Type Here to Get Search Results !

TAKUTLAH TERHADAP PENGADILAN AKHIRAT

Saat ini jutaan pandangan mata rakyat negeri ini tertuju pada Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, di tangan MK-lah putusan akhir sengketa Pilpres yang dituding diwarnai oleh banyak kecurangan secara terstruktur, sistematis dan massif ditetapkan. Ada yang begitu berharap keadilan pada MK. Apalagi saat ada hakim MK yang terang menyatakan hanya takut kepada Allah SWT. Namun, tak sedikit yang pesimis. Bahkan menganggap persidangan sengketa Pilpres tak berguna. Hanya sandiwara. Pasalnya, siapa pemenangnya sudah diduga. Apalagi sebagian jika tidak sebagian besar para hakim MK dianggap oleh sebagian orang pro petahana.

Di sisi lain, dalam banyak kasus, dunia peradilan di negeri ini sering mempertontonkan ketidakadilan. Mereka yang sering mengritik rezim, misalnya, begitu mudah dan cepat diadili. Segera dijadikan tersangka. Bahkan terdakwa. Lalu masuk penjara. Sebaliknya, mereka yang pro rezim, meski nyata-nyata melanggar hukum, dibiarkan begitu saja. Bebas. Lepas dari segala tuntutan. Inilah pengadilan di dunia. Sebuah pengadilan yang bertumpu pada hukum-hukum sekular buatan manusia serta ditopang oleh para aparat dan penegak hukum yang kebanyakan jauh dari nilai-nilai agama (Islam).


Pengadilan Akhirat


Dalam sebuah hadis dijelaskan, bahwa pernah seorang wanita ternama dari suku Makhzumi mencuri pada zaman Rasulullah saw. Keluarganya mencoba mendapatkan keringanan hukuman dari Rasul saw. Mereka memohon agar beliau tidak menerapkan hukuman potong tangan atas dirinya. Mendengar dan melihat sikap mereka itu, beliau marah sambil bersabda:

فَإِنَّمَا أَهْلَكَ النَّاسَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا ثُمَّ أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ فَقُطِعَتْ يَدُهَا
“Sungguh orang-orang sebelum kalian hancur karena saat ada orang terpandang mencuri, mereka biarkan, tetapi saat orang lemah (rakyat jelata) mencuri, mereka menerapkan hukuman atas dirinya. Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, bahkan andai Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti akan aku potong tangannya.” Rasulullah lalu memerintahkan agar wanita itu dipotong tangannya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Secara tersurat, sabda Baginda Rasulullah saw. di atas menegaskan, bahwa saat hukum diberlakukan secara tidak adil—hanya berpihak kepada yang kuat dan cenderung menzalimi yang lemah—maka kehancuran masyarakat pasti akan terjadi.

Kenyataannya, saat ini apa yang disinggung Rasulullah saw. di atas benar-benar terjadi. Di alam sekularisme yang menerapkan hukum-hukum buatan manusia, termasuk di negeri ini, keadilan menjadi semacam barang mewah. Musykil bisa dinikmati oleh rakyat kecil dan lemah. Keadilan seolah hanya milik para pejabat dan mereka yang berduit. Di negeri ini rakyat kecil yang mencuri benda senilai beberapa rupiah saja bisa dijerat hukuman beberapa bulan. Sebaliknya, penguasa, para pejabat atau mereka yang berduit bisa bebas melenggang dari jeratan hukuman meski mereka menilep miliaran hingga triliunan uang negara.

Itulah pengadilan di dunia. Sebuah pengadilan semu. Bahkan palsu. Pengadilan yang menjadi alat untuk sekadar menghukum rakyat kecil. Pengadilan yang hukumannya tidak akan mampu menghapus dosa-dosa para kriminal. Pengadilan yang para penegak hukumnya banyak yang bermental bobrok. Tidak memiliki rasa takut kepada Allah SWT. Mudah dibeli. Gampang tergoda oleh rayuan uang, harta, wanita, jabatan kekuasaan dan kenikmatan dunia lainnya.

Mereka ini lupa, bahwa para hakim dan para penegak hukum, karena wewenang mereka, mungkin lihai mempermainkan hukum di dunia. Para terdakwa, karena pengaruh mereka atau karena uang yang mereka miliki, mungkin sering lepas dari pengadilan manusia di dunia. Namun, yakinlah, mereka tak akan pernah bisa melepaskan diri dari hukuman di Pengadilan Akhirat. Allah SWT berfirman:

الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لاَ ظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang dia usahakan. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sungguh Allah amat cepat hisab-Nya (TQS Ghafir [40]: 16 -17).

Mereka lupa, bahwa di dunia boleh saja mereka mempermainkan hukum, atau bisa lepas dari jeratan hukum. Namun, di akhirat mereka mustahil bisa lari dari hukuman dan azab Allah SWT. Tentu karena di Pengadilan Akhirat, dengan Allah sebagai Hakimnya, tidak akan ada sogok-menyogok, beking-membekingi atau kongkalingkong. Semuanya tunduk dan bertekuk lutut di hadapan kekuasaan dan keperkasaan-Nya. Di Pengadilan Akhirat semua ucapan dan perbuatan ditimbang seadil-adilnya. Tak ada yang terlewatkan kendati hanya sebesar biji sawi (TQS al-Zalzalah [99]: 7-8).

Di Pengadilan Akhirat tak satu pun yang dapat menolong. Di sana seluruh harta, anak, jabatan dan apa saja yang dibanggakan di dunia ini tidak akan berguna sama sekali. Hanya hati yang selamat (qalb[un] salîm) yang dapat menolong (TQS asy-Syua’ra’ [26]: 88–89).

Siapapun tidak akan bisa lolos dari hukuman. Mereka tidak akan bisa berbohong dan berkelit. Sebab mulut-mulut mereka terkunci, sementara anggota tubuh mereka (tangan, kaki, telinga, mata dan kulit) menjadi saksi (TQS Yasin [36]: 65).

Allah SWT menegakkan timbangan di Pengadilan Akhirat nanti dengan akurat (QS al-Anbiya’ [21]: 47). Sungguh beruntung orang-orang yang berat timbangannya dan sungguh merugilah orang-orang yang ringan timbangannya (QS al-A’raf [7]: 8-9).


Saat Penyesalan Tak Berguna


Sekarang ini banyak sekali orang tak menyesal sedikit pun saat telah melakukan banyak dosa, bahkan dosa besar. Misalnya: berzina, makan riba, berbohong, sering menebar janji palsu, berlaku curang, zalim terhadap rakyat, tidak adil dalam memutuskan hukum, dsb. Mereka melakukan semua itu tanpa beban. Tanpa merasa berdosa. Bahkan mungkin dengan ketenangan yang luar biasa.

Padahal penyesalan, meski acapkali terlambat, tetaplah berguna. Masih lumayan menyesal di dunia. Masih mungkin untuk menebus rasa sesal. Tentu dengan bertobat. Dengan tawbat[an] nasuha.

Yang repot adalah saat penyesalan benar-benar datang terlambat. Bukan di dunia, tetapi di akhirat. Saat ajal mulai mendekat. Tak lama kemudian tiba sakratul maut. Lalu pada akhirnya jasad membujur kaku di liang lahat. Saat itu tak ada gunanya lagi rasa sesal. Tak ada lagi kesempatan untuk bertobat. Yang ada hanyalah kesiapan menghadapi segala akibat. Pahala atau dosa. Nikmat surga atau azab neraka.

Karena itu Rasulullah saw. mengingatkan bahwa tidak ada orang yang mati melainkan mereka menyesali hidupnya, “Tidaklah seseorang mati melainkan ia akan menyesal.” Orang-orang bertanya, “Ya Rasulullah, apa penyesalannya?” Beliau menjawab, “Jika ia orang baik, ia menyesal mengapa tidak lebih banyak lagi (kebaikannya). Jika ia orang jahat, ia menyesal mengapa tidak segera meninggalkan (kejahatannya).” (HR at-Tirmidzi).

Karena itu pula, bersegeralah mengerjakan amal shalih dan ketaatan kepada Allah SWT. Berusaha melaksanakan dan menegakkan hukum-hukum-Nya di muka bumi. Itulah amalan orang-orang cerdik yang meyakini adanya kehidupan setelah umur di dunia ini berakhir. Mereka mengharapkan balasan terbaik di sisi Allah SWT dengan menjadikan takwa sebagai bekal untuk mendapatkannya. Saat demikian mereka akan terhindar dari penyesalan di akhirat.

Tentu berbeda halnya dengan orang-orang fasik atau kafir. Di dunia mereka mungkin merasakan banyak kesenangan. Hidup Bahagia. Tak pernah merasakan kesulitan. Diliputi banyak kemudahan. Harta berlimpah. Posisi dan jabatan terpandang: presiden, menteri, anggota dewan, kepala daerah, pimpinan partai, pejabat teras, dsb. Namun, semua itu pasti tak ada artinya. Bahkan bisa menjadi sesalan di akhirat. Tentu saat di dunia dia banyak membangkang kepada Allah SWT. Banyak bermaksiat kepada-Nya. Mencampakkan syariah-Nya. Berlaku curang. Tidak adil dalam memutuskan hukum. Berbuat zalim kepada rakyat, dsb. Saat itulah kebenaran firman Allah SWT benar-benar nyata:

إِنَّا أَنْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا
Sungguh Kami telah memperingatkan kalian siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata, “Alangkah baiknya sekiranya aku dulu hanyalah tanah.” (QS an-Naba’ [78]: 40).

Allah SWT pun berfirman:

وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ اْلإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى . يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
Pada hari itu diperlihatkan Neraka Jahanam. Pada hari itu sadarlah manusia, tetapi kesadarannya itu tidaklah berguna lagi bagi dirinya. Manusia berkata, “Alangkah baiknya seandainya dulu aku melakukan kebajikan untuk hidupku.” (QS al-Fajr [89]: 23-24).

Alhasil, selayaknya kita segera bertobat sebelum terlambat. Taat sebelum ajal mendekat. Segera meninggalkan maksiat agar tak menyesal di akhirat. []


Hikmah:

Allah SWT berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi kaum yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50). []

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
Teman-teman karib pada hari itu (Hari Kiamat nanti) saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa (QS az-Zukhruf [43]: 67).


Kaffah - Edisi 095

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.