Type Here to Get Search Results !

Iman, Ukhuwah dan Solidaritas


Islam telah mensyariatkan iman sebagai ikatan yang paling tinggi. Islam tidak menafikan ikatan-ikatan selain ikatan iman. Namun, Islam mensyariatkan agar iman, yakni akidah Islam, mengikat ikatan-ikatan yang lain sekaligus menentukan sikap, cara pandang dan kehidupan seorang Muslim.

Di antara wujud dari ikatan iman adalah persaudaraan Islam (ukhuwwah islâmiyyah). Allah SWT tegas menyatakan:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ...
Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara... (TQS al-Hujurat [49]: 10).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa semua orang Mukmin adalah saudara dalam agama. Maknanya menurut Imam al-Baghawi di dalam Ma’âlim at-Tanzîl dan Imam al-Khazin dalam Lubâb at-Ta’wîl fî Ma’âni at-Tanzîl adalah bersaudara dalam agama dan al-wilâyah (perwalian)/al-walâyah (pertologan).

Syaikh Abdurrahman Nashir bin as-Sa’di dalam tafsirnya Taysîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâmi al-Mannân menjelaskan ayat di atas, “Inilah ikatan yang Allah ikatkan di antara kaum Mukmin, bahwa jika ada pada seseorang di manapun, di timur dan barat bumi, serta ada pada dirinya iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan Hari Akhir, maka sesungguhnya ia adalah saudara untuk kaum Mukmin. Persaudaraan ini mewajibkan kaum Mukmin mencintai untuk dia apa saja yang mereka cintai untuk diri mereka sendiri dan membenci untuk dia apa saja yang mereka benci untuk diri mereka sendiri.”

Islam menghendaki agar persaudaran karena iman atau yang sering disebut ukhuwwah islâmiyah itu tidak berhenti sebatas ucapan, namun harus mewujud secara nyata dalam sikap dan realita kehidupan. Dorongan untuk mewujudkan semua itu adalah iman. Para ulama telah menggambarkan bahwa iman merupakan keyakinan di dalam hati, yang diucapkan secara lisan dan ditampakkan melalui perbuatan.

Ukhuwah islamiyah yang terbentuk karena iman harus mewujud dalam bentuk saling tolong-menolong di antara kaum Mukmin tanpa dibatasi oleh ikatan-ikatan lainnya, termasuk ikatan nasionalisme. Imam as-Samarqandi dalam tafsirnya, Bahru al-‘Ulûm, menjelaskan ayat di atas, “Kaum Muslim seperti saudara dalam kerjasama dan tolong-menolong sebab mereka di atas agama yang satu.”

Rasulullah saw. menggambarkan kaum Muslim layaknya satu bangunan yang saling menopang satu sama lain:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Sungguh kaum Mukmin itu seperti satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lain (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasai, at-Tirmidzi dan Ahmad).

Rasul saw. juga menggambarkan kaum Mukmin layaknya satu tubuh:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ مِنْ أَهْلِ الإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ يَأْلَمُ الْمُؤْمِنُ لأَهْلِ الإِيمَانِ كَمَا يَأْلَمُ الْجَسَدُ لِمَا فِى الرَّأْسِ
Sungguh seorang Mukmin bagi Mukmin yang lain berposisi seperti kepala bagi tubuh. Seorang Mukmin akan merasakan sakitnya Mukmin yang lain seperti tubuh ikut merasakan sakit yang menimpa kepala (HR Ahmad).

Rasul saw. juga bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal saling cinta, kasih sayang dan simpati di antara mereka seperti satu tubuh; jika salah satu organ sakit maka seluruh tubuh demam dan tak bisa tidur (HR Muslim dan Ahmad).

Lebih jauh Rasul saw. pun menjelaskan di antara hak-hak sesama Muslim:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzalimi Muslim yang lain dan tidak boleh menyerahkan dirinya kepada musuh. Siapa saja yang memenuhi kebutuhan saudaranya niscaya Allah memenuhi kebutuhannya. Siapa saja yang meringankan kesulitan seorang Muslim niscaya Allah meringankan dari dia satu kesulitan di antara banyak kesulitan pada Hari Kiamat. Siapa saja yang menutupi aib seorang Muslim niscaya Allah menutupi aibnya pada Hari Kiamat (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad).

Seperti itulah seharusnya persaudaraan kaum Muslim. Ukhuwah islamiyah itu harus lebih diutamakan di atas persaudaraan karena ikatan lainnya, termasuk ikatan nasionalisme. Seluruh kaum Muslim di seluruh dunia harus merasa layakya satu tubuh. Penderitaan yang menimpa sebagian kaum Muslim di suatu tempat, di suatu negeri, harus juga dirasakan oleh seluruh kaum Muslim lainnya. Semua itu tidak lain karena dorongan iman mereka. Persaudaraan mereka adalah persaudaraan karena iman. Perwujudan ukhuwah islamiyah seperti yang digambarkan di atas menunjukkan kualitas keimanan kaum Muslim.

Sekarang adalah saatnya kita menunjukkan dan mewujudkan manifestasi ukhuwah islamiyah itu. Sebagian saudara kita di beberapa negeri Islam sedang mengalami penderitaan; di Suriah, Palestina, Irak, Yaman dan sebagian negeri Afrika. Penderitaan suadara kita di Rohingya Myanmar termasuk yang paling mengiris rasa kemanusiaan. Mereka hendak dimusnahkan oleh musuh-musuh Islam dan kaum Muslim dari kalangan militer dan polisi Myanmar serta para pengikut Budha radikal dan ekstrem. Genosida atau pemusnahan massal itu sebenarnya telah berlangsung lama. Namun, kejadian belakangan meningkat kembali. Tak kurang dari 400 orang dari semua kalangan, orang tua hingga anak-anak, laki-laki dan wanita, tewas hanya dalam waktu sekitar seminggu. Puluhan ribu bahkan ratusan ribu lainnya terusir dari rumah, tempat tinggal dan kampungnya yang telah mereka diami secara turun-temurun selama ratusan tahun. Ironisnya, mereka yang hendak mengungsi ke negeri tetangga, Bangladesh, justru dihalangi untuk masuk. Ibarat sudah jatuh ditimpa tangga lagi. Mereka mengalami penderitaan luar biasa. Mereka hidup tanpa naungan tempat tinggal. Mereka tersebar di antaranya di rerimbunan hutan tanpa persediaan makanan, pakaian dan obat-obatan. Jika mereka kembali ke kampugnya, mereka terancam akan dibinasakan.

Karena itu, sudah menjadi keharusan bagi kita untuk menunjukkan simpati dan solidaritas atas apa yang menimpa saudara-saudara kita, khususnya kaum Muslim Rohingya. Kita harus memberikan pertolongan kepada mereka dengan apa yang kita mampu. Allah SWT berfirman:

وَإِنِ اسْتَنصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ
Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama ini maka kalian wajib memberikan pertolongan (TQS al-Anfal [8]: 72).

Yang paling minimal adalah menyertakan mereka dalam doa-doa yang kita panjatkan, termasuk membacakan doa qunut nazilah dalam rakaat terakhir shalat-shalat fardhu terutama shalat Fajar (Subuh). Yang lebih dari itu adalah menggalang bantuan dalam berbagai bentuk. Upaya lainnya adalah melakukan aksi-aksi solidaritas untuk mendesak para penguasa Muslim agar menggunakan kekuasaan dan kekuatan yang ada di tangan mereka untuk membela dan menyelamatkan saudara-saudara kita, terutama kaum Muslim Rohingya.

Tentu pembelaan dan penyelamatan kaum Muslim yang teraniaya, khususnya kaum Muslim Rohingya, akan sangat efektif dengan menggunakan kekuasaan dan kekuatan negara. Pasalnya, yang menyaniaya dan menzalimi bahkan membasmi mereka juga menggunakan kekuasaan dan kekuatan sebuah negara. Itulah yang dicontohkan oleh Rasul saw. saat menghilangkan ancaman pasukan Romawi terhadap kaum Muslim yang ada di wilayah Tabuk. Rasul saw. menggunakan kekuasaan dan kekuatan beliau sebagai kepala negara dengan memobilisasi pasukan kaum Muslim. Beliau memimpin sendiri pasukan kaum Muslim menuju Tabuk dengan menempuh jarak sekitar 700 km dalam keadaan sulit.

Pembelaan seperti itu pula yang ditunjukkan oleh Khalifah al-Mu’tashim Billah saat memenuhi permintaan tolong seorang Muslimah yang dianiaya oleh pasukan Romawi di Amuria. Khalifah al-Mu’tashim Billah mengerahkan puluhan ribu pasukan yang ujungnya telah tiba di Amuria, sementara ekornya masih berada di Baghdad. Dengan cara itulah Amuria pun ditaklukkan.

Sayang, pasca keruntuhan Khilafah Utsmaniyah yang terakhir pada tahun 1924, saat ini tidak ada satu pun penguasa Muslim yang bertindak seperti yang dilakukan Rasul saw. dan para khalifah setelah beliau. Tidak ada satu penguasa Muslim saat ini yang segera membela dan menyelamatkan kaum Muslim seperti Khalifah al-Mu’tashim Billah. Padahal yang teraniaya dan meminta tolong saat itu hanya seorang Muslimah. Sebaliknya, saat ini yang teraniaya dan berteriak meminta pertolongan bukan hanya seorang, melainkan puluhan ribu bahkan ratusan ribu kaum Muslim.

Semua itu membuktikan bahwa untuk membela dan menyelamatkan kaum Muslim yang teraniaya kita harus berusaha mewujudkan kembali penguasa seperti Rasul saw., Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka. Kaum Muslim harus mewujudkan kembali penguasa seperti Khalifah al-Mu’tashim Billah. Artinya, penting bagi kaum Muslim untuk mewujudkan kekuasaan dan pemeritahan Islam yang menerapkan syariah secara kâffah, yang berkhidmat untuk kemuliaan Islam dan kaum Muslim.

Alhasil, marilah kita menunjukkan simpati, solidaritas dan pembelaan terhadap kaum Muslim yang teraniaya, khususnya kaum Muslim Rohingya, dengan berbagai bentuk yang bisa dilakukan; memanjatkan doa qunut nazilah, mengumpulkan berbagai bentuk bantuan, melakukan aksi solidaritas dan sebagainya. Namun, tak boleh ditinggalkan, kaum Muslim harus segera berjuang mewujudkan kembali penguasa seperti Rasul saw. Khulafaur Rasyidin dan para khalifah seperti Khalifah al-Mu’tashim Billah; tentu berikut kekuasaan dan pemerintahan seperti yang mereka jalankan. Ketika hal itu terwujud, pembelaan terhadap kaum Muslim yang teraniaya di mana pun akan bisa dilakukan sebaik-baiknya.


Hikmah:

...مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا...
...Siapa saja yang membunuh seseorang bukan karena ia membunuh orang lain atau bukan karena ia membuat kerusakan di bumi, maka sang pembunuh seperti membunuh seluruh manusia. Siapa saja yang memelihara kehidupan seseorang maka ia seperti memelihara kehidupan seluruh manusia... (TQS al-Maidah [5]: 32).

Kaffah - Edisi 005

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.