Type Here to Get Search Results !

Jawaban atas Fitnah dan Tuduhan keji Oknum Ikhwa Salafi Sofyan Chalid terhadap Hizbut Tahrir



Oleh : Abu Faruq (Praktisi Cyber Dakwah)
Ket : Tulisan ini dibuat atas nama pribadi, bukan pernyataan resmi Hizbut Tahrir.

Sebagian dari tuduhan tersebut sudah pernah dijawab secara resmi oleh Hizbut Tahrir

بسم الله الرحمن الرحيم
Ya Allah…. Tunjukkan kebenaran kepada saudara-saudara kami, yang telah mengaggap kami SETAN, SESAT, & KAFIR dan maafkanlah atas kelalaian mereka.


Rasulullah SAW Bersabda “Siapa saja yang telah memusuhi juru da’wahKu maka sungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya” (HR Bukhori).

Segala cara digunakan oleh oknum-oknum salafi dan orang-orang sekuler, walau hanya bermodalkan informasi copy paste dari internet dan buku-buku buatan orang-orang sekuler yang benci terhadap perjuangan penegakan syariat Islam secara kaffah dengan diterapkannya sistem pemerintahan Islam(Khilafah), sehingga kewajiban untuk terlaksananya kepemimpinan umum(khalifah) ditengah-tengah ummat Islam yang nantinya menerapkan syariat Islam secara kaffah dan menyebarkan Islam beserta membebaskan negeri-negeri kaum muslimin keseluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad dapat diterapkan. Kini tugas besar tersebut diemban oleh Hizbut Tahrir diseluruh dunia, dengan mengikuti metode dakwah Rasulullah SAW yaitu :

Pertama, Tahapan Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah At Tatsqif)

Kedua, Tahapan Berinteraksi dengan Umat (Marhalah Tafa’ul Ma’a Al Ummah), yang dilaksanakan agar umat turut memikul kewajiban dakwah Islam, hingga umat menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, agar umat berjuang untuk mewujudkannya dalam realitas kehidupan.

Ketiga, Tahapan Penerimaan Kekuasaan (Marhalah Istilaam Al Hukm), yang dilaksanakan untuk menerapkan Islam secara menyeluruh dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia.

Adapun jawaban atas fitnah dan tuduhan-tuduhan keji yang dilakukan oleh Sofyan Chalid dan saudara-saudaraku yang langsung menyebarkan berita tersebut, hal tersebut sangat disayangkan karena tidak melakukan tabayyun terlebih dahulu secara langsung ke Pengurus Hizbut Tahrir sebagaimana layaknya seorang muslim.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurot[49]:6)

Makna Ayat Secara Umum

Syaikh Abdurrahman As-Si’di rahimahullah berkata: “Jika ada orang fasiq membawa berita maka hendaknya diteliti terlebih dahulu, tidak langsung diterima. Jika langsung diterima maka bisa menjatuhkan pelakunya kepada perbuatan dosa. Hal tersebut bisa berakibat saling bunuh, hilangnya harta dan nyawa tanpa bukti yang benar, dan pasti menyesal dihari kemudian. (Tafsir al-Karimir-Rahman: 1/799).

1. Kesibukan utama mereka adalah politik dan ajakan mendirikan khilafah, maka tidak akan engkau dapati mereka sibuk mengajak untuk membersihkan aqidah, menegakkan sholat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lainnya.

Jawaban :
Bagaimana bisa dikatakan Hizbut Tahrir mengabaikan aspek ruhiyyah? Sedangkan di dalam kitab-kitab pembinaannya, Hizbut Tahrir selalu menekankan kepada anggotanya untuk berpegang teguh dengan akidah Islam, terikat dengan syariah Islam dan selalu menampilkan perilaku yang berakhlakul karimah sebagai wujud kesadaran hubungan dengan Allah SWT. Hizbut Tahrir mengeluarkan banyak kitab mutabannat yang menekankan kewajiban dan pentingnya terikat dengan akidah dan syariah Islam; misalnya Asy Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 1, Nizham al-Islam, Mafahim Hizbut Tahrir, dan lain sebagainya.

Untuk mencetak kader dakwah yang memiliki kepribadian Islam yang tinggi, Hizbut Tahrir juga mensyaratkan anggotanya untuk mengkaji kitab Min Muqawwimat an-Nafsiyah al Islamiyah (Pilar-pilar pengokoh Nafsiyah Islamiyah).

Jelas, statement ini sangat bertentangan dengan ide-ide, dan pemikiran-pemikiran HT yang selalu menekankan untuk selalu terikat dengan hukum syara’. Ini juga sangat bertentangan dengan instruksi HT kepada para anggotanya untuk selalu meningkatkan aspek ruhiyyah, dan juga giat dengan ibadah nawafil. Statement ini juga bertolak belakang dengan fakta keanggotaan Hizb Tahrir. Hizb telah menetapkan, muslim yang tidak sholat tidak boleh menjadi anggota HT, wanita yang tidak mengenakan Jilbab tidak boleh menjadi anggota Hizb. Silahkan renungkan sendiri. (Untuk itu anda bisa membaca buku-buku HT, semisal Mafaahiim Hizb al-Tahriir, Nizhaam al-Islaam,dll ).

Perlu diketahui pula bahwasanya Hizbut Tahrir adalah partai politik yang terus berjuang untuk mengembalikan kehidupan Islam dengan diterapkannya syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan Ummat Islam dengan diterapkannya sistem pemerintahan Islam(Khilafah) untuk mengurusi urusan ummat sesuai dengan hukum Islam(Syiasyah/Politik).

Rasulullah SAW Bersabda :

“barangsiapa ketika bangun dipagi hari kemudian tidak memikirkan umatku, maka dia tidak termasuk dalam golonganku”(HR. Al Hakim)

Kewajiban adanya Khilafah telah disepakati oleh seluruh ulama dari seluruh mazhab. Tidak ada khilafiyah (perbedaan pendapat) dalam masalah ini, kecuali dari segelintir ulama yang tidak teranggap perkataannya (laa yu’taddu bihi). (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah, Bab Al Imamah Al Kubro, Juz 6 hlm. 163).

Disebutkan dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah Juz 6 hlm. 164 :

أجمعت الأمّة على وجوب عقد الإمامة ، وعلى أنّ الأمّة يجب عليها الانقياد لإمامٍ عادلٍ ، يقيم فيهم أحكام اللّه ، ويسوسهم بأحكام الشّريعة الّتي أتى بها رسول اللّه صلى الله عليه وسلم ولم يخرج عن هذا الإجماع من يعتدّ بخلافه
“Umat Islam telah sepakat mengenai wajibnya akad Imamah [Khilafah], juga telah sepakat bahwa umat wajib mentaati seorang Imam [Khalifah] yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah mereka, yang mengatur urusan mereka dengan hukum-hukum Syariah Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Tidak ada yang keluar dari kesepakatan ini, orang yang teranggap perkataannya saat berbeda pendapat.”

Syaikh Abdul Qadim Zallum (Amir kedua Hizbut Tahrir) menyebutkan, ”Mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum muslimin seluruhnya di segala penjuru dunia. Melaksanakan kewajiban ini sebagaimana kewajiban manapun yang difardhukan Allah atas kaum muslimin adalah perkara yang pasti, tak ada pilihan di dalamnya dan tak ada toleransi dalam urusannya. Kelalaian dalam melaksanakannya termasuk sebesar-besar maksiat, yang akan diazab oleh Allah dengan azab yang sepedih-pedihnya.” (Abdul Qadim Zallum, Nizhamul Hukm fi Al Islam, hlm. 34)

Kewajiban Khilafah ini bukan hanya pendapat Hizbut Tahrir, tapi pendapat seluruh ulama. Imam Ibnu Hazm menyebutkan bahwa, “Telah sepakat semua Ahlus Sunnah, semua Murji`ah, semua Syiah, dan semua Khawarij akan wajibnya Imamah [Khilafah]…” (Ibnu Hazm, Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal, Juz 4 hlm.78)

Khusus dalam lingkup empat mazhab Ahlus Sunnah, Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menyebutkan,”Para imam mazhab yang empat [Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad]rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah [Khilafah] itu fardhu, dan bahwa kaum muslimin itu harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama dan menolong orang yang dizalimi dari orang zalim. Mereka juga sepakat bahwa kaum muslimin dalam waktu yang sama di seluruh dunia, tidak boleh mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat atau bertentangan.” (Ibnu Hazm, Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal, Juz 4 hlm.78).

2. Hijrahnya banyak anggota dan tokoh-tokoh Hizbut Tahrir ke negeri-negeri kafir Eropa.

Jawaban :
Seluruh bagian bumi adalah milik Allah dan dahulu Rasulullah juga pernah menyeru kepada para sahabat(Utsman bin Affan, Abu Huzaifah, Ja’far bin Abu Tholib dkk) untuk hijrah ke negeri RajaNajasyi. terus apa yang menjadi masalah jika demikian? Dan itupun belum terbukti sebab tidak ada data yang rill atas pernyataan tersebut, itu hanyalah tuduhan tak berdasar.

3. Mereka tidak memiliki aqidah yang jelas, selain khilafah yang menurut aqidah mereka adalah prioritas, seakan-akan Allah menyatakan, “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menegakkan khilafah”.

Jawaban :
SofyanChalid telah melakukan fitnah yang besar terhadap Hizbut Tahrir akibat dari kedengkian dan ketidaktauannya yang tidak mendahulukan Tabayyun. Fikrah yang dijadikan landasan bagi Hizbut Tahrir adalah fikrah Islam, yaitu (berupa) akidah Islam serta seluruh ide yang lahir dari akidah, termasuk seluruh hukum yang dibangun di atas akidah tadi. Hizbut Tahrir telah mengadopsi dari fikrah Islam ini perkara-perkara yang diperlukan oleh sebuah partai politik yang bertujuan ingin mewujudkan Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat, yaitu dengan merasukkan Islam ke dalam sistem pemerintahan, hubungan (interaksi) antara masyarakat, dan di seluruh aspek kehidupan. Hizbut Tahrir telah menjelaskan segala sesuatu yang diadopsinya itu secara terperinci dalam buku-buku dan selebaran-selebaran, disertai dengan keterangan dan dalil-dalil yang rinci untuk setiap hukum, pendapat, pemikiran atau persepsinya.

4. Menawarkan khilafah kepada tokoh Syi’ah Khomeini yang melakukan banyak kekafiran (sebagaimana disebutkan dalam majalah “Khilafah” mereka no. 18 tanggal 4-9-1989 M) dan mereka memuji kitab Khomeini yang berisi banyak kesyirikan dan kekafiran berjudul “Al-Hukumah Al-Islamiyah” dalam majalah mereka Al-Wa’i no. 26 tahun 1989 M, maka ini diantara yang menunjukkan rusaknya aqidah mereka.

Jawaban :
Opini bahwa Hizbut Tahrir pernah menawarkan Kholifah kepada Imam Khomeini mendapat klarifikasi langsung dari DPP HTI. Ketua Lajnah al Khoshoh li Kasbil ‘Ulama DPP HTI, KH. Syamsudin Ramadhan (Media ISLAMPOS Edisi : Rabu 10 Zulkaedah 1433 / 26 September 2012) menyatakan tidak betul HT pernah menawarkan tokoh spiritual Syiah itu menjadi Kholifah. Kedatangan utusan HT ke Iran, bukan untuk menawarkan Khomeini menjadi kholifah, namun hanya menawarkan konsep Khilafah.

“Kemudian mereka menolak, lalu HT membuat buku khusus yang mengkritik konstitusi Iran,” tandasnya kepada Islampos.com dalam acara Silaturahim Akbar di Monas, Selasa malam (25/9)

Menurut  KH. Syamsudin Ramadhan , HT menyampaikan sejumlah kritik terhadap konsep Imamah Syiah. Klaim Syiah yang menganggap Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menunjuk Ali ra sebagi Khalifah (bukan Abu Bakar As Shidiq ra), jelas merupakan kekeliruan nyata.

“HT sudah mengkritik itu dalam kitab Syakhsiyah Al-Islamiyah karangan Syekh Taqiyuddin An Nabhani. Kita kritik secara mendalam, bisa dibaca di sana,” tegasnya.

Dan pada gilirannya HT kemudian justru mempertanyakan langkah Khomeini yang dianggap kalangan Syiah sebagai Imam maksum namun menerapkan Demokrasi yang notabene sistem buatan manusia.

“Kami mengkritik karena Iran kemudian memakai sistem demokrasi dengan konsep negara Republik,” tutupnya. (Pizaro).

5. Tidak memahami dan berusaha mengobati perkara-perkara yang menyebabkan runtuhnya khilafah kaum muslimin, yaitu kesyirikan, bid’ah dan maksiat. Mereka ingin Allah ta’ala merubah mereka namun mereka tidak berusaha merubah diri mereka.

Jawaban :
Itu adalah tuduhan keji yang tak berdasar, beberikut pernyataan KH. Syamsudin Ramadhan An-Nawiy DPP Hizbut Tahrir tentang “Mengapa Khilafah Islamiyah bisa diruntuhkan? Apa penyebabnya? Langkah-langkah apa pula yang harus dilakukan umat Islam untuk mengkonstruksi kembali Khilafah Islamiyah pada masa datang?

Sebab-sebab Keruntuhan Khilafah


Keruntuhan Khilafah Islamiyah disebabkan oleh dua faktor penting: (1) faktor internal; (2) faktor eksternal.

Faktor Internal.

a.   Kemunduran taraf berpikir umat Islam.
Pada dasarnya eksistensi sebuah negara dan peradaban ditentukan oleh sejauh mana penjagaan penguasa dan rakyatnya terhadap pemahaman, standarisasi dan sistem nilai yang mereka anut.  Daulah Islamiyah dan peradaban Islam tegak di atas mafahim (pemahaman), maqayis (tolok ukur) dan qana’at (tradisi) Islam.  Daulah Islamiyah tetap tegak dan berdiri kokoh manakala penguasa dan rakyatnya memiliki keterikatan dan kesadaran tinggi terhadap tiga hal tersebut.  Sebaliknya, ketika penguasa dan rakyat tidak lagi terikat dengan mafahim, maqayis dan qana’at Islam, maka Daulah Islamiyah telah kehilangan pilar penyangganya.  Keruntuhannya pun tinggal menunggu waktu.  Namun, ketika taraf berpikir umat Islam tinggi, dengan cepat mereka bisa pulih dari goncangan dan bencana.  Ketika Kekhilafahan Islam di Baghdad dihancurkan oleh bangsa Tartar, dengan cepat mereka berhasil mendirikan Khilafah di tempat lain, dan dengan cepat pula kekuatan bangsa Tartar bisa dihancurkan.  Bahkan ketinggian berpikir umat Islam saat itu mampu mengubah bangsa Tartar yang awalnya memusuhi Islam berbalik menjadi pemeluk dan pembela Islam yang gagah berani.  Sebaliknya, tatkala taraf berpikir umat Islam merosot, mereka hanya duduk tercenung saat Khilafah Islamiyah dihancurkan oleh musuh-musuh Islam. Padahal saat itu mereka tengah ditimpa musibah paling besar.  Mereka tidak bergerak, sebagaimana umat-umat terdahulu.

b.  Kemunculan organisasi dan gerakan yang merongrong Khilafah Islamiyah dari dalam. 
Berkat dukungan Inggris, Dinasti Saud dan gerakan Wahabi berhasil memisahkan wilayah Hijaz dari Khilafah ‘Utsmaniyah serta mendirikan negara yang berasaskan mazhab tertentu.    Di kemudian hari, gerakan ini juga berhasil menyibukkan umat Islam dalam persoalan khilafiyah, dan memalingkan mereka dari perkara-perkara yang lebih penting.

c.  Kesadaran politik umat menurun dan mental para penguasa Islam rusak.
Menurunnya kesadaran politik  dan rusaknya mental para penguasa Islam menyebabkan mereka mudah diperalat dan diperdaya oleh musuh-musuh Islam dan kaum Muslim. Mereka tidak bisa membedakan mana musuh dan kawan. Mereka tidak bisa menakar sejauh mana bahaya yang ditimbulkan oleh sebuah tindakan. Mereka tidak bisa memahami hakikat yang ada di balik statemen dan langkah-langkah politik musuh-musuh Islam. Mereka pun tidak bisa merumuskan langkah yang tepat untuk menyelesaikan problem-problem politik di wilayah mereka.

Faktor Eksternal.

Adapun terkait faktor eksternal, keruntuhan Khilafah Islamiyah disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini:

a.   Adanya perang pemikiran dan peradaban (al-ghazw al-fikr wa al-ghazw ats-tsaqafi) yang digelar oleh orang-orang kafir.

b.  Adanya upaya-upaya sistematis dari negara imperialis, khususnya Inggris, untuk melenyapkan Khilafah Islamiyah.

Inggris, dengan memanfaatkan sekutu-sekutu dan antek-anteknya, terus berusaha merongrong Khilafah Islamiyah.   Inggris, baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, menjadi dalang pemberontakan melawan Khilafah Islamiyah. Begitu pula Prancis dan negara-negara imperialis Barat lainnya. Mereka terus mencaplok wilayah-wilayah Khilafah Islamiyah serta mengobarkan peperangan dan pemberontakan melawan Khilafah Islamiyah.  Lambat laun, Khilafah Islamiyah mulai melemah dan tidak mampu menjaga wilayah kekuasaannya yang amat luas.  Akibatnya, satu demi satu wilayah kekuasaan Khilafah Islamiyah jatuh ke tangan penjajah, mulai dari Asia, Afrika, Kaukasus, dan lain sebagainya.  Di pusat kekuasaan Khilafah Islamiyah, Inggris menyokong sepenuhnya gerakan Turki Muda yang dipimpin oleh Mustafa Kemal.  Melalui persekongkolan, intrik, pengkhianatan dan tipudaya licik, akhirnya Inggris berhasil melenyapkan sistem Khilafah yang agung dan mengganti Khilafah dengan sistem kenegaraan sampah, yakni demokrasi-sekular.

Inilah faktor-faktor penting yang menyebabkan keruntuhan Khilafah Islamiyah.


Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Khilafah Islamiyah hanya bisa diruntuhkan melalui aktivitas pemikiran dan politik.   Barat tidak akan pernah sanggup meruntuhkan Khilafah dengan hanya bertumpu pada aktivitas militer.  Keberhasilan Barat meruntuhkan Khilafah Islamiyah sesungguhnya disebabkan karena mereka berhasil mengalahkan kaum Muslim pada perang pemikiran dan peradaban.

6. Para penceramah mereka selalu berceramah hanya dengan mengandalkan emosi dan pembicaraan politik untuk menutupi kebodohan mereka terhadap ilmu agama, maka engkau tidak akan dapati tokoh-tokoh mereka memiliki halaqoh-halaqoh ilmu syar’i yang diprioritaskan.

Jawaban :
Ini adalah Fitnah, inilah akibat dari ketidaktahuan pergerakan Hizbut Tahrir, Siang malam Syabab Hizbut Tahrir melakukan kontak kepada semua elemen masyarakat agar kembali pada Islam dan hampir tiap hari pula Hizbut Tahrir selalu memprorioritaskan halaqoh-halaqoh ilmu syar’I sebagai bentuk pembinaan terhadap ummat baik itu melalui ta’lim-ta’lim, tasqif (pembinaan tiap pekan), maupun halaqoh-halaqoh syariah yang melibatkan semua elemen masyarakat, mulai dari pelajar, masiswa, masyarakat umum, intelektual, dan ulama.

7. Memusuhi aqidah tauhid dan bersikap lembek dalam mengamalkannya, disertai ajakan untuk bersatu bersama kelompok-kelompok syirik seperti Syi’ah, Shufiyyah dan lain-lain.

Jawaban :
Lagi-lagi,ini adalah tuduhan yang tidak berdasar yang dilakukan oleh Sofyan Chalid, sebab bagaimanamungkin Hizbut Tahrir memusuhi aqidah tauhid sedangkan fikroh dan thoriqohnya berdasarkan ideologi Islam yaitu Alquran & Assunnah dan dengan demikian, Hizbut Tahrir tidak akan mungkin terlibat dalam kelompok-kelompok kesyirikan, melaikan mendawahinya agar kembali pada Islam yang sesuai dengan Alquran & Assunnah.

8. Membolehkan orang kafir menjadi anggota parlemen Islam atau menjadi kepala daerah dan pemimpin pasukan di negeri muslim (sebagaimana dalam buletin “Ajwibah wa Asilah” yang diterbitkan oleh Pendiri HT An-Nabhani bulan Rabi’uts Tsani 1390 H/5-6-1970 M)

Jawaban :
Hal tersebut adalah pernyataan dusta dan keliru sebab dalam kitab Nizham Al Islam dijelaskan syarat untuk menjadi kepala daerah(Amil) adalah Laki-laki, muslim, baligh, berakal, adil, memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas yang diberikan dan dipilih dari kalangan orang yang bertaqwa serta berkepribadian kuat (baca kitab : Nizham Al Islam Bagian Al Wulat/gubernur pasal 53 Hal :156 )

9. Kondisi mereka menunjukkan bahwa tujuan dapat membenarkan segala cara.

Jawaban :
Ini adalah tuduhan yang sangat keji dan tidak berdasar, bagaimanamungkin Hizbut Tahrir melakukan segala cara yang tidak dibenarkan oleh hukum syara’ sedangkan Hizbut Tahrir telah menetapkan ideologi perjuangannya adalah Islam yaitu sesuai dengan Alquran & Assunnah dan tujuan utamanya adalah mengembalikan kehidupan Islam dengan diterapkannya syariat Islam secara Kaffah. Lagi-lagi karena persoalan kurangnya pengetahuan Sofyan Chalid tentang Hizbut Tahrir padahal Fikroh & Thoriqoh Hizbut Tahrir, padahal sangat gampang didapatkan baik di website resminya sendiri maupun buku-buku yang dikeluarkan secara resmi oleh Hizbut Tahrir.

10. Kekacauan aqidah mereka dalam masalah Al-Qodha dan Al-Qodar.

Jawaban :
Tuduhan dusta dan tidak berdasar dan hal ini sama yang dituduhkan oleh al-Harari. Sebenarnya, kalau penuduh mencermati dengan teliti penjelasan al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, pasti tidak berkesimpulan demikian. Karena beliau menjelaskan dua kategori perbuatan manusia: Pertama, Perbuatan yang menguasai manusia, baik yang menimpa dirinya maupun dari dirinya. Kedua, Perbuatan yang dikuasai oleh manusia. Kategori yang pertama inilah yang masuk dalam wilayah Qadha’, sedangkan kategori yang kedua tidak.

11. Akal menurut mereka termasuk sumber agama, dan ini adalah hasil adopsi dari Mu’tazilah.

Jawaban :
Tuduhan seperti ini, bisa jadi lahir karena kebodohan pengetahuannya tentang Muktazilah dan HT itu sendiri, sehingga menyamakan dua fakta yang berbeda, tetapi ironinya dianggap sama; atau karena faktor su’ an-niyyah (niat jahat). Wallahu a’lam.

Jika HT dituduh Muktazilah karena sama-sama menggunakan akal, maka pertama, kesimpulan ini adalah kesimpulan mantik; kedua, dengan adanya perbedaan antara HT dan Muktazilah dalam memandang akal, sebenarnya sudah cukup untuk meruntuhkan tuduhan tersebut. Dalam konteks hukum syara’, dimana akal hanya bisa berfungsi untuk memahami, HT pun telah meletakkan akal bukan sebagai hakim, sebagaimana Muktazilah, yang menyatakan bahwa akal bisa menentukan baik dan buruk, termasuk terpuji dan tercela. Tetapi, HT memandang:

Kebaikan adalah apa yang dinyatakan baik oleh syara’, sedangkan keburukan adalah apa yang dinyatakan buruk oleh syara’.

Demikian juga:
Perkara terpuji adalah apa yang diridhai oleh Allah, sedangkan perkara tercela adalah apa yang dimurkai oleh Allah.

Jadi, tuduhan bahwa HT mendewa-dewakan akal itu jelas menyesatkan. Sebaliknya, HT telah meletakkan akal sesuai dengan proporsi yang seharusnya dimainkan oleh akal. Intinya, HT tidak menghalangi akal untuk menghukumi sesuatu yang sesungguhnya bisa dilakukan oleh akal, atau sebaliknya, membebaskan akal untuk menghukumi sesuatu yang justru tidak mampu dijangkau oleh akal.

Disebut qadha’. Dalam hal ini, baik dan buruknya sepenuhnya dinisbatkan kepada Allah. Dalam konteks seperti ini manusia tidak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah pada Hari Akhirat kelak. Manusia, misalnya, tidak akan dihisab oleh Allah karena gempa atau tsunami yang telah menimpanya, yang menghancurkan harta dan menghilangkan jiwanya; ia juga tidak akan dihisab karena tiba-tiba mobilnya mogok di tengah jalan tanpa dia sendiri kuasa mengatasinya sehingga menimbulkan kemacetan total dan tentu saja merugikan orang banyak.

Kedua, yang bisa dipilih oleh manusia (mukhayyar); posisi manusia berada dalam lingkaran yang dia kuasai. Di sini, manusia bisa berperan apa saja. Tentu ini bukan wilayah qadha’, sehingga tidak bisa menisbatkan semuanya kepada Allah. Sebaliknya, baik dan buruknya sepenuhnya merupakan pilihan manusia. Maka, manusia akan dimintai pertanggungjawab kelak di Akhirat. Manusia beriman atau kafir, misalnya; duduk atau berdiri; makan-minum yang halal atau yang haram; menikah atau berzina; menerapkan hukum Allah atau hukum manusia; dan sebagainya; semua itu berada dalam ikhtiar (pilihan) manusia sepenuhnya. Karena itu, pilihan manusia dalam wilayah ini akan dihisab di hadapan Allah kelak pada Hari Akhir.

Itu di satu sisi, tentang fakta perbuatan manusia. Di sisi lain, fakta perbuatan manusia juga tidak bisa dilepaskan dari alat yang digunakan untuk melakukan perbuatan. Dan dengan menggunakan alat tersebut, muncullah efek perbuatan, seperti rasa sakit yang diakibatkan oleh pukulan yang menggunakan kayu. Apa yang oleh Muktazilah disebut tawallud al-af’al itu dianggap keliru oleh HT. Sebaliknya, yang tepat adalah khashiyat al-asyya’ (khasiat benda), karena faktanya memang demikian. Inilah yang kemudian disebut oleh HT dengan menggunakan istilah qadar.

Khasiat itu sendiri adalah karakteristik khas yang dimiliki oleh benda sebagai ciptaan Allah. Contoh: api mempunyai karakteristik khas bisa membakar dan panas; sementara air mempunyai karakteristik khas bisa membasahi dan memadamkan api. Begitu seterusnya. Semua potensi itu adalah ciptaan Allah yang melekat pada sesuatu sebagai sunatullah. Manusia tidak akan dihisab oleh Allah SWT berkaitan dengan semua karakteristik yang telah diciptakan Allah pada benda, termasuk pada dirinya sendiri.

Yang dihisab oleh Allah SWT dalam konteks khashiyat adalah pemanfaatan manusia atas khasiat-khasiat itu. Contoh: manusia tidak akan dihisab oleh Allah karena memiliki hasrat seksual; yang akan dihisab adalah pemanfaatan hasrat seksual tersebut apakah di jalan yang halal dengan cara menikah atau di jalan yang haram dengan cara berpacaran, berzina, atau melacur.

Dari sini tampak jelas bahwa HT sangat berbeda dengan Muktazilah. Bahkan bisa dikatakan, HT melakukan koreksi atas kesalahan Muktazilah, termasuk Ahlussunnah, sekaligus memberikan solusi yang benar atas persoalan qadhâ’ dan qadar yang diperdebatkan oleh para mutakallimin sejak Abad I Hijriah itu.

Jadi, HT tidak bisa disamakan dengan Muktazilah; keduanya sangat jauh berbeda. Karena itu, tuduhan bahwa HT adalah Neo-Muktazilah merupakan tuduhan yang sangat keliru dan menyesatkan. Ini juga membuktikan, bahwa tuduhan tersebut sekaligus membuktikan kebodohan pihak penuduh terhadap fakta Muktazilah dan HT, atau karena faktor lain, yaitu su’ an-niyyah (berniat jahat).

12. Berjilbab lebar sesuai syari’at menurut mereka adalah kemerosotan moral sebagaimana diisyaratkan An-Nabhani dalam “An-Nizhom fil Islam” hal. 10 dan 128.

Jawaban :
Ini adalah tuduhan Fitnah dan keji yang tidak berdasar, sebab pembahasan tentang berjilbab lebar sesuai syariat adalah kemerosotan moral sebagaimana diisyaratkan An-Nabhani dalam “An-Nizhom fil Islam” hal. 10 dan 128 tidak ditemukan, sedangkan isi dari kitab Nizhom fil Islam dalam hal 10 adalah pembahasan tentang “Jalan menuju iman” sedangkan dalam hal 128 membahas tentang “ijtihad para sahabat pada saat diamanahi jabatan”. Ini semakin membuktikan bahwa Sofyan Chalid hanya asal menuduh dan tidak mempunyai kitab-kitab Hizbut Tahrir. atau karena faktor lain, yaitu su’ an-niyyah (berniat jahat).

13. Tidak ada bedanya menurut mereka antara Sunni dan Syi’ah, padahal jelas sekali kekafiran Syi’ah.

Jawaban :
Hizbut Tahrir sebagaimana umat Islam, berpegang teguh pada akidah Islam, yakni Arkanul Islam. Barangsiapa yang tidak beriman kepada salah satu rukun iman itu, maka ia telah keluar dari Islam. Siapa pun itu, mereka sudah keluar dari Islam jika mengatakan bahwa Al Quran sekarang ini belum genap, masih ada di Lauhil Mahfudz, apalagi sampai mengatakan nabi keliru. Sebagian umat syiah merasa nabi keliru karena tidak menyampaikan pesan yang sudah ditetapkan Allah tentang kewalian, kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Kemudian mengecam para sahabat juga. Sikap Hizbut Tahrir tegas mengatakan siapa saja yang seperti itu, bukan Islam, kalau Syiah seperti itu berarti mereka bukan Islam(Hasil Wawancara Ustadz Ismail Yusanto(Jubir HTI) dengan media Al Hikmah).

Dalam kitab Shakshiah Islamiyyah jilid II yang secara khusus mengkritik pendapat syiah. “Sebab mereka dibangun oleh satu paradigma inti, yaitu tentang kepemimpinan Ali, mereka membangun itu dengan mengembangkan dalil hadits Ghadir khum, sejumlah ayat yang ditafsirkan secara paksa untuk menunjukkan kewalian Ali, pendapat-pendapat itu dibantah Hizbut Tahrir di dalam kitab Syaksiyah tersebut.

Dalam kitab resmi Hizbut Tahrir Shakshiah Islamiyyah menyebutkan bahwa Nabi tidak pernah menunjuk Ali sebagai pemimpin setelah beliau dan hal itu bertentangan dengan pendapat Syiah dan siapa pun itu jika menghina para sahabat, maka mereka telah keluar dari Islam, itulah pendapat yang dianut oleh Hizbut Tahrir.

14. Meniadakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar hingga tegak khilafah khayalan mereka,

Jawaban :
Jelas ini pun keliru. Dalam Kitab Manhaj Hizbut Tahrir fi at-Taghyir disebutkan dengan sangat jelas bahwa:

Amar makruf nahi mungkar termasuk perkara yang Allah wajibkan atas kaum Muslim.
Sebab, Allah SWT berfirman: 

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebajikan dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung (QS Ali Imran [3]: 104).

Amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi kaum Muslim dalam setiap kondisi, baik Daulah Khilafah telah berdiri maupun belum; baik hukum Islam sudah diterapkan di pemerintahan dan masyarakat atau belum. Amar makruf nahi mungkar telah ada pada masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin dan orang-orang setelah mereka. Amar makruf nahi mungkar tetap fardhu bagi kaum Muslim hingga akhir zaman. Akan tetapi, amar makruf nahi mungkar bukanlah thariqah (metode) untuk menegakkan Khilafah dan mengembalikan Islam dalam kehidupan negara dan masyarakat, walaupun ia merupakan bagian dari aktivitas “melangsungkan kehidupan Islam” karena di dalamnya ada aktivitas mengoreksi penguasa, yakni menyeru penguasa untuk mengerjakan yang makruf dan meninggalkan yang mungkar. Akan tetapi, aktivitas melangsungkan kehidupan Islam berbeda dengan amar makruf nahi mungkar…. (Manhaj Hizbut Tahrir fi al-Taghyir, hlm. 8).

Dari uraian yang tersebut dalam Kitab Manhaj Hizbut Tahrir fi at-Taghyir jelas, bahwa tidak ada satu pun pernyataan dari Hizbut Tahrir yang menunjukkan pengabaian dirinya terhadap aktivitas amar makruf nahi mungkar. Bahkan perjuangan Hizbut Tahrir di berbagai belahan dunia justru menunjukkan kenyataan sebaliknya. Di berbagai negara, banyak syabab Hizbut Tahrir ditangkap, dibunuh, dan diintimidasi oleh para penguasa zalim dan fasik karena keberanian mereka dalam mengoreksi penguasa dan menyingkap persekongkolan jahat dengan negara-negara kafir imperialis. Tulisan Sabili juga memuat peristiwa penangkapan, penyiksaan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi syabab Hizbut Tahrir di berbagai belahan dunia akibat keberanian para syabab Hizbut Tahrir dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar. Lalu bagaimana dia bisa menyatakan tokoh-tokoh Hizbut Tahrir mengabaikan amar makruf nahi mungkar?

15. Pengkafiran mereka terhadap kaum muslimin dan tuduhan mereka bahwa negeri-negeri muslim adalah negeri-negeri kafir, sebagaimana dalam kitab mereka “Hizbut Tahrir” hal. 32, 103.

16. Bahkan menganggap Makkah dan Madinah bukan negeri Islam, sebagaimana dikatakan seorang tokoh Hizbut Tahrir dalam dialog bersama Asy-Syaikh Abdur Rahman Ad-Dimasyqiyyah.

Jawaban 15 & 16 :
Dr. Mohammad Khair Haekal menyatakan; sesungguhnya frase Daar al-Islaam adalah istilah syar’iy yang dipakai untuk menunjukkan realitas tertentu dari sebuah negara. Frase Daar al-Kufr juga merupakan istilah syar’iy yang digunakan untuk menunjukkan realitas tertentu dari sebuah negara yang berlawanan dengan daar al-Islaam. Begitu pula istilah “daar al-kufr, daar al-syirk, dan daar al-harb”, semuanya adalah istilah syar’iy yang maknanya sama untuk menunjukkan realitas tertentu dari sebuah negara yang faktanya berbeda dengan fakta pertama (daar al-Islaam).

Istilah Daar al-Islaam dan Daar al-Kufr telah dituturkan di dalam Sunnah dan Atsar para shahabat. Imam al-Mawardi menuturkan sebuah riwayat dar Nabi saw, bahwasanya Beliau bersabda :

“Semua hal yang ada di dalam Daar al-Islam menjadi terlarang (terpelihara), sedangkan semua hal yang ada di dalam Daar al-syirk telah dihalalkan”. Maksudnya, semua orang yang hidup di dalam Daar al-Islaam, harta dan darahnya terpelihara. Harta penduduk Daar al-Islam tidak boleh dirampas, darahnya juga tidak boleh ditumpahkan tanpa ada alasan yang syar’iy. Sedangkan penduduk Daar al-Kufr, maka harta dan darahnya tidak terpelihara, kecuali ada alasan syar’iy yang mewajibkan kaum Muslim melindungi harta dan darahnya.

Di dalam kitab al-Kharaj karya Abu Yusuf dituturkan, bahwasanya ada sebuah surat yang ditulis oleh Khalid bin Walid kepada penduduk al-Hiirah. Di dalam surat itu tertulis, “….Aku telah menetapkan bagi mereka (penduduk Hirah yang menjalin perjanjian dzimmah); yakni orang tua yang tidak mampu bekerja, atau orang yang cacat, atau orang yang dahulunya kaya lalu jatuh miskin, sehingga harus ditanggung nafkahnya oleh penduduk yang lain; semuanya dibebaskan dari pembayaran jizyah, dan mereka akan dicukupi nafkahnya dari harta Baitul Maal kaum Muslim, selama mereka masih bermukim di Daar al-Hijrah dan Daar al-Islaam. Jika mereka berpindah ke negeri lain yang bukan Daar al-Hijrah, maka tidak ada kewajiban bagi kaum Muslim untuk mencukupi nafkah mereka..”

Ibnu Hazm mengatakan, “Semua tempat selain negeri Rasulullah saw adalah tempat yang boleh diperangi; disebut Daar al-Harb, serta tempat untuk berjihad..”

Berdasarkan riwayat di atas dapat disimpulkan, bahwa frase Daar al-Islaam, adalah istilah syar’iy yang ditujukan untuk menunjukkan realitas tertentu dari sebuah negara. Sebab, di sana ada perbedaan hukum dan perlakuan pada orang yang menjadi warga negara Daar al-Islaam dan Daar al-Kufr.

Para fukaha juga telah membahas kedua istilah ini di dalam kitab-kitab mereka. Dengan penjelasan para fukaha tersebut, kita dapat memahami syarat atau sifat yang yang harus dimiliki suatu negara hingga absah disebut negara Islam.

Al-Kasaaiy, di dalam kitab Badaai’ al-Shanaai’, mengatakan, “Tidak ada perbedaan di kalangan fukaha kami, bahwa Daar Kufr (negeri kufur) bisa berubah menjadi Daar al-Islaam dengan tampaknya hukum-hukum Islam di sana. Mereka berbeda pendapat mengenai Daar al-Islaam; kapan ia bisa berubah menjadi Daar al-Kufr? Abu Hanifah berpendapat; Daar al-Islaam tidak akan berubah menjadi Daar al-Kufr kecuali jika telah memenuhi tiga syarat. Pertama, telah tampak jelas diberlakukannya hukum-hukum kufr di dalamnya. Kedua, meminta perlindungan kepada Daar al-Kufr. Ketiga, kaum Muslim dan dzimmiy tidak lagi dijamin keamanannya, seperti halnya keamanaan yang mereka dapat pertama kali, yakni, jaminan keamanan dari kaum Muslim”. Sedangkan Abu Yusuf dan Mohammad berpendapat, “Daar al-Islaam berubah menjadi Daar al-Kufr jika di dalamnya telah tampak jelas hukum-hukum kufur.

Di dalam Haasyiyah (catatan pinggir) Ibnu ‘Aabidiin atas kitab Al-Durr al-Mukhtaar Syarh Tanwiir al-Abshaar, disebutkan, “Daar al-Islaam tidak akan berubah menjadi Daar al-Harb….(karena) misalnya, orang Kafir berhasil menguasai negeri kita, atau penduduk Mesir murtad kemudian mereka berkuasa, atau diterapkan kepada mereka hukum-hukum kufur; atau negeri itu mencabut dzimmah (perjanjian untuk mendapatkan perlindungan dari Daulah Islam), atau negeri mereka dikuasai oleh musuh; salah satu hal tersebut tidak menjadikan Daar Islam berubah menjadi Daar al-Harb jika telah memenuhi tiga syarat. Sedangkan Abu Yusuf dan Mohammad berpendapat; cukup dengan satu syarat saja; yakni tampaknya hukum-hukum kufur di negara itu, dan ini adalah qiyas..”

Syaikh Mohammad Abu Zahrah berkomentar, “Barangkali, buah perbedaan diantara dua pendapat tersebut tampak jelas pada masa kita sekarang ini. Oleh karena itu, bila pendapat Abu Hanifah itu diterapkan maka, negeri-negeri mulai dari wilayah barat hingga daerah Turkistan, dan Pakistan terkategori Daar al-Islam. Sebab, walaupun penduduknya tidak menerapkan hukum-hukum Islam, akan tetapi mereka hidup dalam perlindungan kaum Muslim. Oleh karena itu, negeri-negeri ini termasuk Daar al-Islaam. Dan jika pendapat Abu Yusuf dan Mohammad, serta para fukaha yang sejalan dengan keduanya diterapkan, maka negeri-negeri Islam sekarang ini tidak terhitung sebagai Daar al-Islaam, akan tetapi Daar al-Harb; Sebab, di negeri-negeri itu tidak tampak dan tidak diterapkan hukum-hukum Islam.”

Di dalam kamus Fikihnya, Syaikh Sa’diy Abu Habib menjelaskan tentang Daar al-Islam dan Daar al-Harb sebagai berikut;

“Menurut pengikut madzhab Syafi’iy, daar al-harb adalah negeri-negeri kaum kafir (bilaad al-kuffaar) yang tidak memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslim. Sedangkan Daar al-Islam menurut pengikut madzhab Syafi’iy adalah setiap negeri yang dibangun oleh kaum Muslim, seperti Baghdad, Bashrah, atau penduduknya masuk Islam, seperti Madinah atau Yaman, atau negeri yang ditaklukkan dengan perang, semacam Khaibar, Mesir, wilayah kota Iraq; atau ditaklukkan secara damai, atau wilayah yang kita miliki dan orang kafir yang hidup di dalamnya membayar jizyah”. Sedangkan menurut pengikut Imam Ahmad bin Hanbal, “Daar Islam adalah setiap negeri yang dibangun oleh kaum Muslim, seperti Bashrah, atau negeri yang ditaklukkan oleh kaum Muslim, seperti kota Yaman..”

‘Abd al-Qadir Audah menyatakan, “Daar Islam adalah negeri yang tampak jelas penerapan hukum-hukum Islam, atau penduduknya yang Muslim mampu menampakkan hukum-hukum Islam di negeri itu. Termasuk Daar al-Islam juga, setiap negeri yang seluruh penduduknya beragama Islam, atau mayoritasnya beragama Islam. Termasuk Daar al-Islam juga setiap negeri yang dikuasai dan diperintah oleh kaum Muslim, walaupun mayoritas penduduknya bukan kaum Muslim. Termasuk Daar al-Islam juga setiap negeri yang dikuasai dan diperintah oleh non Muslim, namun penduduknya yang Muslim masih tetap bisa menampakkan hukum-hukum Islam, atau tidak ada satupun halangan yang merintangi mereka untuk menampakkan hukum-hukum Islam”.

Di dalam kitab al-Siyaasat al-Syar’iyyah karya Syaikh ‘Abd al-Wahhab Khalaf dituturkan, “Daar al-Islam adalah negeri yang diberlakukan hukum-hukum Islam; dan keamanan negeri itu dibawah keamanan kaum Muslim, sama saja, apakah penduduknya Muslim atau dzimmiy. Sedangkan Daar al-Harb adalah negeri yang tidak diberlakukan hukum-hukum Islam, dan keamanan negeri itu tidak dijamin oleh kaum Muslim”.

Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani merinci apa yang dijelaskan di dalam kitab al-Siyaasat al-Syar’iyyah karya Syaikh ‘Abd al-Wahhab Khalaf sebagai berikut, “Penetapan suatu negeri termasuk Daar al-Islam atau Daar al-Kufr harus memperhatikan dua perkara.

Pertama, hukum yang diberlakukan di negeri itu adalah hukum Islam.

Kedua, keamanan di negeri itu harus dijamin oleh kaum Muslim; yakni; kekuasaannya. Jika di suatu negeri memenuhi dua perkara ini, maka ia disebut Daar al-Islam. Dan negeri itu telah berubah menjadi Daar al-Kufr menuju Daar al-Islam. Akan tetapi, jika salah satu unsur itu lenyap, maka negeri itu menjadi Daar al-Kufr. Oleh karena negeri Islam yang tidak menerapkan hukum-hukum Islam maka ia adalah Daar al-Kufr. Begitu pula sebaliknya, jika negeri Islam menerapkan hukum-hukum Islam, namun keamanannya tidak dijamin oleh kaum Muslim, yakni kekuasaannya; namun dijamin oleh kaum kafir, maka negeri itu termasuk Daar al-Kufr. Oleh karena itu, seluruh negeri kaum Muslim sekarang ini termasuk Daar al-Kufr. Alasannya, negeri-negeri itu tidak menerapkan hukum Islam. Suatu negeri juga tetap disebut Daar al-Kufr, seandainya di dalamnya kaum kafir menerapkan hukum-hukum Islam atas kaum Muslim, namun kekuasaannya dipegang oleh kaum kafir. Dalam keadaan semacam ini, maka keamanan negeri itu di bawah keamanan kaum kafir; dan secara otomatis ia termasuk Daar al-Kufr.”

Walhasil, Daar Islaam adalah negara yang menerapkan hukum Islam, dan keamanan negara tersebut di bawah jaminan kaum Muslim. Daar Kufur adalah negara yang menerapkan syari’at kufur, dan keamanannya tidak dijamin oleh kaum Muslim.”

Definisi di atas didasarkan pada realitas negeri Mekah dan realitas Madinah pasca hijrah. Sebelum hijrah ke Madinah, Mekah dan seluruh dunia adalah Daar al-Kufr. Baru setelah Nabi Mohammad saw dan para shahabatnya hijrah ke Madinah, dan menegakkan Daulah Islamiyyah di sana, maka terwujudlah Daar al-Islam pertama kali dalam sejarah kaum Muslim. Sedangkan Mekah dan negeri-negeri di sekitarnya tetap berstatus Daar al-Kufr. Dari sini kita bisa melihat realitas Mekah sebagai Daar al-Kufr, dan Madinah sebagai Daar al-Islaam.

Berdasarkan kedua realitas yang bertentangan inilah kita bisa memahami syarat dan sifat Daar al-Islam dan Daar al-Kufr. Di Mekah saat itu, hukum-hukum Islam tidak diterapkan dalam konteks negara dan masyarakat, meskipun di sana telah tampak sebagian syiar agama Islam, yakni sholat yang dikerjakan oleh kaum Muslim yang masih tinggal di Mekah; itupun harus seijin orang-orang kafir sebagai penguasa Mekah. Di sisi lain, kaum Muslim yang ada di Mekah tidak mampu menjamin keamanannya secara mandiri, akan tetapi mereka hidup di bawah jaminan keamanan kaum kafir. Realitas ini menunjukkan kepada kita, bahwa di Mekah tidak ditampakkan hukum-hukum Islam, dan jaminan keamanan atas penduduknya berada di tangan orang kafir; sehingga Mekah di sebut Daar al-Kufr. Ini berbeda dengan Madinah. Di Madinah, hukum-hukum Islam diterapkan dan ditampakkan secara jelas, dan jaminan keamanan dalam dan luar negeri berada di bawah tangan kaum Muslim.

Realitas tentang Daar al-Kufr juga ditunjukkan oleh negeri Habasyah. Habasyah, negeri di mana kaum Muslim diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk berhijrah ke sana, juga tidak tampak adanya penerapan hukum Islam oleh masyarakat dan negaranya. Jika di sana tampak ada sebagian syiar Islam yang dilakukan oleh kaum Muslim yang tinggal di sana; itu pun harus seijin penguasa kufur. Selain itu, keamanan yang ada di Habasyah berada di bawah kekuasaan kaum kafir. Saat itu tidak ada khilaf, bahwa Habasyah adalah Daar al-Kufr.

Bukti lain yang mendukung definisi di atas adalah, sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sulaiman Ibnu Buraidah; di mana di dalamnya dituturkan bahwasanya Nabi saw bersabda, “

أُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ فَإِنْ أَجَـابُوكَ فأَقْبِلْ مِنْهُمْ و كُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ أُدْعُهُمْ إِلَى التَّحَوّلِ مِنْ دَارِهِمْ الى دَارِالمُهَاجِرِيْنَ و أَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مــا لِلْمُهَاجِرِيْنَ وَ عَلَيْهِمْ مَـا عَلَى الْمُهَـاجِريْنَ
“… Serulah mereka kepada Islam, maka apabila mereka menyambutnya, terimalah mereka dan hentikanlah peperangan atas mereka; kemudian ajaklah mereka berpindah dari negerinya (Daarul Kufur) ke Daarul Muhajirin (Daarul Islam yang berpusat di Madinah); dan beritahukanlah kepada mereka bahwa apabila mereka telah melakukan semua itu, maka mereka akan mendapatkan hak yang sama sebagaimana yang dimiliki kaum muhajirin, dan juga kewajiban yang sama seperti halnya kewajiban kaum muhajirin.”


Hadits ini sebagai dasar pijakan untuk menetapkan istilah daar Islam [negara Islam] dan daar kufur [negara kafir]. Daar al-Muhajirin, pada riwayat di atas adalah sebutan Daar Islam pada masa Rasulullah saw. Manthuq [tekstual] riwayat di atas menunjukkan dengan jelas, bahwa Rasulullah saw memerintahkan para shahabat untuk memerangi negeri-negeri kufur jika mereka tetap menolak bergabung di bawah naungan Daar Muhajirin [Daulah Islamiyyah]. Perintah Rasul untuk memerangi negeri-negeri kufur menunjukkan dengan jelas, adanya batas demarkasi yang berujud wilayah kekuasaan,yang memisahkan antara negara Islam [daar Islam] dengan daar kufur. Dengan kata lain, Daulah Islamiyyah adalah sebuah negara yang memiliki teritorial (wilayah) yang jelas dan tegas. Wilayah yang berada di dalam batas teritorial masuk dalam kekuasaan Daulah Islamiyyah, sedangkan wilayah, atau negara yang berada di luar batas wilayah Daulah Islamiyyah dianggap sebagai negara kufur (daar al-kufr).

Akan tetapi, batas teritorial Daulah Khilafah Islamiyyah bukanlah batas wilayah yang bersifat permanen seperti halnya batas teritorial negara bangsa. Akan tetapi, batas wilayah Daulah Islamiyyah bersifat fleksibel dan terus melebar seiring dengan aktivitas jihad yang dilakukan oleh Daulah Islamiyyah. Ini didasarkan pada kenyataan, bahwa Daulah Islamiyyah akan terus melakukan ekspansi dakwah ke seluruh dunia, dengan jalan propaganda dan jihad, hingga seluruh manusia tunduk di bawah kalimat tauhid; La Ilaha Illa al-Allah. Daerah-daerah yang tunduk dan takluk di bawah kekuasaan Daulah Khilafah Islamiyyah secara otomatis akan dimasukkan sebagai bagian dari wilayah Daulah Khilafah Islamiyyah. Sedangkan daerah yang belum tunduk dan patuh di bawah kekuasaan Khilafah Islamiyyah, dipandang sebagai negara kufur yang wajib diperangi hingga menjadi bagian dari Khilafah Islamiyyah dengan cara jihad fi sabilillah.

17. Menolak hadits-hadits Ahad dalam aqidah, ini adalah kesesatan yang nyata.

Jawaban :
Dalam masalah-masalah akidah, pandangan Hizbut Tahrir sejalan dengan pandangan para ulama dari kalangan Sahabat, tabi’in, tabi’ at-tabi’in, dan ulama-ulama mu’tabar lainnya. Intinya, akidah harus dibangun di atas dalil qath’i (pasti), baik tsubut maupun dilalah-nya. Dalil yang memenuhi syarat ini hanya al-Quran dan hadis mutawatir yang dilalah-nya qath’i. Adapun terkait hadis ahad, Hizbut Tahrir seperti pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan Sahabat dan ulama salafush-shalih berpandangan bahwa hadis ahad wajib diamalkan (wujub al-‘amal), dan tidak menghasilkan keyakinan (al-‘ilm), dalam pengertian hanya menghasilkan zhann belaka.

Apa yang dipegang oleh Hizbut Tahrir sama persis seperti yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi dalam Muqaddimah Syarh Shahih Muslim:

Khabar ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir, baik perawinya satu atau lebih. Masih diperselisihkan hukum hadis ahad. Pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan Sahabat dan tabi’in, kalangan ahli hadis, fukaha, dan ulama ushul yang datang setelah para Sahabat dan tabi’in adalah: khabar ahad (hadis ahad) yang tsiqqah adalah hujjah syar’i yang wajib diamalkan; khabar ahad hanya menghasilkan zhann, tidak menghasilkan ilmu (keyakinan). Kewajiban mengamalkan hadis ahad kita ketahui berdasarkan syariah, bukan karena akal…. Sebagian ahli hadis berpendapat bahwa hadis-hadis ahad yang terdapat di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim menghasilkan ilmu (keyakinan), berbeda dengan hadis-hadis ahad lainnya. Pada penjelasan sebelumnya kami telah menjelaskan kesalahan pendapat ini secara rinci. Semua pendapat selain pendapat jumhur adalah batil. Kebatilan orang yang berpendapat tanpa hujjah dalam masalah ini telah tampak jelas…. Adapun orang yang berpendapat bahwa hadis ahad menghasilkan keyakinan, sesungguhnya orang itu terlalu berbaik sangka. Bagaimana bisa dinyatakan hadis ahad menghasilkan keyakinan (ilmu), sedangkan hadis ahad masih mungkin mengandung ghalath, wahm, dan kadzb? Wallahu a’lam bish shawab (Imam an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim).

Hizbut Tahrir tidak pernah menolak hadis ahad yang sahih, baik yang berkaitan dengan syariah (amal) maupun keyakinan (akidah). Hadis ahad yang berbicara masalah amal (syariah) waijib diamalkan. Hadis ahad yang berbicara tentang keyakinan/akidah cukup dibenarkan (tashdiq). Sebab, hadis ahad itu tidak menghasilkan keyakinan yang pasti (tashdiq al-jazim), tetapi sekadar zhann belaka.

Pernyaan tersebut, saja mengatakan bahwa Muhammadiyah & NU sesat, seabab dalam Pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah, point d, point ke 5 mengatakan bahwa “Dalam masalah aqidah, hanya menggunakan dalil-dalil yang mutawatir”. Adapun Nahdlotul ‘Ulama (NU), sudah jelas bahwa dalam khittahnya NU menganut madzhab Syafi’i dan mengakui madzhab Maliki, Hanafi dan Hanbali. Sehingga perkara ini seharusnya jelas bagi NU bahwa memang ada ikhtilaf dikalangan ‘Ulama, dan mayoritas ‘Ulama, menurut Imam Nawawi (madzhab Syafi’i), tidak menjadikan khabar ahad sebagai hujjah dalam masalah aqidah, namun mewajibkan ‘amal.

18. Mengingkari azab kubur.

Jawaban :
Lagi-lagi, tak ada satu pun kitab yang menjadi rujukan di Hizbut Tahrir menyatakan hal itu. Dalam masalah-masalah akidah, pandangan Hizbut Tahrir sejalan dengan pandangan para ulama dari kalangan Sahabat, tabi’in, tabi’ at-tabi’in, dan ulama-ulama mu’tabar lainnya. Intinya, akidah harus dibangun di atas dalil qath’i (pasti), baik tsubut maupun dilalah-nya. Dalil yang memenuhi syarat ini hanya al-Quran dan hadis mutawatir yang dilalah-nya qath’i. Adapun terkait hadis ahad, Hizbut Tahrir seperti pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan Sahabat dan ulama salafush-shalih berpandangan bahwa hadis ahad wajib diamalkan (wujub al-‘amal), dan tidak menghasilkan keyakinan (al-‘ilm), dalam pengertian hanya menghasilkan zhann belaka.

Apa yang dipegang oleh Hizbut Tahrir sama persis seperti yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi dalam Muqaddimah Syarh Shahih Muslim:

Khabar ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir, baik perawinya satu atau lebih. Masih diperselisihkan hukum hadis ahad. Pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan Sahabat dan tabi’in, kalangan ahli hadis, fukaha, dan ulama ushul yang datang setelah para Sahabat dan tabi’in adalah: khabar ahad (hadis ahad) yang tsiqqah adalah hujjah syar’i yang wajib diamalkan; khabar ahad hanya menghasilkan zhann, tidak menghasilkan ilmu (keyakinan). Kewajiban mengamalkan hadis ahad kita ketahui berdasarkan syariah, bukan karena akal….Sebagian ahli hadis berpendapat bahwa hadis-hadis ahad yang terdapat di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim menghasilkan ilmu (keyakinan), berbeda dengan hadis-hadis ahad lainnya. Pada penjelasan sebelumnya kami telah menjelaskan kesalahan pendapat ini secara rinci. Semua pendapat selain pendapat jumhur adalah batil. Kebatilan orang yang berpendapat tanpa hujjah dalam masalah ini telah tampak jelas….Adapun orang yang berpendapat bahwa hadis ahad menghasilkan keyakinan, sesungguhnya orang itu terlalu berbaik sangka. Bagaimana bisa dinyatakan hadis ahad menghasilkan keyakinan (ilmu), sedangkan hadis ahad masih mungkin mengandung ghalath, wahm, dan kadzb? Wallahu a’lam bish shawab (Imam an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim).

Hizbut Tahrir tidak pernah menolak hadis ahad yang sahih, baik yang berkaitan dengan syariah (amal) maupun keyakinan (akidah). Hadis ahad yang berbicara masalah amal (syariah) waijib diamalkan. Hadis ahad yang berbicara tentang keyakinan/akidah cukup dibenarkan (tashdiq). Sebab, hadis ahad itu tidak menghasilkan keyakinan yang pasti (tashdiq al-jazim), tetapi sekadarzhann belaka.

Berkenaan dengan siksa kubur, Hizbut Tahrir tidak pernah menyinggung masalah ini secara rinci di dalam kitab-kitab mutabannat. Hizbut Tahrir juga tidak pernah mengeluarkan instruksi kepada anggotanya untuk tidak memercayai siksa kubur dan kemunculan Dajjal. Yang benar, Hizbut Tahrir meminta kepada anggotanya untuk menerima semua hadis sahih dan melarang anggota mengingkari atau menolak hadis-hadis sahih (baik mutawatir maupun ahad).

19. Mencela hadits-hadits tentang Imam Mahdi.

Jawaban :
Pernyataan tersebut adalah fitnah yang Tidak berdasar, sebab Hizbut Tahrir selama ini tidak pernah mengingkari hadits tentang Imam Mahdi, sebagaimana yang dimuat dalam situs resmi Hizbut Tahrir Indonesia (Imam Mahdi dan Khilafah/01 Apr 2008) mengatakan bahwa Kalaupun ada hadits yang menunjukkan Imam Mahdi akan mendirikan Khilafah, maka hadits tersebut tetap tidak boleh dijadikan alasan untuk menunggu berdirinya Khilafah. Karena berjuang untuk menegakkan Khilafah hukumnya tetap wajib bagi kaum Muslimin, sebagaimana hadits Nabi:

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةِ اللهِ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَحُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah, niscaya dia akan menjumpai Allah pada Hari Kiamat dengan tanpa mempunyai hujah. Dan, siapa saja yang mati sedangkan di atas pundaknya tidak terdapat bai’at, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah.” (Hr. Muslim)[1]

Manthuq hadits di atas menyatakan, bahwa “Siapa saja yang mati, ketika Khilafah sudah ada, dan di atas pundaknya tidak ada bai’at, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah.” Atau “Siapa yang mati, ketika Khilafah belum ada, dan dia tidak berjuang untuk mewujudkannya, sehingga di atas pundaknya ada bai’at, maka dia pun mati dalam keadaan mati jahiliyah.” Karenanya, kewajiban tersebut tidak akan gugur hanya dengan menunggu datangnya Imam Mahdi.

20. Boleh berciuman dan berjabat tangan dengan wanita non mahram

Jawaban :
Jelas ini adalah Fitnah. Pasalnya, Hizbut Tahrir mengharamkan kaum Muslim mencium wanitaajnabiyyah atau sebaliknya. Keharaman mencium wanita ajnabiyyah atau sebaliknya disebutkan dengan jelas dalam Kitab An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, ed. IV (Mu’tamadah) halaman 53 yang menjadi kitab rujukan utama Hizbut Tahrir: Ciuman seorang laki-laki terhadap wanita asing yang diinginkannya, atau sebaliknya, adalah ciuman yang diharamkan.

Membolehkan bersalaman dengan wanita ajnabiyyah selama tidak khawatir menimbulkan fitnah bukanlah pendapat asing, bahkan ini merupakan pendapat mayoritas ulama di luar mazhab Syafi’i. Lihat, Wahbah Az-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islaami wa Adillatuhu, Juz III/567. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi.

21. Boleh melihat gambar porno.

Jawaban :
Pernyataan seperti ini pun tak pernah tercantum dalam kitab-kitab mutabannat, nasyrah, ta’mim,qarar maupun kutaib yang dikeluarkan Hizbut Tahrir. Al-‘Alim al-’Allam Syaikh Atha’ Abu Rusytah, Amir Hizb, dalam tulisannya telah mengharamkan kaum Muslim melihat gambar porno. Pasalnya, melihat gambar porno adalah wasilah menuju tindak keharaman (Lihat: Website Hizbut Tahrir Pusat).

22. Boleh bagi wanita mengenakan wig dan celana “banthalun” dan boleh keluar mengikuti Pemilu meski dilarang suami (Buletin Hizbut Tahrir “Jawaabus Suaal” 17-02-1972 M yang disebarkan An-Nabhani)

Jawaban :
Berikut jawaban resmi dari syekh Atha bin Khalil Abu al rusytah Amir Hizbut Tahrir yang ke 3. Beliau mengatakan bahwa wanita tidak boleh keluar ke kehidupan umum kecuali dengan pakaian syar’iy yang di dalamnya terpenuhi tiga hal: menutup aurat, mengenakan jilbab dan kerudung, dan tidak bertabarruj.

Adapun jilbab maka itu adalah pakaian luas yang menutupi pakaian yang di dalam, dan diulurkan untuk menutupi kedua kaki. Allah SWT berfirman:

﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ﴾
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (TQS al-Ahzab [33]: 59)

Yakni hendaknya mereka (para wanita) mengulurkan ke seluruh tubuh mereka pakaian yang mereka kenakan di atas pakaian, untuk keluar, berupa mantel atau jubah yang mereka ulurkan hingga ke bawah. Karena itu dalam hal jilbab itu disyaratkan haruslah diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kaki. Sebab Allah SWT berfirman di dalam ayat tersebut:

﴿يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ﴾
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (TQS al-Ahzab [33]: 59)

Yakni hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka, sebab kata “min” di sini bukan untuk menyatakan sebagian (li at-tab’îdh) akan tetapi untuk menjelaskan (li al-bayân). Artinya, hendaklah mereka mengulurkan mantel atau jubah ke bawah sampai menutupi kedua kaki. Jika kedua kaki itu tertutup dengan sepatu atau kaos kaki maka hal itu bukan berarti tidak perlu mengulurkannya ke bawah dalam bentuk yang menunjukkan adanya irkhâ’ (penjuluran), meski tidak harus menutupi kedua kaki sebab kedua kaki itu tertutupi. Akan tetapi jilbab itu harus dijulurkan sampai kedua kaki agar disitu ada irkhâ’. Artinya, jilbab itu jatuh (menjulur) ke bawah secara menonjol yang darinya diketahui bahwa itu adalah pakaian kehidupan umum yang wajib dikenakan oleh perempuan di kehidupan umum, dan tampak di situ irkhâ’ yakni di situ terealisir firman Allah SWT “yudnîna“, yakni yurkhîna (hendaklah mereka mengulurkan). Ini berarti jilbab itu sampai ke tanah jika kedua kaki terbuka (tidak tertutup). Dan cukup sampai kedua kaki jika kedua kaki itu tertutup dengan sepatu atau kaos kaki, akan tetapi bukan kurang dari mencapai kedua kaki, dan hal itu agar terpenuhi konotasi kata “yurkhîna –hendaklah mereka mengulurkan-“.

Atas dasar itu, tidak boleh bagi wanita di kehidupan umum untuk keluar sementara dia mengenakan celana panjang dan di atasnya jubah panjang hingga kedua lutut, yakni tidak sampai kedua kakinya yang tertutup dengan sepatu. Ini tidak memenuhi makna syar’iy untuk jilbab. Dan bagi wanita juga tidak boleh keluar ke kehidupan umum kecuali ia menutupi pakaian dalam (pakaian rumahan) dan diulurkan ke bawah sampai kedua kakinya. Dan jika ia tidak mendapati jilbab itu maka ia tidak boleh keluar atau ia meminjam jilbab dari tetangganya.

23. Wanita boleh jadi anggota parlemen, sebagaimana dalam kitab mereka “Muqoddimatus Dustur” hal. 114 dan “Mitsaqul Ummah” hal. 72.

Jawaban :
Bolehnya Perempuan menjadi anggota parlemen (majelis ummat) sudah dilakukan pengkajian mendalam dan hal tersebut tentunya berlandaskan dalil yang kuat, Sebagaimana Syaikh Yusuf al-Qardhawi yang pernah mengeluarkan fatwah tentang bolehnya seorang perempuan menjadi anggota parlemen(majelis ummat).

24. Boleh wanita menjadi qodhi, sebagaimana dalam kitab mereka “An-Nizhom Al-Ijtima’i fil Islam” hal. 89.

Jawaban :
Sofyan Chulid Bohong, sebab dalam kitab An-Nizhom Al-Ijtima’i fil Islam” hal. 89. Hanya membahas tentang penggunaan cadar bagi wanita.

25. Boleh mengqishosh seorang muslim yang membunuh orang kafir, padahal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang.

Jawaban :
Seharusnya Sofyan Chalid memperjelas apakah yang dimaksud adalah kafir dzimmi(orang kafir yang ada dalam perlindungan kaum muslimin) atau kafir Harbi Fi’lan(orang-orang kafir yang terang-terangan memerangi kaum muslimin) dan sumbernya  dari mana tuduhan yang tidak berdasar itu?

26. Boleh taat kepada khalifah mereka meski menyelisihi ayat dan hadits yang jelas, sebagaimana dalam kitab mereka “Ad-Daulah Al-Islamiyah” hal. 108.

Jawaban :
Pernyataan dusta dan fitnah, sebab isi dari kitab Ad-Daulah Al-Islamiyah” hal. 108 hanya membahas tentang “Hikmah dari pengusiran Bani Nadhir” ini menunjukkan bahwa Sofyan Chalid sudah kesekian kalinya berdusta dan menfitnah Hizbut Tahrir.

Apakah Hizbut Tahrir Membenci Saudi?


Pertanyaan tersebut muncul karena sudah terjawabnya bantahan fitnah Sofyan Chalid tentang 26 point yg ia anggap sesat pada Hizbut Tahrir. Tanggapan saya adalah perlu dibedakan antara Benci dengan Kritik, dan perlu diketahui bahwa semua pemimpin yang  tidak mau menerapkan syariat Islam secara kaffah dibawah naungan khilafah dikritisi oleh Hizbut Tahrir sebab 4 Imam Mazhab telah sepakat akan kewajiban mendirikan Khilafah. Tentunya harapan saya sebagimana seorang muslim adalah moncong-moncong senjata para tentara kaum muslimin harusnya diarahkan ke Zionis Israel Laknatullah yang sudah bertahun-tahun menduduki kiblat pertama kaum muslimin di Palestina dan kepada Bashar Asad beserta tentanya Syiah Rafhidoh yang telah nyata-nyata memerangi kaum sunnih di Suriah.  Kesalahan terbesarnya yaiyu karena sebagian saudara-saudara kami hanya membaca Judul buletin Al Islam yang dipublis oleh salah seorang oknum dan kurangnya pengetahuan ilmu politik timur tengah dari sauadara-saudara semua untuk itu saran saya adalah :

1. Membaca sampai tuntas isi dari Buletin Al Islam yang mana buletin tersebut berdasarkan fakta yang didapatkan syabab Hizbut Tahrir Yaman dilapangan. (http://hizbut-tahrir.or.id/2015/03/31/akhirnya-pesawat-pesawat-para-penguasa-agen-bergerak-namun-kemana-mereka-bergerak-untuk-membunuh-kaum-muslim-bukan-untuk-memerangi-musuh/)

2. Jika merasa artikel tersebut salah, harusnya membuat artikel serupa yang bisa membantah pernyataan tersebut dan beberapa artikel yang yang dimuat oleh di Media Islam Republika yang dikarang oleh Abdel Fattah & Seorang penulis di Yemen Times, Abubakr Al-Shamahi, berikut Linknya :

Lima KesalahanMemahami Konflik Yaman


Mengapa Yaman, bukan Israel atau ISIS?


3. Bagaimana mungkin Hizbut Tahrir mendukung Syiah Houthi sedangkan SyababNya Ditangkapi Karena Mendistribusikan Leaflet Yang Membongkar dan Mengutuk Paket Badai (Baca : http://hizbut-tahrir.or.id/2015/04/05/houthi-menangkap-syabab-hizbut-tahrir-karena-mendistribusikan-leaflet-yang-membongkar-dan-mengutuk-paket-badai/)

Wahai para ikhwa sekalian, bertaubatlah atas apa yang kalian lakukan, menyebarkan berita yang kalian sendiri belum melakukan klarifikasi langsung terhadap pengurus Hizbut Tahrir,   bukankah kalian mengetahui bahwa Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan?. Sebelum apa yang kalian lakukan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt di akhirat nanti maka bertaubatlah, atas kezholimanmu terhadap para syabab Hizbut Tahrir yang ada di Indonesia & beberapa negara.

Khusus untuk  ikhwa Sofyan Khalid, semoga dengan artikel bantahan ini antum bisa menyadari kesalahan besar yang telah antum perbuat yang tidak mendahulukan tuntunan syara’ untuk  tabayyun. dan berharap dengan kerendahan hatimu melalukan klarifikasi lewat fans page & website yang antum kelola atas Fitnah yang antum tunjukkan kepada Jamaah Hizbut Tahrir yang sama saja antum telah memfitnah seluruh syabab HT yang ada diseluruh dunia. Rasulullah SAW sangat membenci orang-orang yang memusuhi juru dakwahnya, sebagaimana Beliau Bersabda :

“Siapa saja yang telah memusuhi juru da’wahKu maka sungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya” (HR Bukhori).



Penulis:
Saudaramu, Abu Haritsul Islam Al Faruq - Bisyarah.com

Sumber :
Sumber Utama : Kitab Hizbut Tahrir


Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.