu terus menerus melihat orang yang menghidap penyakit kusta." (HR Bukhari)

Nabi Muhammad SAW juga pernah memperingatkan umatnya untuk tidak dekat dengan wilayah yang sedang terkena wabah. Dan sebaliknya jika berada di dalam tempat yang terkena wabah dilarang untuk keluar.
Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Artinya: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)

Dikutip dalam buku berjudul 'Rahasia Sehat Ala Rasulullah SAW: Belajar Hidup Melalui Hadith-hadith Nabi' oleh Nabil Thawil, di zaman Rasulullah SAW jikalau ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit Tha'un, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus, jauh dari pemukiman penduduk.

Tha'un sebagaimana disabdakan Rasulullah saw adalah wabah penyakit menular yang mematikan, penyebabnya berasal dari bakteri Pasterella Pestis yang menyerang tubuh manusia.

Jika umat muslim menghadapi hal ini, dalam sebuah hadits disebutkan janji surga dan pahala yang besar bagi siapa saja yang bersabar ketika menghadapi wabah penyakit.

‏ الطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: "Kematian karena wabah adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya)." (HR Bukhari)

Selain Rasulullah, di zaman khalifah Umar bin Khattab juga ada wabah penyakit. Dalam sebuah hadist diceritakan, Umar sedang dalam perjalanan ke Syam lalu ia mendapatkan kabar tentang wabah penyakit.
Hadist yang dinarasikan Abdullah bin 'Amir mengatakan, Umar kemudian tidak melanjutkan perjalanan. Berikut haditsnya:

أَنَّ عُمَرَ، خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ، فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ "‏ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ ‏"‏‏
Artinya: "Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhori).

Dalam hadits yang sama juga diceritakan Abdullah bin Abbas dan diriwayatkan Imam Malik bin Anas, keputusan Umar sempat disangsikan Abu Ubaidah bin Jarrah. Dia adalah pemimpin rombongan yang dibawa Khalifah Umar.

Menurut Abu Ubaidah, Umar tidak seharusnya kembali karena bertentangan dengan perintah Allah SWT. Umar menjawab dia tidak melarikan diri dari ketentuan Allah SWT, namun menuju ketentuanNya yang lain. Jawaban Abdurrahman bin Auf ikut menguatkan keputusan khalifah tidak melanjutkan perjalanan karena wabah penyakit.

Disisi lain, riayah kebutuhan bagi yang terdampak itu adalah konsekuensi negara sebagai lembaga tertinggi yang memiliki wewenang untuk mencukupi kebutuhan pada masa lockdown. Dan itu hanya pada daerah yang terkena saja. Daerah yang aman tetap menjalankan aktivitas dalam rangka menjalankan roda perekonomian. Hingga angka penularan bisa diredam, ekonomi pun tetap berjalan.

Namun, ada kepentingan lain yang menjadikan kebijakan karantina wilayah tidak pernah terbersit. Kepentingan para cukong lebih diutamakan daripada keselamatan rakyat. Ini wajar terjadi di sistem Kapitalis Sekuler. Gila harta dan jabatan adalah nafas dari penganut sistem ini. Apa yang bagi mereka menghasilkan materi akan lebih mereka utamakan. Ditambah lagi dana kampanye yang mereka keluarkan untuk mendapatkan jabatan tersebut menguras banyak harta. Hingga ada keinginan untuk balik modal. Astagfirullah.

Nah, lantas bagaimana dengan mereka yang terpuruk akibat kebijakan ini. Entahlah, apakah mereka terlintas di benak para pejabat, ataukah hanya numpang lewat kemudian menghilang. Mengenaskan nasib rakyat di sistem kapitalis sekuler. Dan seharusnya mereka tidak harus mengalami hal ini bila mereka hidup dalam naungan Islam.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.