Type Here to Get Search Results !

SIAPA PEMIMPIN DIKTATOR?

Setelah keruntuhan Khilafah di Turki tahun 1924, umat Islam di seluruh dunia dipimpin oleh para pemimpin diktator (al-mulk al-jabri). Rezim diktator ini merupakan fase sekaligus model keempat dari sistem pemerintahan yang di-nubuwat-kan 14 abad lalu oleh Nabi saw. bakal memimpin umat. Beliau bersabda:

تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
“Ada masa Kenabian (Nubuwwah) di tengah-tengah kalian yang tetap ada atas kehendak Allah. Lalu Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian yang tetap ada atas kehendak Allah. Lalu Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada masa kekuasaan yang menggigit yang tetap ada atas kehendak Allah. Lalu Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada masa kekuasaan diktator (mulk[an] jabariyah) yang tetap ada atas kehendak Allah. Lalu Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Selanjutnya akan ada kembali masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian.” Setelah itu Nabi saw. diam (HR Ahmad).

Siapa Pemimpin Diktator?


Menurut Syaikh Hisyam al-Badrani, pemimpin diktator (al-mulk al-jabriy) adalah pemimpin yang menegakkan hukum-hukum kufur di negeri-negeri kaum Muslim. Ini jelas sekali didasarkan pada dalalah (pengertian) nas-nas syariah mengenai definisi al-mulk al-jabriy...” (Hisyam al-Badrani, An-Nizham as-Siyasi ba’da Hadm al-Khilafah, hlm. 38).

Lalu apa ciri-cirinya? Menurut banyak nas Hadis Nabi saw., di antara ciri-ciri pemimpin diktator ini adalah sebagai berikut:

Pertama, tidak mempunyai kapabilitas untuk memimpin masyarakat banyak. Pemimpin seperti ini oleh Nabi saw. disebut dengan ruwaybidhah. Pemimpin ruwaybidhah sangat berbahaya dan sangat merusak bagi umat Islam maupun umat manusia pada umumnya. Pemimpin seperti ini dapat menjungkirbalikkan segala nilai dan tatanan. Orang jujur dikatakan pembohong. Pembohong dikatakan jujur. Pengkhianat dipercaya. Orang terpercaya malah dianggap pengkhianat. Rasul saw. bersabda:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيْؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيَخُونُ فِيهَا الأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ: وَمَا الرَّوَيْبِضَةُ. قَالَ: الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ.
”Akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh tipudaya. Pada tahun-tahun itu pendusta dibenarkan, orang jujur didustakan; pengkhianat dipercaya, orang terpercaya dianggap pengkhianat. Pada masa itu yang banyak berbicara adalah ruwaybidhah.” Ada yang bertanya, ”Apa itu ruwaybidhah?” Rasul bersabda, ”Yaitu orang dungu yang berbicara tentang urusan orang banyak.” (HR Ibnu Majah).

Kedua, tidak mengikuti petunjuk dan Sunnah Rasulullah saw. Pada faktanya, saat ini yang diikuti oleh pemimpin diktator bukanlah ajaran Islam (Sunnah Rasulullah saw.), melainkan sistem demokrasi-sekular yang merupakan ajaran dan “sunnah” kaum kafir penjajah (Yahudi dan Nasrani) dari Barat. Kepemimpinan seperti ini disebut oleh Nabi saw. dengan istilah imarat as-sufaha’ (kepemimpinan orang-orang bodoh). Orang yang mengikuti kepemimpinan orang-orang bodoh ini kelak tidak akan diakui Nabi saw. sebagai umatnya dan tidak akan menjumpai Nabi saw. di telaganya pada Hari Kiamat kelak. Rasul saw. bersabda kepada Kaab bin ‘Ujrah:

أَعَاذَكَ اللَّهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاءِ. قَالَ: وَمَا إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ؟ قَالَ: أُمَرَاءُ يَكُونُونَ بَعْدِي لَا يَقْتَدُونَ بِهَدْيِي وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ لَيْسُوا مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُمْ وَلَا يَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ وَسَيَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي
“Kaab bin ‘Ujrah, semoga Allah melindungi kamu dari imarat as-sufaha’ (kepemimpinan orang-orang bodoh).” Kaab bin ‘Ujrah bertanya, ”Apa itu imarat as-sufaha’, wahai Rasulullah saw.?” Beliau menjawab, ”Yaitu para pemimpin yang akan datang setelah aku. Mereka itu tidak mengikuti petunjukku dan tidak menjalankan Sunnahku. Siapa saja yang membenarkan perkataan mereka dan membantu kezaliman mereka, maka dia tidak termasuk golonganku dan aku pun bukan termasuk golongannya; dia juga tidak akan mendatangi aku di telagaku (pada Hari Kiamat kelak). Namun, siapa saja yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu kezaliman mereka, maka dia termasuk golonganku dan aku pun termasuk golongannya; dia juga akan mendatangi aku di telagaku (pada Hari Kiamat kelak).” (HR Ahmad).

Ketiga, bertindak kejam dan biadab. Dia tidak segan memenjarakan, menyiksa bahkan membunuh rakyatnya sendiri jika tidak mau tunduk kepada dirinya. Pemimpin seperti ini, dalam sebagian atsar dari para Sahabat, disebut dengan imarat ash-shibyan alias kepemimpinan anak-anak, yakni kepemimpinan orang-orang yang belum sempurna akalnya sebagaimana halnya anak-anak. Abu Hurairah ra. berkata:

وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدْ اقْتَرَبَ: إمَارَةُ الصِّبْيَانِ إنْ أَطَاعُوهُمْ أَدْخَلُوهُمْ النَّارَ وَإِنْ عَصَوْهُمْ ضَرَبُوا أَعْنَاقَهُمْ
”Celakalah orang Arab karena suatu kejahatan yang telah dekat, yaitu imarat ash-shibyan (kepemimpinan anak-anak); yakni kepemimpinan yang jika rakyat menaati mereka, mereka akan memasukkan rakyatnya ke dalam neraka. Namun, jika rakyat tidak mentaati mereka, mereka akan membunuh rakyatnya sendiri.” (HR Ibnu Abi Syaibah).

Tuntunan Nabi saw. dalam Merespon Pemimpin Diktator


Lalu bagaimana kita merespon pemimpin diktator (al-mulk al-jabriy) yang tengah mencengkeram dan menindas umat? Pertama, menjauhkan diri dari mereka. Hal ini tampak jelas dari hadis penuturan Hudzaifah bin al-Yaman ra.:

Orang-orang biasanya bertanya kepada Rasululah saw. tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang keburukan, khawatir keburukan akan menimpaku. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sungguh dulu kami dalam kejahiliahan dan keburukan. Lalu Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini. Kemudian apakah setelah kebaikan ini ada keburukan? Rasulullah saw. menjawab, “Iya.” Lalu aku bertanya, “Apakah setelah keburukan ini ada kebaikan?” Rasulullah saw. menjawab, ”Iya, dan padanya [kebaikan] ada asap.” Aku bertanya, “Apa asapnya?Rasulullah saw. bersabda, “Ada satu kaum yang berperilaku dengan selain Sunnahku, dan berpetunjuk dengan selain petunjukku. Sebagian dari mereka kamu ketahui dan kamu akan ingkari.” Aku bertanya, “Apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?” Rasulullah saw. menjawab, “Iya, yaitu ada para dai (penyeru) di pintu-pintu Jahanam. Siapa saja yang menyambut seruan mereka, mereka akan melemparkan dia ke dalam Jahanam.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, jelaskan sifat mereka kepada kami.” Rasulullah saw. bersabda, “Baik. Mereka adalah satu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita. Mereka berbicara dengan lisan kita.” Aku bertanya, “Lalu apa pendapat Anda jika hal itu menimpa diriku?” Rasulullah saw. menjawab, “Berpeganglah dengan jamaah kaum Muslim dan Imam mereka.” Aku bertanya, “Lalu jika tidak ada lagi jamaah kaum Muslim dan Imam mereka?” Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah kelompok-kelompok itu semuanya walaupun kamu harus menggigit akar pohon hingga maut menjemputmu, sementara kamu tetap dalam keadaan demikian.” (HR Muslim).

Dalam hadis tersebut terdapat dalil, bahwa dalam kondisi tiadanya Imam (Khalifah) bagi kaum Muslim seperti saat ini, yang harus dilakukan umat Islam adalah menjauhkan diri (i’tizal) dari mereka. Ini juga isyarat halus bahwa dalam kondisi tiadanya Imam (Khalifah) bagi kaum Muslim seperti sekarang ini, metode perubahan yang semestinya dilakukan bukanlah dengan “masuk sistem” seperti yang ditempuh oleh sebagian kaum Muslim, melainkan justru harus “di luar sistem”. Tentu dengan terus berjuang mewujudkan Imam (Khalifah) dan jamaah kaum Muslim yang bernaung dalam sistem Khilafah.

Kedua, tidak mendengar dan mentaati mereka. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi saw.:

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
“Wajib atas seorang Muslim untuk mendengar dan mentaati (pemimpin) dalam hal apa saja yang dia senangi ataupun yang dia benci, kecuali jika dia diperintahkan untuk bermaksiat maka maka dia tidak boleh mendengar dan taat.” (HR Muslim).

Ketiga, tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu kezaliman mereka. Hal ini ditunjukkan oleh hadis tentang imarat as-sufaha’ di atas.

Keempat, berdoa kepada Allah SWT agar selamat dari kepemimpinan mereka yang zalim dan kejam. Hal ini sebagaimana doa Nabi saw. kepada Sahabat Kaab bin ‘Ujrah, juga dalam hadis tentang imarat as-sufaha’ di atas. 
Semoga kepemimpinan para rezim diktator di seluruh dunia saat ini segera berakhir. Amin.


Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda:

لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla (HR Ahmad).

Kaffah - Edisi 077

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.