Type Here to Get Search Results !

ISLAM TEGAS MENGHARAMKAN MIRAS!


Setelah menuai kontroversi di tengah masyarakat, akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa, 2 Maret 2021, mencabut lampiran Perpres No. 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Perpres ini mengatur pembukaan investasi baru industri miras yang mengandung alkohol. "Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri miras yang mengandung alkohol, saya nyatakan dicabut," kata Jokowi dalam siaran pers virtual (Detik.com, 2/3/2021).

Artinya, yang dicabut bukan Perpres-nya, tetapi hanya lampirannya. Itu pun hanya lampiran Bidang Usaha No. 31 dan No. 32. Adapun lampiran Bidang Usaha No. 44 tentang Perdagangan Eceran Minuman Keras atau Beralkohol dan No. 45 tentang Perdagangan Eceran Kaki Lima Minuman Keras atau Beralkohol tidak dicabut.

Selama ini peredaran miras diatur melalui Perpres 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Peraturan BPOM No. 8 Tahun 2020 melarang peredaran minuman beralkohol secara daring.

Dengan demikian industri miras serta perdagangan eceran dan kaki lima miras seperti “status quo”. Pencabutan lampiran tentang investasi baru miras bukan berarti industri miras menjadi tidak ada. Hanya investasi (industri) baru yang tidak ada. Industri miras yang sudah ada tetap berjalan. Perdagangan eceran dan kaki limanya juga tetap berjalan menurut peraturan yang sudah ada.

Industri dan perdagangan miras diklaim memberikan manfaat secara ekonomi, yakni berupa pendapatan negara. Pada 2020, penerimaan cukai dari Etil Alkohol sebesar Rp 240 miliar dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) Rp 5,76 Triliun (Cnnindonesia.com, 02/03/2021).

Menurut Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet, kontribusi cukai dari miras sejatinya terus berkurang dari tahun ke tahun. Dari hitung-hitungan serapan tenaga kerja, jumlahnya juga tidak akan banyak karena industri ini bukan padat kerja seperti manufaktur lainnya (Cnnindonesia.com, 02/03/2021).

Jika manfaat berupa pendapatan itu ingin ditingkatkan, produksi dan konsumsi miras tentu harus meningkat. Masalahnya, peningkatan produksi dan konsumsi miras akan meningkatkan kerugian akibat konsumsi miras dalam berbagai bentuknya.


Berbahaya dan Merugikan


Dradjad Wibowo menyebutkan bahwa menurut studi pada 2010, biaya dari minum minuman keras di AS mencapai 249 miliar dolar AS atau sekitar 2 dolar 5 sen per minuman. “Ini biaya yang ditanggung dari efek buruk minuman keras ke perekonomian. Kalau dipresentasikan ke PDB AS, jatuhnya 1,66 persen dari PDB,” papar Dradjad (Republika.co.id, 1/3/2021).

Studi yang ditulis Montarat Thavorncharoensap dalam 20 riset di 12 negara menyebutkan, beban ekonomi dari minuman beralkohol adalah 0,45% hingga 5,44% dari PDB (Republika.co.id, 1/3/2021).

Jika angka kerugian di AS itu diterapkan ke Indonesia, PDB Indonesia pada 2020 adalah Rp 15.434,2 triliun. Jika dikalikan 1,66% maka hasilnya adalah Rp 256 triliun. Jika diasumsikan angka terendah 0,45% maka kerugian yang bisa diderita negeri ini akibat konsumsi miras Rp 69,5 triliun. Angka terendah ini masih sekitar 10 kali lipat dari pendapatan cukai etil alkohol dan miras pertahun. Padahal masih banyak kerugian lain dalam bentuk kejahatan, turunnya produktivitas, kerugian sosial dan lainnya.

WHO menyatakan, alkohol membunuh 3,3 juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Angka kematian akibat konsumsi alkohol ini jauh di atas gabungan korban AIDS, TBC dan kekerasan. WHO menambahkan, alkohol mengakibatkan satu dari 20 kematian di dunia tiap tahun, setara satu kematian tiap 10 detik (Kompas.com, 12/5/2014).

Laporan teranyar WHO, sebanyak 3 juta orang di dunia meninggal akibat konsumsi alkohol pada 2016 lalu. Angka itu setara dengan 1 dari 20 kematian di dunia disebabkan oleh konsumsi alkohol (Cnnindonesia.com, 24/09/2018).

Max Griswold, salah satu peneliti dari Institute for Health Metrics and Evaluation, yang dikutip oleh The Independent, menyebutkan bahwa penelitian menjelaskan bahwa konsumsi alkohol secara substantif berdampak pada kesehatan yang buruk. Itu berlaku di seluruh dunia. Penelitian itu mengestimasi bahwa mengonsumsi alkohol sekali dalam sehari dapat meningkatkan risiko kanker, diabetes dan tuberkulosis.

Konsumsi miras juga erat kaitannya dengan bahkan memicu tindak kejahatan dan kekerasan. Di AS, satu lembaga yang menangani kecanduan alkohol dan obat-obat terlarang, NCADD (National Council on Alcoholism and Drug Dependence), pernah merilis laporan 40% kekerasan terjadi disebabkan faktor alkohol. Lembaga itu melaporkan setiap tahunnya ada sekitar 3 juta tindak kekerasan. Para pelakunya dalam pengaruh minuman keras. Kejahatan itu meliputi pemerkosaan, pelecehan seksual, perampokan dan segala bentuk kekerasan.

Di negeri ini banyak fakta yang menegaskan konsumsi miras erat dengan kasus kejahatan. Kasus terbaru, seorang oknum polisi dalam keadaan mabuk menembak 4 orang. Tiga di antaranya meninggal. Salah satunya anggota TNI (Kompas.com, 26/02/2021).


Induk Kejahatan


Jauh-jauh hari, Islam telah memperingatkan bahwa miras mendatangkan banyak kemadaratan. Syaikh Ali ash-Shabuni dalam Tafsir Ayat al-Ahkam Min al-Qur’an mengatakan bahwa tidak pernah disebutkan sebab keharaman sesuatu melainkan dengan singkat. Namun, pengharaman khamr (miras) disebut secara terang-terangan dan rinci. Allah SWT menyebut khamr (dan judi) bisa memunculkan permusuhan dan kebencian di antara orang beriman, memalingkan Mukmin dari mengingat Allah, melalaikan shalat. Allah SWT juga menyifati khamr dan judi dengan rijs[un] (kotor), perbuatan setan, dsb. Semua ini mengisyaratkan dampak buruk miras.

Miras tidak hanya merusak pribadi peminumnya. Miras juga berpotensi menciptakan kerusakan bagi orang lain. Mereka yang sudah tertutup akalnya oleh miras berpotensi melakukan beragam kejahatan, bermusuhan dengan saudaranya, mencuri, merampok, membunuh, memperkosa dan kejahatan lainnya. Pantas jika Nabi saw. menyebut khamr sebagai ummul khaba’its (induk dari segala kejahatan):

اَلْخَمْرُ أُمُّ الْفَوَاحِشِ، وَأَكْبَرُ الْكَبَائِرِ، مَنْ شَرِبَهَا وَقَعَ عَلَى أُمِّهِ، وَخَالَتِهِ، وَعَمَّتِهِ
Khamr adalah biang kejahatan dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya dan saudari ayahnya (HR ath-Thabarani).

Islam dengan tegas mengharamkan segala macam miras. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah semua itu agar kalian mendapat keberuntungan (TQS al-Maidah [5]: 90).

Islam juga melarang total semua hal yang terkait dengan miras (khamr) mulai dari pabrik dan produsen miras, distributor, penjual hingga konsumen (peminumnya). Rasul saw. bersabda:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى اْلخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا وَ مُعْتَصِرَهَا وَ شَارِبَهَا وَ حَامِلَهَا وَ اْلمَحْمُوْلَةَ اِلَيْهِ وَ سَاقِيَهَا وَ بَائِعَهَا وَ آكِلَ ثَمَنِهَا وَ اْلمُشْتَرِيَ لَهَا وَ اْلمُشْتَرَاةَ لَهُ
Rasulullah saw. telah melaknat terkait khamr sepuluh golongan: pemerasnya; yang minta diperaskan; peminumnya; pengantarnya, yang minta diantarkan khamr; penuangnya; penjualnya; yang menikmati harganya; pembelinya; dan yang minta dibelikan (HR at-Tirmidzi).

Islam menetapkan sanksi hukuman bagi orang yang meminum miras berupa cambukan 40 kali atau 80 kali. Ali bin Abi Thalib ra. menuturkan, “Rasulullah saw. mencambuk (peminum khamr) 40 kali, Abu Bakar mencambuk 40 kali, Umar mencambuk 80 kali. Masing-masing adalah sunnah. Ini adalah yang lebih aku sukai.” (HR Muslim).

Untuk pihak selain yang meminum khamr, maka sanksinya berupa sanksi ta’zir. Bentuk dan kadar sanksi itu diserahkan kepada Khalifah atau qadhi, sesuai ketentuan syariah. Tentu sanksi itu harus memberikan efek jera. Produsen dan pengedar khamr selayaknya dijatuhi sanksi yang lebih keras dari peminum khamr. Pasalnya, mereka menimbulkan bahaya yang lebih besar dan lebih luas bagi masyarakat.

Karena itu miras haram dan harus dilarang secara total. Hal itu hanya bisa terealisir jika syariah Islam diterapkan secara kaffah.


Akibat Sekularisme


Dalam sistem yang berakar pada sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), faktanya miras tetap diizinkan beredar meski dengan embel-embel dibatasi dan diawasi. Pasalnya, dalam sistem sekular, aturan agama (syariah) dicampakkan. Pembuatan aturan diserahkan kepada manusia melalui mekanisme demokrasi. Demokrasi erat dengan kapitalisme. Tolok ukur kapitalisme dalam segala hal, termasuk pembuatan hukum dan pengaturan urusan masyarakat, adalah keuntungan atau manfaat, terutama manfaat ekonomi.

Karena itu selama sistem sekular tetap diadopsi dan diterapkan, sementara syariah Islam dicampakkan, masyarakat akan terus terancam dengan miras dan segala madaratnya. Karena itu pula sudah saatnya kaum Muslim segera meninggalkan sistem sekular yang diterapkan saat ini, seraya segera menerapkan syariah Islam secara kaffah.


Hikmah:

Rasul saw. bersabda:

الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ وَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَلاَةً أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَإِنْ مَاتَ وَهِىَ فِى بَطْنِهِ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Khamr adalah induk keburukan. Siapa saja yang meminum khamr, Allah tidak menerima shalatnya 40 hari. Jika ia mati, sementara khamr itu ada di dalam perutnya, maka ia mati dengan kematian jahiliah. (HR ath-Thabarani, ad-Daraquthni dan al-Qudha’i). []

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Kaffah - Edisi 183

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.