Type Here to Get Search Results !

SETELAH KONSTANTINOPEL, KITA AKAN MENAKLUKKAN ROMA

Salah seorang sahabat Nabi saw., Abu Qubail, pernah bercerita: Ketika kami sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-‘Ash, dia ditanya, “Kota manakah yang akan ditaklukan terlebih dulu; Konstantinopel atau Roma?” Abdullah meminta kotak dengan lingkaran-lingkaran miliknya. Kemudian ia mengeluarkan kitab. Lalu ia berkata: Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah saw., beliau ditanya: “Di antara dua kota ini manakah yang akan ditaklukan terlebih dulu: Konstantinopel ataukah Roma?” Beliau menjawab:

مَدِينَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ أَوَّلًا يَعْنِي قُسْطَنْطِينِيَّةَ
Kota Heraklius ditaklukkan lebih dulu, yaitu Konstantinopel.” (HR Ahmad, ad-Darimi dan al-Hakim).

Hadis ini dinyatakan shahih oleh al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Adapun Abdul Ghani al-Maqdisi berkata, “Hadis ini sanadnya hasan.”

Janji Nabi saw. itu ternyata memotivasi setiap khalifah kaum Muslim untuk merealisasikannya. Sejarah mencatat bahwa upaya serius penaklukan Konstantinopel telah berlangsung sejak masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan (668-669 M). Namun demikian, karena kuatnya pertahanan musuh, pasukan Islam yang dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah pada saat itu belum mampu menaklukkan kota tersebut.

Konstantinopel dikenal dengan benteng-bentengnya yang sangat kokoh. Kota itu juga memiliki benteng alam berupa tiga lautan yang mengelilinginya, yaitu: Selat Basphorus, Laut Marmara dan Tanduk Emas. Ketiganya dikelilingi oleh rantai besar sehingga sangat sulit bagi kapal musuh untuk leluasa masuk ke dalamnya.

Daratannya juga dijaga oleh benteng yang kokoh terbentang dari Laut Marmara sampai ke Tanduk Emas. Dari segi kekuatan militer, kota ini terhitung sebagai kota yang paling aman dan terlindungi. Sebab di dalamnya ada pagar-pagar yang tinggi menjulang, menara pengintai yang kokoh serta serdadu Bizantium di setiap penjuru kota. Wajar jika wilayah itu sangat sulit untuk ditaklukkan.

Meski begitu, cita-cita untuk membebaskan Konstantinopel tidak pernah berhenti. Perjuangan berikutnya terus dilanjutkan oleh Khilafah Abbasiyyah. Pada masa Khalifah al-Mahdi, ia mengirim sejumlah ekspedisi ke wilayah-wilayah Imperium Bizantium sejak 163 H/779 M. Saat itu Al-Mahdi mengirim sebuah ekspedisi musim panas yang langsung dipimpin putranya, Harun ar-Rasyid. Tujuannya untuk mengepung Konstantinopel. Tahun 166 H/782 M, Harun ar-Rasyid kembali memimpin ekspedisi musim panas yang berjumlah sembilan puluh lima ribu personel. Ekspedisi ini tiba hingga di laut yang mengelilingi Konstantinopel. Sayangnya usaha menjemput janji Nabi saw. ini pun gagal.

Selanjutnya, setelah Kota Baghdad jatuh pada tahun 656 M, yang menjadi akhir Khilafah Abbasiyah, usaha membebaskan Konstantinopel tetap diteruskan sampai ke generasi Khilafah Utsmaniyah, yakni Bayazid I (795-803 H/ 1393-1401 M) dan Sultan Murad II (1422 M). Usaha mereka pun masih tetap menemui kegagalan.

Namun demikian, upaya pembebasan terus berlanjut. Akhirnya, setelah delapan abad berlalu, Allah SWT mengabulkan impian umat Islam tersebut melalui kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih, pemimpin ketujuh dari Khilafah Utsmaniyah. Sejarah menceritakan bahwa Muhammad Al-Fatih adalah seorang yang shalih. Sejak balig, Al-Fatih tidak pernah meninggalkan kewajibannya. Ia pun senantiasa memperbanyak amalan sunnah. Setelah diangkat menjadi sultan, Al-Fatih langsung melanjutkan tradisi para pendahulunya untuk terjun langsung dalam Penaklukan Konstantinopel.


Bersungguh-sungguh Menjemput Janji Nabi saw.


Muhammad Al-Fatih memperbanyak jumlah pasukannya hingga mencapai 250.000 personil. Angka ini merupakan jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah tentara negara lain pada saat itu. Ia juga memperkuat pelatihan pasukan dengan berbagai seni tempur dan ketangkasan bersenjata. Dengan begitu mereka memiliki kemampuan tempur tingkat tinggi. Ia juga menanamkan nilai-nilai tauhid dan keislaman sehingga pasukannya benar-benar memiliki ruh jihad yang kuat.

Hampir dua bulan pasukan Muhammad Al-Fatih melakukan pengepungan dan serangan ke Konstantinopel, yaitu dari 26 Rabiul Awal hingga 19 Jumada al-Ula 857 H (6 April–28 Mei 1453 M). Muhammad Al-Fatih mengerahkan berbagai strategi. Di antaranya memindahkan kapal-kapal melalui bukit, membuat terowongan-terowongan dan membuat benteng bergerak dari kayu. Akhirnya, pada 20 Jumadil Ula 857 M (29 Mei 1453 M) Konstantinopel berhasil dibebaskan oleh pasukan Islam (Lihat: Ali Muhammad ash-Shalabi, Ad-Dawlah al-‘Utsmaniyyah: ‘Awamil an-Nuhudh wa Asbab as-Suquth, hlm. 87-107).

Apa yang dilakukan oleh umat Islam saat itu menunjukan bahwa mereka benar-benar yakin dengan apa yang disampaikan oleh Nabi saw. Itu dibuktikan dengan kesungguhan mereka untuk menjemput janji beliau. Meskipun berulang gagal, para khalifah dari generasi ke generasi terus berupaya membuktikan kebenaran janji beliau tersebut. Akhirnya, perjuangan mereka membuahkan hasil yang sempurna di tangan seorang pemuda bernama Muhammad. Beliaulah yang sukses menaklukan Konstantinopel. Itulah sebabnya ia disebut sebagai Al-Fatih, yang berarti Sang Penakluk.

Memang seperti itulah seharusnya seorang Muslim. Sebagaimana janji Allah akan surga yang akan diraih setelah melalui ikhtiar yang sungguh-sungguh dari para hamba-Nya, janji-Nya akan kejayaan Islam dan kaum Muslim pun harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh oleh orang-orang yang beriman. Kemenangan tidak akan datang dengan sendirinya. Ia akan datang setelah melalui proses perjuangan yang panjang, yang kadangkala harus mengorbankan segenap jiwa dan raga.


Penaklukan Roma, Kabar Gembira yang Harus Kita Perjuangkan


Kabar gembira Nabi Muhammad saw. tentang Penaklukkan Konstantinopel telah terbukti dan berhasil diwujudkan oleh Muhammad Al-Fatih. Selanjutnya, menurut hadis shahih di atas, Rasulullah saw. mengisyaratkan bahwa berikutnya Kota Roma akan ditaklukkan. Saat ditanya, “Kota manakah yang dibebaskan lebih dulu, Konstantinopel atau Roma?” Rasul saw. menjawab, “Kota Heraklius dibebaskan lebih dulu, yaitu Konstantinopel.” (HR Ahmad).

Berdasarkan hadis tersebut, secara kronologis, Pembebasan Roma terjadi setelah Pembebasan Konstantinopel. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa kabar gembira tersebut justru Rasulullah saw. sampaikan tatkala umat Islam dalam masa-masa sulit, yakni saat mempersiapkan parit untuk menghadang pasukan koalisi Bangsa Quraisy pada Perang Ahzab.

Dalam kitab Mu’jam al-Buldan karya Yakut al-Hamawi dijelaskan, bahwa maksud Rumiyah dalam hadis di atas adalah ibukota Italia hari ini, yaitu Roma (Al-Hamawi, Mu’jam al-Buldan, 3/100).

Setelah Pembebasan Konstantinopel tujuh abad yang lalu, hingga sekarang umat Islam belum berhasil membebaskan Kota Roma. Penyebutan Roma setelah Konstantinopel tampaknya merupakan mukjizat tersendiri karena hingga sekarang Roma merupakan simbol agama Nasrani dan peradaban Romawi (Barat).

Memang Rasulullah saw. tidak secara tegas menyebutkan kapan Pembebasan Roma terjadi dan siapa yang akan bisa melakukannya, seperti halnya Pembebasan Konstantinopel. Akan tetapi, yang pasti Pembebasan Roma tidak akan terjadi kecuali setelah umat Islam memiliki kekuatan yang sangat besar, yaitu kekuatan yang setara atau bahkan melebihi kekuatan umat Islam tatkala membebaskan Konstantinopel. Kekuatan itu hanya mungkin terjadi ketika umat Islam memiliki Khilafah yang ditegakkan berdasarkan metode kenabian. Demikian sebagaimana komentar Syaikh al-Albani ketika mengomentari hadis di atas. Ia menulis, “Penaklukan pertama (Konstantinopel) telah berhasil direalisasikan melalui tangan Muhammad Al-Fatih al-‘Utsmani. Seperti yang telah diketahui, penaklukan itu terealisasi setelah lebih dari delapan ratus tahun sejak kabar gembira itu disampaikan oleh Nabi saw. Pembebasan kedua (yaitu Penaklukan Kota Roma) dengan izin Allah juga pasti akan terealisasi. Sungguh, beritanya akan Anda ketahui di kemudian hari. Tidak diragukan bahwa realisasi pembebasan kedua itu menuntut kembalinya Khilafah Rasyidah ke tengah-tengah umat Muslim.” (Al-Albani, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, 1/33, nomor hadis. 1329).

Bukan tugas kita untuk memastikan kapan itu terjadi, sebab ini merupakan perkara gaib. Namun, bila dicermati lebih dalam, banyak kesamaan karakter perjalanan dalam merealisasikan janji tersebut, yaitu tidak lepas dari jihad fi sabilillah dan pengerahan pasukan yang sangat besar. Sebagaimana takluknya Konstantinopel saat Kekhilafahan Islam masih tegak berdiri, maka Roma pun hanya akan takluk saat Kekhilafahan kembali tegak nanti.

Tugas kita adalah memperjuangkan tegaknya kembali Khilafah. Bukan diam. Apalagi menghalang-halanginya. Khilafah itulah yang akan mempersatukan kaum Muslim di seluruh penjuru dunia yang saat ini tercerai-berai. Kemudian muncullah kekuatan dan kelak takluklah Kota Roma di tangan kita semua.


Hikmah:

Allah SWT berfirman:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam), dan akan mengubah (keadaan) mereka setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku tanpa mempersekutukan-Ku dengan apapun. Siapa saja yang (tetap) kafir setelah (janji) itu, mereka itulah orang-orang yang fasik. (TQS an-Nur [24]: 55).

Kaffah - Edisi 124

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.